chapter 41

4.8K 374 93
                                        

#warningaja

 Shani memandang diam sang istri yang sedang makan dengan tenangnya. Memperhatikan dengan teliti setiap inchi raut wajahnya. Tak ada yang aneh, aman, tentram, damai menikmati sarapannya.

 "Sayang, gak mual lagi?" Shani tak tahan untuk tidak bertanya.

 Well, dua minggu lebih lewat sudah sejak Gracia mengalami mual dan muntah. Kini kondisinya lebih baik dan tak ada keluhan sama sekali. Ngidam pun, apa yang ia minta juga wajar saja dan tidak sampai membangunkan Shani pada dini hari. Seharusnya Shani bersyukur dan senang istrinya baik-baik saja, tapi...

 'Gue kangen nyentuh dia, astaga.'

 Yup. Saat Shani 'menyuapi' Gracia sarapan seperti biasanya, perempuan itu tiba-tiba langsung menjauhkan bibirnya pada 'suapan' pertama. Kembali memuntahkan apa yang ada di dalam mulutnya ke baskom kecil yang selalu disediakan Shani. Gracia bahkan sampai membasuh bibirnya. Shani tentu saja kaget dan khawatir, bertanya 'kenapa?'

 Ah, Shani berharap tak bertanya saja, karena jawabannya-

 "Bibir kamu pait banget!"

Bibir seorang Shani Indira Natio pait, guys! P-a-i-t. PAIT.

 Pengen pundung di pojokan kamar, but that's not her alike, right? Shani segera menguasai diri dan tersenyum getir, mencoba bersabar. 'Lagi hamil'. Tapi sepertinya bukan hanya itu saja. Saat dia berinisiatif untuk menyuapinya lagi dengan sendok, Gracia menahan tangannya dan menggeleng pelan.

 "Ganti makanannya, aku gak suka. Ntar taro aja di nakas, biar aku makan sendiri nanti. Kamu jangan masuk kamar dulu, ya. Nyium bau kamu bikin aku eneg. Ugh, aku ke kamar mandi dulu."

 Bibir pait dan baunya bikin eneg?

 Shani mengecap bibirnya sendiri dan mencium bau badannya. Sama seperti biasanya, tetap manis dan wangi, tapi kenapa...

 Beruntung 'bau bikin eneg' itu berlangsung cuma tiga hari. Selama itu pula dia tidur di kamar tamu. Tapi 'bibir pait' itu masih berlanjut sampai sekarang. Membuatnya hampir 'sakau'. Gracia memang masih nyaman dalam pelukannya, tapi itu saja belum cukup bagi Shani. Well...

 Gracia meletakkan sendoknya, mengarahkan pandangan pada Shani yang duduk di sebelahnya. Pagi ini hanya ada mereka berdua. Kebetulan Stefi diajak Hamids pergi jogging ke taman. Mungkin sekalian langsung sarapan di luar.

 "Gak mual. Kenapa?"

 Shani meneguk ludah mendengar nada jutek istrinya.

 Menggelengkan kepala, tersenyum semanis mungkin, "Gak kenapa-napa kok. Syukurlah kalo udah gak mual-mual lagi hehehe."

 Gracia tiba-tiba menatap tajam Shani, "Ooh aku tauu, kamu doain aku mual lagi trus biar bisa 'nyuapin' aku lagi, iya 'kan? Modus emang, dasar! Orang lagi kepayahan nahan mual, kamu keenakan nyium-nyium aku, sampe dilumat digigit segala. Untung gak aku muntahin langsung ke mulut kamu lagi. Dapet dari mana, sih ide kamu itu, hum? Lupa mulu aku nanyanya. Gak mungkin kamu bisa tau cara kayak begituan. Transfer makanan dari mulut ke mulut? Kamu pikir aku tu-"

Cu-

 "Pait Shani!"

 Shani refleks membungkam bibir ranum yang berceloteh panjang itu dengan bibirnya, namun sangat disayangkan. Baru juga nempel dikit, wajahnya seketika diraup Gracia dan menjauhkannya sedikit kasar. Hampir membuatnya kenjengkal dari kursi.

 "Saya-"

 "Jangan sentuh aku!"

 Shani terpaku diam menerima kemarahan Gracia. Baru kali ini ia melihat istrinya murka seperti ini. Retina indah itu menatap tajam penuh emosi padanya, juga deru napasnya yang menggebu. Benar-benar membuat nyali seorang Shani ciut.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang