Bab 14

6.4K 592 19
                                    

"Ini pesta?"

Seperti dua orang bodoh, Thea dan Zeta menganga di halaman Kastil Caera.

Alih-alih terlihat seperti sebuah pesta pertunangan, ini seperti hajatan akbar seisi negeri. Ibarat bintang yang paling terang di sebuah galaksi, Kastil Caera berpendar dengan sangat terang, jauh melebihi cahaya bangunan lain di sekitarnya. Kembang api warna-warni meletup-letup riang seperti berondong jagung yang sedang mematangkan diri, padahal belum puncak acara (pestanya bahkan belum mulai!). Peri-peri musisi terbaik di Casthea menyanyi tanpa henti di pintu masuk, sepanjang lobi, dan di ruangan utama. Thea curiga kalau mereka berhenti menyanyi, mereka semua akan berakhir di perut naga. Belum lagi makanannya yang berlimpah berbagai macam pangan terbaik di negeri itu. Berapa peri kebun yang dieksploitasi untuk menanam bahan makanan sebanyak itu?

Tunggu...

Kenapa Thea merasa dirinya terdengar seperti aktivis?

"Kalau Cato membuat gaun merah ini agar semua orang menyadari keberadaanmu dan mengarang cerita kau akan mengobrak-abrik pesta ini, peri sinting itu berhasil," bisik Zeta yang kupingnya berhasil menangkap beberapa kalimat yang dilontarkan semua malaikat yang mereka lewati sepanjang lorong.

Thea tak bisa berkata-kata lagi. Akibat kejadian di Aula Utama Elspeth minggu lalu, seisi Kastil Caera tahu kalau Thea pernah mencium laki-laki yang akan bertunangan dengan Serena malam ini. Tidak hanya itu, mereka juga tahu kalau Serena membuang Thea ke Dimia karena sudah melakukan hal bodoh itu.

Kalau bisa memilih, Thea lebih suka tidur-tiduran ditemani kacang kenarinya. Apa daya, Serena adalah pemimpin muda klan mereka. Tidak hadir di pesta itu sama saja dengan sebuah penghinaan. Dari pada harus berurusan lagi dengan gadis itu, lebih baik Thea memenuhi undangannya. Begitulah kira-kira bunyi ceramah dari Zeta saat ia berhasil menyeret paksa Thea yang hampir memanjat naik ke hammock-nya tadi sore.

Tiba-tiba Thea menghentikan langkahnya, persis sebelum belokan menuju ruang utama pesta. Ada meja kecil dengan satu pot bunga edelweiss di atasnya. Tapi bukan bunga itu yang menarik perhatian Thea, melainkan lukisan yang tergantung di dinding di atasnya. Hatinya tercekat saat melihatnya lagi setelah bertahun-tahun. Thea tak bisa berpura-pura tidak melihat lukisan itu. Lukisan itu selalu menarik perhatiannya dari pertama ia diperkenalkan pada kastil itu.

Lukisan itu adalah lukisan Carlo—anak sulung keluarga itu dan kakak laki-laki Serena. Lukisan Carlo berada pada urutan ketiga di dinding itu, persis di antara lukisan ibunya dan Serena. Carlo tampak sangat tampan dengan rambut dan mata hitam pekatnya yang diwarisi dari ayahnya. Namun, siapapun pasti dapat merasakan dinginnya senyum Carlo di lukisan itu.

Senyum itu...

"Dalam ingatanku, kau tersenyum lebih lebar dari ini," gumam Thea, bicara pada lukisan itu. Lukisan itu bukanlah lukisan sihir yang bisa bergerak. Lukisan itu lukisan biasa. Tapi entah mengapa Thea ingin sekali bicara padanya, tapi ia tahu ia tak bisa.

Bukan.

Ia tak diperkenankan lagi untuk melakukan hal itu.

Thea pernah menjadi orang yang bisa memekarkan senyum itu. Tapi ia melakukan sebuah kesalahan fatal. Sebuah kesalahan yang terlalu fatal untuk dimaafkan. Yang membuat keluarga itu tak pernah lagi bertemu dengan anak sulung mereka. Mungkin kesalahan itu juga yang membuat Serena sangat ingin merundung Thea tiap kali ada kesempatan sekecil apapun.

"Jangan kau pernah memandangi wajah kakakku lagi dengan mata hinamu itu. Atau aku akan membuatmu tak bisa melihat untuk selamanya." Suara itu membangunkan bulu kuduk Thea. Bukan karena terdengar mengerikan, tapi karena Thea tahu ada dendam, sakit hati dan kebencian yang sangat kelam di baliknya.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang