Bab 28

5.4K 530 5
                                    

Kedua laki-laki yang tersisa di meja makan itu sama-sama menempelkan pandangan mereka pada punggung Thea dan Zeta sampai kedua gadis itu menghilang di pintu. Setelah tak ada yang diamati lagi, mereka saling menatap lalu menggeleng. Carlo mungkin bisa hanya mendengus kecil sambil menanggalkan serbet itu dari kepalanya, tapi Gusta tak bisa menahan tawanya.

"Gadis itu—Thea—selalu ajaib kelakuannya," Gusta berkata dengan sisa-sisa tawanya. Dia harus meminum seteguk air putih di gelasnya dulu agar tawanya bisa benar-benar reda.

Carlo menarik senyumnya miring dan hanya memainkan garpunya.

"Jadi, ada apa dengan kucing?" tanya Gusta masih penasaran.

"Astaga! Jangan sebut hewan itu lagi! Aku jadi jengkel bukan main," Carlo menggaruk-garuk rambutnya dengan kesal.

"Oke, oke. Aku rasa kamu perlu sofa yang nyaman dan sebotol wine. Bagaimana?"

Gusta tahu Carlo tidak akan bisa menolak tawaran wine darinya. Carlo paham benar kalau keluarga Gusta selalu punya wine terbaik di gudang bawah tanah mereka, baik itu di Dimia maupun Casthea.

Maka, Carlo pun menurut saja saat Gusta membawanya ke ruang rekreasi rumah itu. Gusta meninggalkannya sebentar dan datang dengan satu botol wine klasik di tangannya. Carlo membiarkan Gusta menuangkannya sedikit isi botol itu ke gelasnya dan mencicipi wine itu.

Baru sedikit wine itu menyentuh lidahnya, Carlo melirik Gusta dengan curiga. Dilirik seperti itu oleh Carlo, Gusta hanya mendengus geli. Tanpa peringatan, Carlo merampas botol itu dari tangan Gusta dan membaca labelnya.

"Domaine de la Romanee-Conti, 1990—kau gila ya?!"

Tawa Gusta pecah melihat reaksi Carlo saat mengetahui kalau dia baru saja menuangkan wine seharga 21 ribu Dollar Amerika ke gelasnya. Carlo tak berkedip menatap Gusta nanar dengan mulut menganga. "Kau—" Carlo tak bisa melanjutkan kalimatnya. Lama-lama dia bisa gila kalau ingat terus berapa harga wine yang ada di dalam gelasnya itu.

"Sudahlah. Kau adalah tamu agung di rumah ini. Biarkan aku menjamumu," Gusta menuang isi botol itu untuk gelasnya sendiri juga. "Lagipula, ayahku hanya suka menang lelang tapi jarang minum wine-nya."

"Nih. Baca ingatanku kalau kau mau tahu ada apa dengan kucing," Carlo menjulurkan jarinya, memberi akses pada Gusta untuk melihat memorinya tadi pagi sebagai balas budi untuk wine mahal yang disuguhkan padanya.

"Bahumu saja deh, sini."

Gusta yang merasa geli membayangkan kalau mereka berdua bersentuhan jari, akhirnya memilih untuk memegang pundak Carlo. Seperti film yang diputar ulang, semuanya jelas—mulai dari Carlo yang sedang sarapan ditarik ke kota ini oleh Ergo Pendulumnya, sampai si kucing gendut hidup lagi. Film itu lebih mirip film komedi untuk Gusta karena kini dia tak bisa berhenti tertawa.

"Sudah tertawanya! Dasar Hellion kurang ajar!" Carlo menepuk keras jidat Gusta dan mengirim mantra anti-sadap agar laki-laki itu tertawa tanpa suara. Mungkin di dunia ini hanya Gusta dan Serena yang berani menertawainya habis-habisan seperti itu.

"Tapi kau sadar tidak sih? Roh kucing itu jadi lebih gemuk dari badannya!—" Gusta tertawa lagi dan kali ini ia mementalkan mantra anti-sadap yang coba dilemparkan Carlo untuk kedua kalinya, sehingga tawanya terdengar nyaring di ruangan itu.

"Kucing itu bahkan rebutan ubi rebus dengan Kristo!" Carlo meneguk habis wine di gelasnya lalu menuang lagi untuk gelas kedua. "Oh, aku tak tahu harus percaya apalagi di dunia ini."

Butuh waktu yang cukup lama untuk Gusta meredakan tawanya. Ingatan konyol soal kebangkitan si kucing Nero tadi benar-benar membuatnya terpingkal sampai merosot dari kursinya. Tidak semua malaikat bisa menyaksikan momen langka ini berhubung Gusta selalu bersikap elegan dan santun di hadapan siapapun.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang