chapter 15

6.2K 400 45
                                    

 Shani memakai pakaian yang sudah disiapkan istrinya. Memoles wajah seadanya, lalu berjalan ke arah nakas yang berada di samping tempat tidur. Matanya sempat melirik kalender yang berada di atas nakas, sesaat sebelum tangannya mangambil ponsel yang berada di sebelah kalender itu.

 Dilihatnya ada sebuah tanggal yang dilingkari di sana dan menemukan catatan kecil di sudutnya. Membacanya sekilas, sudut bibirnya pun perlahan terangkat. Memikirkan sederet rencana yang dalam benak encernya.

 Dengan senyuman puas akan rencana yang sudah tersusun rapi, Shani pun melangkah ke sofa untuk mengambil tas kantonya. Setelahnya berjalan keluar dari kamar.

 Dirinya cukup heran mendapati ruang makan yang kosong. Biasanya dia akan menemukan putri kecilnya sudah anteng duduk di meja makan sambil membaca buku atau bermain gadet milik ibunya. Tapi, dia tak menemukan sosok kecil menggemaskan itu di sana.

 Ditaruhnya tas itu di atas meja dan melanjutkan langkah ke arah sosok istrinya yang tampak sibuk membuat sarapan di dapur. Tanpa aba-aba, kedua tangannya melingkari tubuh seksi itu dari belakang. Tergelak kecil ketika merasakan tubuh Gracia yang berjengit kaget dalam dekapannya.

 "Morning, my love," sapa Shani semesra mungkin di samping telinga Gracia.

 Gracia menghela napas panjang, mengatur dekat jantungnya yang dipaksa joging singkat. Meski hampir setiap pagi mendapat perlakuan seperti ini, tetap saja jantungnya tidak akan terbiasa. Dikagetin gitu, huh...

 "Pagi juga. Udah, 'kan? Sana, aku lagi ribet ini. Mau masakin makanan kesukaannya Stefi," ujar Gracia sambil mengedik-ngedikkan bahunya. Mencoba mengusir dagu yang memberatkan pundaknya.

 "Bentar lagi ya...hhmmmhh wangi kamu dicampur bau bawang, enak juga ternyata hehe..." Shani menciumi leher mulus Gracia yang terekspos karena rambutnya diikat cepol.

 "Bikin aku laper iiihh...geme-akh! Aw aw aw awh sakit!"

 Shani langsung melompat mundur menghindari pilinan di kulit pinggang. Tangannya sibuk mengelusi bekas cubitan yang terasa berdenyut. Menatap horor punggung sang istri yang kembali sibuk dengan masakannya.

 "Kamu tiap hari cubitin pinggang aku, ntar bisa berdarah loh, sayang. Kamu tega ya, bikin aku kesakitan mulu huhuhu..." rengek Shani, namun hanya mendapatkan tolehan singkat Gracia dan kembali sibuk sendiri.

 "Kamu yang minta ya. Bukan salah aku kalau aku nyubitin kamu."

 Shani cemberut mendengarnya, tapi kemudian bergidik ngeri saat dengan tiba-tiba ujung pisau sudah berjarak sejengkal dari wajahnya. Gracia menatapnya tajam.

 "Makanya, kalau diperingatin itu nurut. Jangan makin ngelunjak. Udah sering dikasih jatah juga, huh!" Gracia menurunkan pisaunya dan berbalik badan, kembali memunggungi Shani.

 Shani menghela napas selega mungkin setelah selamat dari acungan tajamnya pisau. Jujur saja, tubuh dan jantungnya sempat berdisko beberapa detik. Seumur hidup, baru kali ini dia ditodong dengan pisau dapur. Shani menatap ngeri sang istri. Semakin hari, kepribadian dan sifat asli Gracia semakin terlihat dan lepas begitu saja.

 Biar itu yang paling baik, maupun yang paling menyeramkan sekalipun. Apalagi ketika sang istri kedatangan tamu bulanan. Bukan hanya kesabaran yang harus ditingkatkan, tapi juga otaknya harus kerja keras agar tak salah ucap atau sikap, yang bisa saja berimbas pada kulit pinggang atau pundaknya.

 Tapi bagi Shani, itu tidaklah masalah. Dia malah menyukai setiap tingkah, sifat, mood atau apalah itu yang melekat pada diri istrinya. Sebut dia masochist, Shani tidak peduli. Asalkan itu Shania Gracia Natio, istrinya yang paling ia cintai.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang