Bab 4

7.9K 622 5
                                    

"Kau—aduh!—harus melakukan sesuatu terhadap peri rumahmu yang gila itu—"

Perlu lima belas menit untuk Zeta berhasil membuat lubang di mantra pelindung yang menyelubungi rumah Thea. Itu pun lubangnya tidak seberapa. Rambut pirang keemasan Zeta muncul di sela-sela pintu. Lalu perlahan leher, tangan dan akhirnya seluruh tubuhnya berhasil masuk ke dalam rumah Thea. Adegan itu terlihat sangat heroik, terutama untuk Thea yang tak bisa berkutik di kursi ruang makannya karena ulah Cato.

Akibat misi penyelamatan itu, gaun Zeta kusut dan rambutnya mencuat ke mana-mana, seperti habis kena sambit palu Thor. Bedanya alih-alih seperti roti panggang gosong, Zeta masih lebih mirip roti mentega yang dijejalkan paksa ke dalam tas yang penuh sesak.

Zeta mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya seperti senapan lalu menembak tali tak kasatmata yang mengikat Thea. Seketika Thea merasa tubuhnya longgar kembali. Untuk pertama kalinya setelah terikat selama 12 jam, Thea bisa menggerakkan tangannya.

Setelah bisa bergerak, reaksi Thea pertama adalah menendang kursi makan itu hingga terjungkal. Ia jengkel bukan main. Negosiasinya dengan Cato untuk bisa menggunakan sihir di rumah itu tak ada gunanya. Cato mengijinkan sihir di kamar tidurnya, tapi peri brengsek itu malah merundungnya di ruang makan.

"Kau lupa apa yang terakhir kali terjadi pada kita saat kita mencoba memberitahu semua orang soal Cato?" Thea meregangkan tubuhnya, termasuk mengeluarkan dan memasukkan sayapnya kembali. Satu jam lagi menahan derita itu, sekujur tubuhnya bisa kram. "Mereka—ugh—bilang kita yang gila—"

"Hati-hati membengkokkan tubuhmu seperti itu!" seru Zeta yang menjengit ngeri saat Thea memaksa tubuhnya melengkung ke belakang seperti menuju posisi kayang.

"Tak masalah. Kita toh tidak bisa mati lagi," Thea mengibaskan tangannya dan menuju ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia makan. Sialnya lagi, Cato tak meninggalkan apapun di sana kecuali sebatang mentimun. Thea ingin mengobrak-abrik seisi dapur, tapi dia tak ada tenaga sama sekali. Perutnya sekarang sudah seperti air yang dibiarkan mendidih terlalu lama—sebentar lagi menguap. Ia tak punya pilihan lain selain melahap mentimun itu.

"Memang tidak bisa mati! Tapi kalau kau patah tulang dan selamanya harus berjalan setengah kayang begitu, seram juga!" Zeta melemparkan gaun pesta ke atas kepala Thea yang sibuk mengunyah mentimunnya. "Pestanya akan mulai 15 menit lagi."

"Pestanya tidak akan mulai tanpa kita."

Dengan santai, Thea memakai gaun itu dan menggulung rambut coklat hitamnya di atas kepala. Gaun itu pendek dengan beberapa benang keemasan menjuntai dan menyilang di bagian dadanya. Beberapa kali Thea ingin menggunting benang itu, tapi Cato selalu bilang, "Kau bodoh, tapi bukan pelacur." Rasanya seperti ingin membakar peri itu hidup-hidup begitu mengingat kalimat itu. Sekarang peri gila itu tidak ada dan dia dengan bebas membabat habis semua benang-benang itu sampai kerah gaun itu merosot turun. Untung saja tidak sampai memperlihatkan belahan dadanya.

"Itu lebih baik," Zeta mengedik setuju pada keputusan Thea merombak gaun itu.

Thea berjalan menuju lubang yang dibuat Zeta tadi dan menjejalkan tubuhnya ke dalam lubang itu. Lubang itu seperti lubang di karet tebal. Sesak sekali untuk dilalui. Dengan susah payah Thea berhasil mengeluarkan sebagian besar tubuhnya. Tapi saat ia menarik kirinya yang masih terjebak di lubang itu, ia malah terpental dan berguling.

"Kau...baik-baik saja?" Zeta menahan tawa melihat sahabatnya terkapar di atas tanah. Tidak hanya Zeta, tapi peri-peri kebun labu di rumah sebelah juga terkikik menertawainya.

"Aku tidak ada wibawanya sama sekali jadi malaikat, eh? Mereka tidak akan berani tertawa seperti itu kalau malaikat lainnya yang terjatuh," gerutu Thea sambil membersihkan gaunnya dari noda tanah. Untung saja hari ini tidak hujan, tanahnya kering dan mudah dibersihkan.

"Sudah, sudah. Namanya juga peri kebun. Mereka selalu bergunjing," Zeta menarik tangan Thea untuk cepat-cepat pergi dari sana sebelum Thea melempar peri-peri kebun itu dan berurusan dengan majikan mereka.

Jangan lupa vomentnya ya! 

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang