chapter 13

6.2K 404 78
                                    

 Stefi tak henti-hentinya memuja Shani. Bergelayut manja dalam gendongan perempuan berkacamata itu. Dirinya sesekali menoel-noel, mencubit, bahkan mengecup singkat pipi Shani. Entah apa yang diceritakan istrinya itu pada putri kecil mereka ini. Membuat gadis kecil itu, sejak mereka bangun tadi, tak hentinya mengagumi dirinya.

 "Iiiih Ntep, 'kan jadi kepengen liat Shani berantem gitu. Pasti keren, deh! Aaahh Ntep ngebayanginnya kayak pangeran ngehajar orang jahat buat nyelamatin sang putri. Aaww cho cweeett..." Stefi kembali memberinya satu dekapan erat dan kecupan di pipi.

 Anak kecil dan khayalannya.

 Shani hanya bisa tertawa senang sambil tetap menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh. Mereka baru saja keluar dari lift menuju restoran untuk sarapan. Sementara Gracia yang berjalan di sampingnya hanya bisa tertawa geli melihat betapa antusiasnya Stefi memuja Shani.

 Padahal dia sendiri tidak sempat melihat bagaimana Shani berkelahi, karena menutup rapat matanya. Hanya suara-suara yang membuat bulu kuduknya berdiri ketika mengingat kembali. Juga dari cerita gadis yang ia tolong, bahwa istrinya itu dengan berani dan santainya mengalahkan berandalan itu.

 Gracia memang menceritakan insiden yang membuat mereka terlambat balik ke hotel. Bukan bermaksud untuk membohongi sang putri, hanya sedikit bumbu pemanis akan aksi heroik Shani yang menyelamatkan ibunya dan seorang gadis yang ia tolong.

 "Hee kalau Ntep mau liat Shani berkelahi, trus Shani-nya terluka, Ntep tega gitu, hm? 'Kan kasihan Shani-nya.." ujar Gracia, mencubit pelan pipi chubby putrinya.

 Stefi terdiam, kemudian melihat tangan kiri Shani yang masih diperban. Khayalannya tentang aksi hebat Shani ketika berkelahi pun langsung buyar.

 "Gaaakk! Gak mau! Ntep gak mau Shani terluka! Huft. Yaudah, Shani jangan pernah berantem lagi!" seru Stefi kembali memeluk Shani, kali ini dengan sikap posesifnya.

 Gracia hanya tersenyum manis ketika Shani meliriknya dengan satu alis terangkat. Shani lagi-lagi dibuat kagum. Betapa mudahnya Gracia mengalihkan pikiran anaknya tanpa perlu ada kata larangan, padahal Stefi menginginkan melihat dirinya berkelahi. Tentu saja ia ingin menegur ketika mendengarnya. Tapi, lihat, perempuan itu dengan mulut manisnya...

 Shani harus rajin baca buku parenting dan memperhatikan dengan seksama perbincangan ibu-anak itu, agar tak salah kata ketika ngobrol dengan Stefi.

 Keluarga kecil itu pun sampai di meja tempat mereka sarapan. Tapi ada yang berbeda. Bukan hanya Desy dan Okta yang seperti biasa menunggui keluarga kecil Shani datang. Ada tambahan dua orang lagi di meja itu.

 Stefi mengerutkan kening melihat seorang laki-laki tampan dan seorang gadis yang duduk bersama Desy dan Okta. Dia pun ingin bertanya pada Shani, tapi tidak jadi karena melihat ibunya sudah melangkah cepat menghampiri dua orang asing itu. Atau lebih tepatnya ke arah si gadis asing.

 Sepertinya jantungnya ada sedikit masalah. Seperti ada yang mengganjal. Stefi merasa aneh ketika melihat ibunya mendekap erat gadis asing itu. Menangkup dan mengelus sisi wajahnya. Entah bagaimana perasaan itu hadir dan bercokol di hatinya.

 Tidak suka. Stefi tidak suka melihatnya. Itu ibunya. Shania Gracia adalah ibunya. Hanya dia yang boleh mendapat perhatian dan kasih sayang itu. Sudah cukup lama ia bersabar. Sungguh tak ingin curahan kasih sayang itu direnggut darinya.

 Tangan mungilnya mencengkram erat kerah baju Shani, membuat perempuan itu mengalihkan perhatiannya pada gadis kecilnya. Shani menaikkan alis memperhatikan raut putrinya yang seperti menahan marah.

 "Ntep mau turun."

 "Stef-"

 "Shani, Ntep mau turun."

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang