Amel tampak serius bermain game dengan ponsel milik Erika. Ponselnya hancur karena kecelakaan itu dan pacarnya tidak punya uang lagi untuk membeli yang baru. 'Yah, ntar juga dapet ponsel baru', pikirnya.
Ini adalah hari keempat dia sadar setelah operasi. Dirinya pun sudah mendengar cerita Erika tentang apa saja yang terjadi, termasuk pertemuannya dengan pasangan Greshan, dan dia pun sudah bertemu dengan dua bidadari itu. Karena pemulihan lukanya cukup cepat, siang ini Amel sudah bisa keluar dari rumah sakit.
Erika yang sedari tadi bermenung di dekat jendela, menoleh pada gadisnya yang masih saja sibuk bermain. Dia lalu berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang Amel. Dengan sekali gerakan cepat mengambil ponselnya.
"Eeehhh kok diambil, sih! Aku masih main itu, mana lagi seru-serunya lagi. Balikin iiihhh," kesal Amel menjangkau ponsel itu, namun Erika menjauhkannya.
"Mel, ada yang mau aku omongin," kata Erika tenang setelah Amel menyerah dan bersedekap sambil menyenderkan punggungnya.
"Mau ngomong apa? Harus penting. Soalnya kamu udah gagalin aku lawan final boss, padahal dikit lagi menang."
Erika menghela napas melihat sisi kekanakan pacarnya ini.
"Akhir minggu ini, aku bakalan balik ke Jepang."
"Balik ke-huuhh?!?" kaget Amel.
Erika kembali menghela napasnya. Mencoba tetap tenang menghadapi gadis di depannya ini.
"Tadi malam, saat kamu udah tidur, Kak Shani dateng nemuin aku. Ketika dia tau kalo aku yang bakal donor buat istrinya, Kak Shani nyari tau soal kita. Dia sempat marah karena ternyata aku bohong soal keluarga kita. Entah gimana caranya, dia bahkan sampai tau alasan aku kabur dari rumah dan netap di sini," Erika bicara masih menatap Amel.
"Diluar dugaan, Kak Shani ternyata rekan bisnis ayahku dan mereka cukup dekat. Kak Shani menghormati ayahku sebagai seorang pebisnis yang hebat. Ketika dia tau aku siapa, Kak Shani langsung menghubungi ayah, dan akhirnya aku pun disuruh pulang ke Jepang," saat ini pandangannya turun pada kedua tangannya yang menggenggam erat selimut Amel.
"Aku gak bisa nolak lagi. Ayah bilang, ibuku sering sakit-sakitan sejak aku pergi. Aku, uh...Mel, kamu-" ucapan Erika terputus saat kepalanya kembali terangkat, mendapati wajah gadisnya sudah berlinang air mata.
"Kamu bakal ninggalin aku? Sendiri?"
"Gak-sayang, bukan itu-" hati Erika teriris perih melihat air mata kesedihan dan kepedihan itu. Tangannya yang terulur hendak merengkuh wajah itu, ditepis kasar.
"Kamu bohong, Erika. Semua janjimu buat selalu sama aku, ugh-selalu ngejagain aku, apa-uuh..." sesak sekali rasanya.
Erika menggeleng, kembali mencoba merengkuh gadisnya. Namun sayang, Amel pun kembali menolaknya.
"Jangan sentuh aku! Percuma semua janji kamu itu! Percuma kamu donor cuma buat biaya aku operasi! Percuma aku sadar kalo akhirnya, alasan aku buat bertahan malah ninggalin aku. Lebih baik aku mati aja saat kecelakaan itu! Hiks aku-ugh gak punya siapa-siapa hiks...aku sendirian. Hingga kamu datang, tapi sekarang, uuhh."
Tak tahan lagi, Erika merengkuh tubuh Amel dalam dekapannya. Pelukannya semakin erat, tak peduli pukulan-pukulan ia terima dari gadisnya ini.
"Kamu jahat, Ka. Kamu jahat!" Amel masih menangis dalam pelukan Erika. Wajahnya terbenam dalam ceruk hangat yang selalu membuatnya tenang, tapi tidak kali ini. Sesak itu semakin menjadi.
"Amel, sayangnya Erika. Udah ya, jangan nangis lagi. Aku belum selesai ngomong," Erika berusaha tetap tenang, mengelus punggung, mengecupi pundak, dan sisi kepala Amel.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Hayran Kurgubersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.