chapter 30

5.3K 424 128
                                    

 Gracia kembali memejamkan matanya, merasakan tenggorokannya perih.

 "Ssha-ni, aah..., airhh."

 Shani mengerjapkan mata saat menangkap suara pelan nan parau Gracia. Tersadar, diusapnya lembut kening sang istri, lalu dengan pelan melepas masker oksigennya,

 "Jaa, sayang, tolong ambilin minum itu," pinta Shani.

 Jaa sigap turun dari tepi tempat tidur dan mengambil botol minuman yang diminta Shani. Diserahkannya pada perempuan itu lalu naik kagi ke tepi ranjang. Memandangi dan memperhatikan, betapa lembut perlakuan Shani mengarahkan sedotan ke mulut Gracia. Membantunya untuk minum.

 Setelah beberapa tegukan, bibir Gracia pun bergerak menjauh, merasa cukup. Shani kembali menyodorkan botol minum itu pada Jaa, mengembalikannya ke tempat semula.

 Gracia menarik dan menghela napas pelan. Di saat sudah merasa nyaman, seiring membuka mata seutas senyuman pun muncul di wajah cantiknya. Hatinya seketika bergetar lembut, saat bertatapan langsung dengan dua manik hitam yang dirindukan.

 "Hi, aku pulang," ucap Gracia ringan. Suaranya terdengar lancar, tak serak seperti sebelumnya.

 Perasaan Gracia sangat tenang sekarang. Meskipun masih sedikit linglung akan kondisinya kini, tapi hanya dengan pandangan penuh emosi dari perempuan itu saja, sudah cukup baginya menyadari bahwa pemilik dua manik hitam itu setia berada di sisinya selama ia 'tidur'.

 'Shani gak ninggalin aku.'

 "Selamat datang, sayang. Terima kasih sudah kembali pulang," balas Shani tersenyum senang. Perasaannya campur aduk, senang dan bersyukur tentu saja. Tapi tak bisa ia pungkiri rasa takut itu masih menghantuinya.

 Kepala Shani merunduk, mengecup lembut kening sang istri. Menjarakkan wajah, kini tangannya mengusap lembut pipi Gracia yang tersenyum menatap padanya. Melihat senyum itu, bagai air membasahi tanah yang gersang. Kelegaan menyirami hati Shani, meredam semua perasaan dan pikiran negatif yang beberapa minggu ini selalu mengganggunya.

 Syukurah, Gracia-nya sudah pulang dengan senyuman manisnya.

 "Moom..."

 Suara rengekan mengalihkan perhatian Shani dan Gracia pada putri kecil mereka. Gracia baru menyadarinya. Pandangan ibu muda itu menatap sendu wajah dan tatapan putrinya. 

 Meski sedikit gemetar dan terasa berat, Gracia memaksakan diri mengangkat sebelah tangannya yang tak diinfuse. Mengelus lembut wajah sang putri yang duduk membungkuk ke arahnya. Mengusap air matanya yang lolos membasahi pipi gembul sang putri.

 "Mom kangen Ntep. Jangan nangis, sayang. Mom udah pulang. Mom udah di sini. Mom janji gak akan pergi lagi. Sini, peluk Mom."

 Shani beranjak dari sisi Gracia, membiarkan gadis kecil itu dengan perlahan meringkuk dalam dekapan ibunya. Gracia mendekap erat sang putri dengan sebelah tangannya, mengusap-usap kepalanya, dan menciumi puncak kepala Stefi yang sudah menenggelamkan wajahnya di ceruk hangat sang ibu.

 "Hiks, Mooomm, hiks Ntep takuut, Ntep takut Mom gak bangun lagi trus ninggalin Nteepp. Ntep gak mau Mom tinggal, Ntep gak maauuu."

 Gak mungkin juga menyuruhnya untuk diam di saat seperti ini. Gracia membiarkan putrinya merengek, mengeluarkan rasa sesak, khawatir, cemas, takut, sedih dan rasa lain yang dipendam gadis kecilnya. Perasaan bersalah menaungi hatinya, menyadari betapa takutnya sang putri mendapatinya dalam keadaan seperti ini.

 "Maafin Mom, sayang. Maafin Mom," hanya itu yang bisa ia gumamkan. Kembali menciumi puncak kepala sang putri.

 Perhatian Gracia terusik, kala merasakan usapan lembut di puncak kepalanya, menoleh pada Shani yang kembali merunduk padanya.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang