Jinan segera bersembunyi di balik tembok saat beberapa orang berseragam berlari melewati lorong. Lampu yang tadi sempat redup dan kembali hidup lagi berkat sumber daya cadangan, meyakinkannya kalau sang kakak sudah selesai melaksanakan tugas pertamanya. Sekarang gilirannya untuk menyelesaikan bagiannya. Menengok ke samping, kepalanya membuat gerakan untuk segera keluar dari tempat persembunyian.
"Di depan sana belok kiri, eh tunggu dulu. Ada orang. Biarin dia lewat,"Jinan memberi instruksi pada salah satu anggota Frans yang ditugaskan bersamanya.
Sambil jalan, Jinan juga memasang bom kecil di beberapa sudut tak terlihat. Hingga mereka sampai di depan sebuah pintu yang membuat Jinan sedikit memutar otaknya, bagaimana cara membuka pintu berkode itu. Sementara Jinan sibuk dengan kode-kodenya, rekan yang bersamanya mengawasi keadaan sekitar. Hanya butuh setengah menit bagi Jinan memecahkan kode. Sempat menukar pandang dengan sang rekan, Jinan tanpa pikir panjang membuka pintu itu dan masuk diikuti si rekan yang sudah siap dengan senjatanya dan langsung melepas tembakan.
Beruntung Jinan cepat berjongkok, melindungi kepala dan pendengarannya dari suara tembakan yang berlangsung beberapa detik itu. Tak lama, kebisingan mereda dan dia pun mendongak, mengangkat alis melihat hasil tembakan si rekan. Sambil berdecak kagum, Jinan bangkit berdiri, berjalan menuju deretan komputer, dan sejenisnya yang ajaibnya tak tergores sedikit pun dari serbuan tembakan tadi.
"Wah, hebat juga lo, tepat sasaran. Satu, dua, tiga...sembilan? Gue rasa masih ada, coba lo cari sana. Gue mau langsung otak-atik programnya dulu," ucap Jinan santai. Langsung mengeluarkan alat tempurnya dansibuk sendiri memainkan jemari di atas keyboard dan mouse.
RekanJinan tampak tak terlalu ambil pusing dengan tingkah dan ucapanmenyuruhnya itu. Dia lalu menyingkirkan tubuh-tubuh tak bernyawa itu,mengumpulkannya di satu tempat. Rautnya tak terlihat jelas di balik masker yang ia pasang, tapi tatapan dingin itu mengisyaratkan bahwa peluru yang ia lepas tadi pada tubuh-tubuh ini, tidak sedikit pun berpengaruh pada emosinya. Seakan itu adalah hal yang sudah biasa saja.
Dia berkeliling ruangan yang cukup luas itu, mengikuti perkataan Jinan. Membuka beberapa ruang lainnya, namun tak menemukan seorang pun. Memastikan sekali lagi tak ada selain mereka berdua, anggota Frans itu kembali mendekati Jinan. Berdiri di belakangnya, memperhatikan deretan angka huruf acak, grafik, foto-foto, gambar aneh, tak beraturan, tak mengerti entah apa yang tengah dilakukan laki-laki itu.
"Shit! Tua bangka itu gak main-main sama projeknya ini. Orang-orang dibelakangnya juga. Lo pasti gak bakal nyangka kalo ada manusia yang ingin ngubah manusia lainnya. 'Memutasi' mereka dengan cara terkejam dan tersadis yang pernah lo tau. Kayak di pilem-pilem gitu. Ah, bukan maksud nyinggung lo, ya. Gue tau apa yang udah lo dan rekan-rekan agent lewatin. Dah paham gue. Tapi yang ini, beeuuhhh.."
Jinan masih asyik mengetik, mengklik sambil berceloteh ringan. Berharap bisa mengeluarkan sedikit uneg-unegnya, meredam amarah pada mereka yang bertindak kejam ini.
Si rekan tak merespon apa pun, hanya memperhatikan. Namun, seiring waktu otaknya mulai menangkap apa yang sedang dilakukan Jinan serta dari ocehan-ocehannya yang masih terus berlanjut.
"...terus ni ya, ini semua data-data emang gak boleh ada di tangan orang yang salah. Semua skema, perincian data-data, operasinya, rencana-rencana ini dan semua orang yang terlibat. Haahh, mungkin emang seharusnya dihapus aj-"
Kata-kata Jinan terhenti saat ia merasakan moncong senapan di belakang kepalanya, meski begitu dia tetap santai dan tetap lanjut dengan tugasnya.
"Sebaiknya Anda tidak melakukan tindakan aneh, saudara Jinan. Anda tidak bisa menghapuskan semua bukti ini," ucap si rekan dengan nada dingin dan datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.