Manik tertutup itu bergerak perlahan saat merasakan secercah sinar mengusik tidurnya yang lelap. Sedikit melenguh, kedua kelopak mata itu pun terbuka, mengerjap beberapa kali, menyesuaikan dengan cahaya. Tertegun sejenak, mengamati langit-langit kamar yang tak dikenal.
Gracia menolehkan kepala, menatap ke sekitarnya. Terkesiap, menyadari jika ia benar-benar berada di tempat asing.
"Aku dimana? Shani?" Gracia mencoba memanggil, tapi sepertinya hanya ia sendirian di kamar itu.
Perlahan bangkit dari baringannya, Gracia bersandar pada kepala ranjang. Tubuhnya terasa lebih capek dari biasanya. Entah apa yang terjadi padanya hingga berakhir di tempat ini.
"Aku lagi liburan sama Shani dan Stefi, terus aku ke toilet. Ada yang nyegat aku, trus ugh," Gracia memegangi kepalanya, tiba-tiba pusing mengingat kejadian sebelumnya.
Sebuah dugaan muncul di pikirannya, membuat napasnya tercekat. Berusaha menguasai diri, Gracia pelan-pelan turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah jendela. Mengamati lingkungan yang bisa ia lihat, bukanlah tempat yang familiar.
"Humpph. Oke, tenang Gre, jangan panik. Tarik napas, hembuskan perlahan huffftt... " Gracia mensugesti diri untuk tetap tenang. Sebelah tangannya mengusap perut besarnya.
"Aku diculik pas lagi ke toilet. Sepertinya ini di luar negeri, gak tau dimana. Ditinggal sendirian di kamar yang luas dan rapi. Gak kayak korban penculikan pada umumnya. Siapa yang nyulik aku? Alasannya? Kenapa baru sekarang? Papi Mami gak mungkin punya musuh. Apa ada hubungannya sama Shani? Apa mereka ada dendam sama Shani, makanya nyulik aku? Ugh..." ada begitu banyak dugaan dan pertanyaan-pertanyaan mulai muncul di pikirannya.
Sebelah tangannya yang lain refleks bertumpu pada kusen jendela. Kembali pusing, terkejut, khawatir, panik, juga takut dengan situasi yang tak pernah terpikikan akan menimpa dirinya kini. Emosinya tercampur aduk, tenggelam dalam pikiran negatif yang tak bisa dibendung.
Terlalu larut dalam pikirannya, Gracia tak menyadari pintu kamar itu terbuka, menampakkan sosok seorang perempuan tinggi dengan rambut panjang berwarna coklat. Perempuan itu berdiam diri di depan pintu. Manik coklat caramelnya meneliti sosok perempuan hamil di sana. Sosok yang menggetarkan hati bekunya saat pertama kali melihat fotonya.
"Good morning, Princess. I hope you've a nice slept last night," ucap perempuan itu.
Suaranya terdengar pelan dan tenang, tapi cukup mampu membuat Gracia terlonjak kaget di tempatnya. Menoleh ke belakang, Gracia menatap bingung pada seorang perempuan asing yang menatapnya dengan senyuman manis dari depan pintu sana. Gracia merasa tak nyaman dengan tatapan perempuan itu.
'Sejak kapan?'
Perempuan asing itu perlahan mulai berjalan ke arahnya, Gracia seketika menunjukkan sikap awas.
"Easy there, Princess. I mean no harm, really," ucapnya masih tersenyum menenangkan.
"Who are you? Where is this? Why I'm in this place? No! Stay there. Do not come any closer," Gracia tak mengerti. Tiba-tiba saja dia merasa takut dengan kehadiran perempuan ini, padahal raut wajahnya tak menunjukkan bahwa dia orang jahat.
'Gak mungkin gak jahat. Kalo gak, aku gak bakal dikurung di sini.'
Jelas sekali ia mendapat penolakan, meski begitu perempuan asing itu tak mengubah raut tenang dan senyumnya. Dia menurut, tak lagi melangkah lebih dekat. Posisi mereka pun berjarak beberapa langkah.
"My name is Patchanan Jijirachote. You can call me Orn. From now on, you'll be in my charge," ucap Orn memperkenalkan dirinya. Dia meneliti perubahan raut Gracia, tapi tetap sama. Tetap menunjukkan sikap awas dan kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.