Bab 48

4.8K 470 5
                                    

"APA KAU SUDAH GILA?!"

Thea sampai menutupi wajahnya dengan ketakutan saat mendapati ayah Gusta lebih murka dari yang mereka kira. Tato klan Hellion di pergelangan tangannya langsung menyala merah, seperti alarm peringatan kalau sebentar lagi pria itu akan meledak. Meja makan segera dikosongkan oleh para peri rumah yang juga gemetaran menyaksikan fenomena ini.

"AKU DAN AYAHMU MENGUBAHMU JADI MALAIKAT AGAR KAU TIDAK BISA MATI! KAU MALAH MEMILIH JADI MANUSIA—MAKHLUK PALING RAPUH DI SEMESTA INI!" Octo beralih pada anak laki-lakinya. "GADIS INI PASTI SUDAH GILA!"

"Maaf..." lagi-lagi hanya itu yang bisa Thea ucapkan. Ia tak ingat apapun yang sudah terjadi dengannya jadi ia tak tahu harus membela diri bagaimana.

"INI BUKAN SALAHNYA!" Gusta menghempaskan serbetnya, lalu berdiri melawan ayahnya. "IDE BODOH MACAM APA YANG KAU CETUSKAN—MENYEGEL SENJATA SEBESAR VODARA DI TUBUH SEORANG GADIS! MASIH MAU BILANG KAU SUDAH MELAKUKAN HAL YANG BENAR?!"

Thea lebih terkejut dengan amarah Gusta yang melebihi ayahnya. Sekarang Gusta sudah mengepalkan tinjunya di bawah meja. Mungkin sebentar lagi tinju itu akan melayang ke wajah ayahnya.

Melihat reaksi keras dari anaknya, akhirnya Octo meredam emosinya dengan perlahan. Tatonya tidak menyala lagi. Ia kembali duduk di kursinya. "Kalian harus bersiap." Octo mengambil salah satu serpihan kue kering yang tertinggal di atas meja dan menyingkirkannya. "Sekarang Vodara ada di tubuh manusia, yang akan memburunya tidak hanya para iblis—tapi juga para malaikat."

Gusta tersentak. Ia menjatuhkan pantatnya ke kursinya dan wajahnya terlihat putus asa, baru menyadari celah itu. Hanya Thea yang tampak masih kebingungan. Ini menyangkut nasibnya tapi ia tak paham satu hal pun. "Kenapa? Kenapa malaikat juga—"

"Banyak alasan. Bisa jadi mereka ingin membunuh malaikat yang lain. Bisa jadi juga karena mereka tidak ingin senjata itu ditemukan," sekarang Octo mencoba menyusun batang-batang tusuk gigi. "Itu yang terjadi pada ayahmu dan semua leluhurmu. Keluargamu turun-temurun menjaga senjata itu dan selalu hidup dalam penyamaran. Tapi pada akhirnya mereka mati di tangan entah iblis atau malaikat. Sampai akhirnya kita sampai pada kesimpulan untuk menyelamatkanmu, kau harus menjadi makhluk imortal."

Thea menunduk, memandangi jari-jarinya yang gemetaran. Sampai akhirnya ada satu tangan lagi yang membungkus jari-jari itu. Gusta menggenggam tangannya dengan erat, mencoba meredam ketakutan yang menyelimuti Thea saat ini.

"Tapi—bagaimana kalau kita diam-diam saja? Tidak ada yang tahu Thea punya Vodara kan?" Gusta mencoba memikirkan kemungkinan sekecil apapun yang bisa mereka lakukan.

Octo menggeleng, menolak ide itu. Kedua mata Octo menatap Thea dengan pandangan yang penuh keprihatinan. "Gadis ini akan mati."

Kalimat itu seperti gong yang membuat otak Thea berhenti bekerja. Sekarang yang ada di pikirannya hanyalah dia akan mati, dia akan mati, dan dia akan mati. Gusta sama shock-nya mendengar jawaban ayahnya. Ia berharap ayahnya terkekeh seperti tiap kali ayahnya mengerjainya dengan berita palsu. Tapi wajah pria itu tidak berubah—berarti Thea akan mati.

"Vodara dan Agnada adalah sebuah senjata kuno yang kekuatannya sangat besar. Kita saja di Casthea memecah-mecah Agnada dan menanamnya ke hampir dua ratus benda dan makhluk—pedang, panah, busur para penjaga gerbang; kendaraan perang; kau dan teman-teman darah murnimu. Itu kenapa ada aturan darah murni hanya boleh menikah sesama darah murni—karena untuk membawa pecahan kecil Agnada saja perlu ketahanan fisik yang sangat kuat, yang tidak dimiliki para apprentice.

Sekarang gadis pujaanmu ini membawa seluruh Vodara di dalam tubuhnya seorang diri. Dia mungkin masih terlihat baik-baik saja, tapi lama-lama benda itu akan menggerogoti tubuhnya sampai habis," Octo berbicara pada Gusta seakan Thea tak ada di ruangan itu. Faktanya, Thea masih duduk di sebelah Gusta—tanpa berhenti berpikir untuk menghabisi dirinya sendiri saat ini juga. Mendengar cerita pria itu, apapun yang akan dilakukannya, dia akan tetap mati.

"Tidak, Thea. Aku tidak akan membiarkanmu mati," Gusta meyakinkan Thea setelah tak sengaja membaca isi pikirannya. Tatapan mata Gusta pada Thea bercampur antara lirih, bersungguh-sungguh, dan penuh permohonan agar Thea tak menyerah untuk mati begitu saja. Gusta pernah memeluknya yang meracau ingin mati dan ia tak ingin mendengarnya lagi. Lalu Gusta kembali beralih pada ayahnya, "Apa yang harus aku lakukan untuk melindungi Thea?"

"Sekarang kau baru menanyakan petuahku sebagai orang tua?" Octo menyentil beberapa batang tusuk gigi ke arah Gusta dengan jengkel. "Lepas segelnya. Hanya dengan begitu kau bisa mengangkat benda itu dari tubuhnya."

"Apa kau bisa melakukannya?"

"Tentu saja tidak! Kalau bisa, sudah dari kemarin kuangkat benda itu!" Octo memanggil Tora untuk meminta secangkir kopi lagi. "Hanya ayahnya yang bisa membuka segelnya."

"Dan kau bilang ayahku sudah mati kan?" Thea menggigit bibirnya. Semuanya jalan serasa berakhir buntu.

"Sudah," Octo mengangguk mengiyakan.

"Di mana dia sekarang? Manusia? Hewan? Malaikat? Atau iblis?" Apapun kelahiran kembalinya, Gusta akan bisa menemukannya. Ia tinggal ke Althalos saja kan?

Semoga bukan iblis, Thea membatin.

"Tidak semuanya."

Jawaban Octo membuat Gusta dan Thea tercengang. Apa maksudnya dengan tidak semuanya?

"Dia menolak kelahiran-kembalinya. Dia ada di tempat yang lebih buruk lagi, menghukum dirinya di Median."

"Median?"

Gusta yang juga menanyakan hal yang sama membuat Thea terkejut. Gusta tidak tahu apa itu Median?

"Median adalah dunia kehampaan. Dunia yang cair menyelubungi semesta ini, berpindah-pindah, dan tak ada yang bisa menemukan portal untuk menuju ke sana."

Thea tak bisa menahan air matanya. Apa itu berarti mereka tidak akan bisa menemukannya? Apa itu berarti ia akan mati? Apa itu berarti ayahnya akan selamanya ada di sana?

Thea merasa tubuhnya ditarik dan tak sampai sedetik, ia sudah ada di dalam pelukan Gusta. "Pasti ada cara lagi... Pasti ada cara lain..." Gusta mencoba menenangkannya lagi. Tapi kali ini suaranya goyah. Ia seakan tak yakin dengan ucapannya sendiri.

"Maaf, Lord Hellion..." Tora muncul dari samping Octo dengan secangkir kopi.

"Ah, Tora. Terima kasih kopinya—"

"Maaf sekali lagi, Lord Hellion. Apa Anda bicara soal Median?"

Mereka bertiga langsung terdiam mendengar kata itu terucap dari mulut Tora. Tak satu pun dari mereka yang berani bernapas sampai Tora melanjutkan kalimatnya.

"Kau...tahu sesuatu tentang Median?" Gusta berharap banyak dari kepala peri rumahnya.

"Iya, Lord Hellion. Kami para peri harus membuat portal kami sendiri dari Casthea ke Dimia. Saya pernah membantu Neftar dalam membuat jalur portal kami. Saat membuat jalur tersebut, salah satu yang harus kami hindari adalah bersinggungan dengan portal Median, karena kalau tidak, kamu semua akan tersedot dan tidak bisa kembali. Jadi kami mempelajari pergerakan portal Median."

"Yang benar?!" Gusta mendekatkan tubuhnya pada tubuh mungil Tora dengan wajah penuh pengharapan. "Di mana portal itu sekarang?"

Tora mengeluarkan sebuah buku kecil dari dalam sakunya yang mungil. Buku itu sangat kecil seukuran permen sehingga Gusta tak bisa membaca apa yang ada di dalamnya. Bahkan Tora saja harus mengeluarkan kaca pembesar untuk membaca bukunya yang sekecil itu.

"Anda beruntung, Lord Hellion. Setelah sepuluh tahun, akhirnya portal Median muncul kembali. Malam nanti, portal akan terbuka di Calton Hill."

Calton Hill? Itu kan hanya satu jam perjalanan dari sini! Apa ini takdir?

"Tapi—" Tora menutup buku mungil itu dan memasukkannya kembali. "—portal hanya akan terbuka selama 2 jam dari pukul 19.33 hingga 21.33. Jika Anda terlambat—" Walaupun sangat kecil, tapi Thea bisa melihat jakun Tora bergerak karena gugup. "—portal itu akan membuka lagi di Thanaterra dan tak ada yang tahu sampai kapan."

EH?!

Itu berarti kalau Thea sampai telat keluar dari sana, sudah pasti dia jadi santapan para iblis. Sepertinya ini memang takdir, tapi Thea tak tahu apakah ini takdir untuknya bertemu dengan ayahnya atau untuknya mati di tangan iblis.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang