chapter 29

4.2K 398 73
                                        

Vino merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap dalam diam langit-langit kamarnya. Mengulang kembali apa yang terjadi saat pertemuannya kembali dengan Gracia malam itu. Ketidak mengertian masih Vino rasakan sampai sekarang. Meski begitu, sesuai perkataannya sebelum pergi, Vino tak akan berhenti begitu saja untuk menemui Gracia lagi.

Vino berencana untuk mengunjungi kembali toko kue yang ia yakini kalau Gracia bekerja di sana. Tapi sayang, penyakit asam lambungnya malah kambuh, memaksanya untuk pergi ke rumah sakit. Saat hendak mengambil hasil pemeriksaan, dia tak sengaja bertemu dengan seorang gadis kecil.

Entah mengapa, muncul perasaan seperti ia sudah mengenal dekat gadis kecil itu. Membuat Vino tertarik dan penasaran dengannya. Apalagi melihat rona ketakutan di wajahnya,  mengingatkannya pada Gracia. Padahal dia hanya bertanya dan tidak berniat buruk.

Selain itu, ada satu hal lagi yang membuatnya penasaran ketika berada di rumah sakit. Yaitu, satu nama yang tertera di layar data base rumah sakit yang tak sengaja ia lihat ketika ia menunggu untuk mengurus administrasi.

Shania Gracia Natio.

Vino yakin, dia tidak salah membaca nama itu, meski hanya sekilas. Ingin bertanya, tapi tentunya perawat di sana tidak akan memberitahukan identitas pasien pada orang asing. Meski begitu, mengabaikan nama belakangnya, Vino memiliki perasaan kuat bahwa, itu mungkin saja benar-benar Shania Gracia-nya. Perempuan yang ia temui di minimarket malam itu.

“Kalau nama itu bener-bener kamu, Gracia, apa mungkin saat ini kamu sedang sakit? Kamu sakit apa? Astaga! Seharusnya aku kelilingi saja rumah sakit itu, meskipun ternyata nama itu bukan kamu sekalipun. Tapi, aku sangat khawatir sekali kalau kamu benar-benar sakit dan dirawat di sana,” monolog Vino gusar penuh kekhawatiran.

Vino mengusap wajahnya, kemudian bangkit dari baringannya.

“Gak, aku gak bisa tenang kalo gini terus. Aku harus mastiin, apa kamu dirawat di rumah sakit itu atau gak. Aku harus bisa nemuin kamu lagi, Gracia.”

Vino mengambil jaketnya, sekilas melirik jam yang menunjukkan pukul Sembilan malam. Pastinya waktu berkunjung sudah habis. Vino tak peduli.

Baru saja ia keluar dari kamar, bel apartemennya berbunyi, membuatnya heran akan siapa yang berkunjung malam-malam begini? Tidak mungkin Ayahnya atau Boby tahu tempat ia tinggal sekarang. Vino sama sekali tak ada kontak dengan mereka setelah ia memutuskan untuk mencari Gracia seorang diri.

Lalu, siapa yang menekan bel?

Sedikit heran dan penasaran, Vino melangkah ke arah pintu, keningnya berkerut karena tidak bisa melihat dengan jelas dari lubang intip. Mengabaikan perasaan aneh yang muncul, Vino pun membuka pintu. Alis Vino naik satu mendapati seorang laki-laki dan seorang perempuan berdiri di hadapannya dan tersenyum bersahabat padanya.

“Hi, Kak!”

--------

Di loby gedung apartemen yang sama keesokan harinya, Ghaid tergesa-gesa menghampiri meja resepsionis, diikuti Boby di belakangnya. Kedua laki-laki itu baru saja mendapat info, yang entah dari mana, memberitahukan bahwa seseorang bernama Raja Vino Alfarish tinggal di salah satu unit apartemen di gedung ini.

“Maaf, Pak. Pemilik apartemen atas nama Raja Vino Alfarish memang membeli salah satu unit di sini, tapi baru tadi malam beliau resign dan menjual unit itu,” jelas si resepsionis perempuan.

“A-apa? Lalu, lalu apa alasan dia menjualnya? Apa ada pesan atau apa saja sebelum dia menjual unit itu?” tanya Ghaid kaget. Perasaannya cemas, takut, dan penasaran akan apa yang tengah dilakukan putranya itu kini.

“Sekali lagi, maaf Pak. Beliau tidak menjelaskan kenapa menjualnya dan kami juga tidak menerima pesan apa pun dari beliau.”

Ghaid tampak terpukul dengan jawaban dari perempuan itu. Harus bagaimana lagi dia mencari Vino? Ketika ada satu saja informasi tentangnya, kenapa harus secepat ini dia menghilang lagi?

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang