Gracia tersentak dari tidurnya. Bukan karena mimpi buruk, hanya saja dia tidak bisa merasakan keberadaan lain di sebelahnya. Mata sayunya mengerjap beberapa kali, menatap bingung pada tempat tidur di sebelahnya yang kosong. Terasa dingin ketika ia raba, memberitahunya bahwa ia tidur sendirian cukup lama. Padahal masih ia ingat jelas, terlelap dalam rengkuhan hangat sang istri. Pertama kali ia tidak mendapati Shani berbaring di sebelahnya. Apalagi ini masih jam dua malam.
"Shani...?" panggil Gracia dengan suara seraknya.
Sadar tidak mendapat balasan juga tak ia dengar suara apa pun dari kamar mandi, perempuan itu pun bangkit dari baringannya. Mengusap mata dan menguap karena kantuk yang masih terasa. Gracia memaksa dirinya bangun dari tempat tidur. Hawa dingin yang menyentuh kaki telanjangnya cukup untuk membuat ia sadar sepenuhnya.
Setelah memakai alas kaki dan menyamankan tubuh menggigilnya dengan jubah tidur, Gracia pun keluar dari kamar.
Langkah kakinya melangkah pelan menuju dapur. Mengambil tebakan pertama kalau wanita itu mungkin saja tanpa sengaja malah ketiduran di sana.
"Nah, ngapain juga dia tiduran di dapur kalau punya tempat tidur senyaman yang ada di kamar? Ngantuk, ini mah...jadi bego otak gue. Eh siapa tau emang ketiduran di sana."
Sambil bergumam sendiri, Gracia pun sampai di dapur. Lampunya memang menyala, tapi matanya tak menemukan sosok yang ia cari di sana.
"Aiisshh kemana, sih? Masa' harus keliling ni rumah buat cari dia? Uuhh masih ngantuk banget la-kyaa!"
"Eh-eh, ini aku, sayang!"
Gracia yang hendak menabok orang yang dengan tiba-tiba menyentuh pundaknya segera dirangkul Shani dalam dekapannya. Sebelah tangan menahan tangan Gracia yang sudah terangkat tinggi dan satu lagi melingkar di pinggang perempuan itu. Secara refleks menariknya mendekat hingga tubuh mereka saling menempel.
"Astaga, Shani!" seru Gracia setelah sadar siapa yang tengah merangkulnya kini. Dadanya naik turun dengan jantung yang berdetak cepat akibat adrenalin keterkejutan tadi. Napasnya juga sedikit memburu. Menerpa hangat wajah Shani yang menunduk padanya.
"Sayang, kamu kenapa ada sini? Gak tidur di kamar, hm?" tanya Shani sesaat setelah ia rasa istrinya itu sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Tangan Shani yang memegang tangan Gracia yang terangkat, ia pindahkan ke bahunya. Setelahnya mengusap keringat yang sempat muncul di pelipis sang istri.
"Haahh..." Gracia melepas napas panjang sambil menunduk, lalu kembali mengangkat kepala. Wajahnya saling berhadapan dan bertatapan dekat dengan perempuan tinggi di depannya itu.
"Aku kebangun tadi dan kamu gak ada. Terus aku keluar nyari kamu, kupikir ada di dapur. Lampunya hidup, tapi kamunya gak ada."
Shani terdiam mendengarkan cerita Gracia. Menunduk perlahan dan mengecup singkat kedua alis yang berkerut itu, "Maaf bikin kamu panik. Aku sengaja bangun setelah kamu tertidur. Aku mau ngerjain beberapa berkas buat rapat nanti. Baru selesai separohnya, trus ngantuk. Mau bikin kopi, tapi aku tadi balik lagi ke ruang kerja ngambil kacamata aku. Trus malah nemuin kamu berdiri di sini sendirian," jelas Shani panjang.
Mata berbingkai kacamata itu menatap sayu wajah cantik yang berjarak beberapa inchi darinya. Hanya dengan menatapnya saja, seolah segala benang kusut yang sejak tadi mengacak isi kepalanya, menjadi lurus kembali. Merapikan setiap susunan kata dan deretan angka yang berkeliaran di pikirannya.
Gracia balas menatap sendu Shani. Mengangkat tangan yang tadi sempat mencengkram ujung baju Shani, dielusnya lembut paras bak bidadari itu. Sebelah tangannya yang menggantung di pundak Shani menekuk ke dalam, mengusap dan menekan-nekan pelan kepala bagian belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fiksi Penggemarbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.