chapter 19

4.7K 370 86
                                    

 Gracia segera menutup mulutnya, menahan tawa akan tingkah konyol Shani di sampingnya. Mereka baru saja kembali sehabis jogging berdua saja pagi ini. Berkeliling daerah perkebunan, saling menyapa dan bercengkrama dengan ibuk-ibuk dan bapak-bapak yang bekerja di perkebunan. Mumpung Stefi tidur bersama Ayah-Bunda nya di kamar lain, jadilah Shani menuruti keinginan istrinya itu yang ingin merasakan udara pagi di puncak.

 Ini adalah hari ketiga mereka di menginap di vila ini. Hampir semua orang sudah pulang kemaren sore. Hanya tinggal mereka bertiga, Elaine, Adam, Nao, Jan, dan Jaa saja. Ketika pasangan itu baru saja akan memasuki ruang makan, tiba-tiba saja Stefi muncul dan berlari dengan hebohnya ke arah mereka.

 "Moooomm!!!"

Bruk

 "Astaga, Stefi!"

 Shani sigap beranjak ke pungung Gracia, menahan tubuh sang istri agar tak terjengkal ke belakang karena tubrukan kuat gadis kecil mereka. Stefi, dengan polosnya malah bergelayut manja di leher sang Ibu sambil tertawa lepas.

 Gracia menahan ringisannya. Gadis kecilnya kini, bukan lagi gadis kecilnya dulu. Pinggangnya bisa encok dalam waktu dekat, jika Stefi terus melompat ke pelukannya seperti ini. Untung saja Shani cepat menahannya, atau bisa saja saat ini dia terkapar di lantai.

 "Sayang, kalau kamu terus lompat kayak gitu, nanti pingganya Mom bisa sakit. Kamu mau nanti Mom gak bisa gendong kamu lagi, karena pinggangnya sakit, hm?" Shani berkata dengan tenangnya, mencoba memberi pengertian pada gadis kecilnya itu.

 Stefi yang mendengar perkataan Shani, tersadar dan melepas rangkulannya di leher Gracia. Dirinya menatap wajah sang ibu, perasaan bersalah pun menghampirinya.

 "Shh..gak papa, kok sayang. Mom masih kuat, kok ini hehe..." Gracia tersenyum kecil melihat raut sang putri yang seperti ingin menangis. Dirinya malah dengan gemas menciumi pipi tembem gadis kecilnya itu. Diiringi kata-kata sayang, juga candaan membuat tawa kembali terdengar dari mulut kecilnya.

 Gracia rela. Dia rela harus merasa sakit, atau apa pun itu, asal putri kecilnya ini tetap senang dan merasa nyaman dengan apa yang dia lakukan. Jikalau ada hal tak baik yang tak sengaja dia lakukan, Gracia tidak akan pernah memarahinya, apalagi main tangan. Tidak!

 Sedikit teguran, mungkin. Tapi untuk marah, memikirkan perasaan buruk itu untuk putrinya saja, sudah membuat hatinya sakit. Sebisa mungkin akan ia berikan penjelasan dan pengertian padanya. Dan sejauh ini, metode yang ia terapkan tak sekalipun mengecewakannya. Stefi menerima dan mengkoreksi sendiri perbuatannya yang mendapat teguran sang ibu.

 "Mom, maafin Ntep...Ntep janji gak bakalan kayak tadi lagi...Mom, gak papa, 'kan?"

 "Iya, iya...Mom gak papa, kok. Udah ya, jangan pasang wajah sedih gitu. Hmm, waktu Mom pergi, kamu habis ngapain aja?"

 Wajah Stefi seketika menjadi cerah. Dirinya meminta turun dari gendongan sang ibu, menggenggam erat tangannya, dan menariknya menuju meja makan.

 "Mom harus cobain masakan Ntep!" seru Stefi dengan semangatnya.

 Gracia tak menahan tawa kecilnya, meski satu alis naik, penasaran dengan apa yang baru saja diucapkan sang putri. "Heeee, cobain masakan Ntep? Emangnya Ntep bisa masak?"

 "Biisaaaa!! Ntep diajarin sama Bunda! Ah, bareng sama Kak Jaa juga!"

 Setelah menyeret sang ibu sampai meja makan, dirinya mencoba menarik kursi, berniat menjamu sang ibu. Shani yang sejak tadi memperhatikan, langsung membantu gadis kecilnya menarik kursi berat itu. Dirinya tersenyum ketika Gracia yang menoleh padanya.

 "Silahkan duduk yang mulia ratu, ah sang putri juga harus duduk di sini," Shani segera mengangkat tubuh Stefi dan mendudukkannya di samping Gracia. Setelahnya mengambil tempat di sebelah sang istri.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang