chapter 12

6.2K 417 52
                                    

 Ingatan dan kenangan.

 Akan menyenangkan apabila kita bisa memilih untuk hanya menyimpan dan membukanya kembali untuk hal yang baik-baik saja. Dan menghilangkan yang buruk-buruk.

 Keinginan egois, memang.

 Jika saja bisa mengendalikan memori itu, Gracia sungguh tak ingin hal buruk di masa lalu muncul sekarang.

 Dia selalu mengantisipasinya, tentu saja. Karena ia sadar dan mengerti, masa lalu ada untuk masa depan. Sekeras apa pun melawan, akan percuma saja. Dia akan muncul kembali. Apalagi jika ada pemicunya. Malah akan terasa, hal itu baru saja terjadi kemarin.

 Gracia tak mengerti, seharusnya ia masih tetap fokus pada berbagai macam barang yang tengah ia lihat bersama perempuan di sampingnya.

 Tapi, kenapa manik hitamnya malah bertumpu pada satu sisi jalan. Meski dari sela-sela para turis yang berlalu lalang, bisa menangkap dengan jelas sosok seorang gadis yang terlihat tengah dikelilingi oleh beberapa orang remaja laki-laki.

 Mereka menghadang jalannya, mengganggunya. Hingga ketika gadis itu mencoba untuk melawan salah satu dari mereka yang memegang sebelah tangannya, kepala Gracia tiba-tiba berdenyut sakit.

 Jantungnya seakan berhenti berdetak untuk sesaat.

 Tak mampu ia melawan sekelebat ingatan tentang dirinya, dengan tangan yang dicengkram kuat, untuk kemudian ditarik paksa ke tempat yang gelap dan sunyi.

 Gracia melihat dirinya sendiri di masa lalu pada diri gadis itu.

 Seketika adrenalin memacu cepat darah serta denyut jantungnya. Membuatnya gemetaran dan mata terbuka lebar, ketika melihat si gadis benar-benar ditarik paksa oleh para remaja itu ke arah gedung sepi di ujung jalan.

 'Jangan-'

 Napasnya tercekat.

 Gracia tidak mengerti. Lagi. Entah bagaimana, apa karena ingatan itu, dirinya sebagai sesama wanita, rasa ingin menolongnya, atau mungkin saja instingnya sebagai seorang ibu yang tak ingin melihat anak gadisnya akan dicelakai oleh orang lain. Kemudian tanpa sadar, langkah itu sudah bergerak mengikuti.

 Dia beruntung. Ujung sepatu yang menginjak tumpukan kantong plastik, kembali menyadarkannya akan dimana ia berada sekarang. Menghentikan langkah, tepat di balik dinding, nyaris, tak tertangkap pandang oleh salah satu remaja yang menoleh ke arahnya.

 Sebelah tangannya memegangi dada, terkejut. Sebelahnya lagi, tanpat sadar memegang erat pergelangan tangan kirinya. Entah kenapa, samar, merasakan kembali tangan itu mencengkramnya erat hingga terasa menyakitkan.

 Sekuat mungkin mengatur napas yang memburu. Gracia harus cepat menenangkan diri jika ia tetap bersikeras untuk menolong gadis itu. Dia yakin, bukan tanpa alasan dirinya 'tak sengaja' melihat si gadis. Setidaknya, diantara ramainya orang yang seolah tak peduli, masih ada sebagian kecil yang peduli.

 Dan Gracia sangat ingin menjadi sebagian kecil yang peduli itu.

 Tapi sesaat kemudian tersadar. Buat apa mencoba untuk jadi pahlawan, jika dia sendiri bisa saja menjadi korban selanjutnya.

 'Gre begok! Kenapa lo gak narik Shani ikut ke sini juga!?'

 Kepalanya sedikit condong keluar, terkesiap.

 'Ck! Peduli amat. Gue udah liat dan gak bakalan gue biarin tu cecunguk gangguin gadis itu.'

 Tanpa pikir panjang lagi, Gracia memungut balok kayu tak jauh darinya dan segenap keberanian juga kekuatan yang ia punya, berlari cepat ke arah para remaja itu. Mengangkat tinggi senjatanya, sekuat tenaga menghantamkan pada pundak mereka.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang