Bab 39

4.7K 488 5
                                    

Mawar Eden.

Bunga yang biasa saja, seperti bunga-bunga lainnya. Tapi entah kenapa untuk kali ini, bunga itu mendapatkan perhatian Gusta lebih dari biasanya. Ada sebuah taman Mawar Eden di dekat Kastil Hellion. Bunga-bunga di dalamnya sedang mekar merata. Kelopak putih dengan tepian merah muda menciptakan gradasi warna yang sangat indah di hamparan itu.

Tapi bukan itu yang menarik Gusta untuk diam berdiri menatapnya selama hampir 15 menit. Mawar Eden, sebuah ingatan yang abadi. Makna filosofis itulah yang sedang direnungkan Gusta. Apa yang dimaksud dengan ingatan yang abadi?

Tidak.

Lebih tepatnya, apakah ingatan abadi itu benar-benar ada? Atau semua ingatan akan menghilang pada waktunya?

"Lord Hellion, selamat pagi. Saya Pipo di sini," sesosok peri kebun tua dengan jenggot seperti Santa Claus dan pipi coreng-moreng oleh noda tanah menyapa Gusta. Tubuh peri itu sangat kecil, sampai-sampai Gusta kebingungan mencari asal suara itu.

"Ah, selamat pagi," balas Gusta yang juga memberikan senyumnya.

"Selalu tersenyum cerah, seperti mentari pagi di musim panas. Lord Hellion yang paling ramah di Casthea."

Gusta tertawa kecil menerima pujian itu. Peri kebun memang terkenal paling pintar bicara.

"Ngomong-ngomong, apa yang membuat Anda susah payah bersedia menghampiri kebun mawar kami yang kumal ini?"

Gusta menyisir cepat keadaan di sekitarnya. Ternyata yang ingin tahu jawaban dari pertanyaan itu bukan hanya peri kebun yang sedang menanyainya, tapi juga peri-peri kebun lainnya yang bersembunyi di antara rumpun mawar. Gusta harus memikirkan jawaban yang tepat. Kalau tidak, ia akan menyakiti perasaan mereka semua karena ia tahu, peri kebun sangat sensitif hatinya.

"Kumal? Ini indah sekali."

Gusta memilih jawaban yang sederhana itu. Sederhana tapi membuat semua yang ada di sana memekik kegirangan. Pujian dari seorang malaikat darah murni sangat penting untuk reputasi kebun mereka.

"Terima kasih, Lord Hellion. Tapi saya lihat, Anda termenung cukup lama. Adakah yang bisa kami bantu?"

Gusta berjongkok, mendekatkan dirinya pada salah satu mawar yang paling depan. Si peri kebun ikut terbang rendah, di samping wajah Gusta. Gusta memperhatikan dengan seksama mawar di hadapannya. Tidak terlalu besar, tapi kelopaknya sempurna. Kemudian Gusta menghirup aromanya dan tersenyum. Wangi manis mawar, ia sangat menyukainya. Wangi itu mengingatkannya akan Kastil Hellion, karena ibunya suka meletakkan mawar segar di mana-mana.

"Pipo," panggil Gusta walaupun peri kebun ada tepat di sampingnya.

"Ya, Lord Hellion?"

"Apa menurutmu, ingatan abadi itu benar-benar ada?"

"Ah," Pipo tampak berpikir keras. Ia mengusap-usap jenggot putihnya lalu mengangguk mantap. "Tuan Mudaku, kalau Anda bertanya pada saya, maka saya akan menjawab saya percaya dengan ingatan abadi. Saya tidak tahu itu benar-benar ada atau tidak, tapi saya percaya sebuah ingatan yang sangat kuat tidak akan bisa hilang begitu saja. Ingatan itu akan menyatu dengan perasaan kita."

Gusta tertegun dengan jawaban peri tua itu. Bukan hanya karena peri itu pintar sekali merangkai kata-katanya melebihi siapapun yang dikenalnya, tapi juga karena jawaban yang diberikan adalah jawaban yang mungkin paling bijak untuk pertanyaannya. "Jawaban yang sangat mengagumkan."

Pujian Gusta membuat Pipo senang bukan main, sampai peri kebun itu tak bisa berhenti menggosok hidungnya. "Ada apa gerangan Anda tiba-tiba bertanya seperti itu, Lord Hellion?"

"Aku—" Gusta bangkit, kemudian lanjut berjalan menyisiri sisi luar kebun itu, "—sedang mencari ingatan abadiku. Seseorang mungkin telah mencurinya. Seperti yang kau bilang—," Gusta membiarkan ujung jari telunjuknya menyapu lembut bagian atas kelopak-kelopak mawar eden di hadapannya, "—ingatan itu telah menyatu dengan perasaanku. Aku bisa merasakan kalau ada ingatan yang paling berharga sudah direnggut dariku."

"Ah, begitukah?" Pipo terlihat sangat terkejut sekaligus prihatin. Ia menurunkan topi tudungnya yang sudah usang, memperlihatkan bagian botak di ubun-ubunnya. "Kalau memang itu adalah sebuah ingatan yang abadi, saya rasa dia tidak mungkin hilang, Lord Hellion. Dia hanya bersembunyi di antara ingatan-ingatan lainnya."

Gusta tersenyum dengan hati yang terasa jauh lebih ringan. Ia tahu Pipo tidak bermaksud menaburkan gula di atas kalimatnya tadi, tapi Gusta benar-benar senang mendengar ia tak akan kehilangan ingatan itu. Ia tak boleh kehilangan ingatan itu. Ia tak mau hidup dengan lubang-lubang di jala memorinya seperti itu. Ia lelah meringkuk setiap malam menahan rasa rindu yang misterius itu.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang