Bab 31

5.2K 475 7
                                    

24 jam yang lalu...

"Selamat dataaang!" Isla berseru menyambut Thea dan Zeta di pintu depan Magenta Street no. 15 itu.

Thea langsung meletakkan telapak tangannya di depan wajah Isla, mencegah gadis itu memeluk mereka sebelum merevisi kalimatnya, "Yang benar itu sampai jumpa lagi." Thea berteriak girang mendengar kalimat itu akhirnya terucap juga dari mulutnya karena mereka akan meninggalkan Dimia besok siang.

Zeta bertepuk tangan menyetujui revisi kalimat dari Thea sedangkan raut wajah Isla mendadak berubah murung. "Aku akan merindukan kalian," ia merengut sambil memainkan ujung kaosnya. Kaos itu masih bertuliskan kalimat NEVER BRICK LOST yang janggal, persis kaos yang ia kenakan di hari pertama Thea dan Zeta merekrutnya—hanya beda warna.

"Aku akan sering-sering menengokimu kok," ujar Thea asal saja karena kini ia berfokus mengecek tanggal kadaluarsa semua makanan yang ada di atas meja. Ada sebotol kola yang botolnya sudah dibuka (ini mencurigakan), dua bungkus besar keripik kentang, sebotol wine murah, sebotol bir, coklat batangan, dan biskuit stik keju. Anehnya, semuanya aman. Tidak ada yang kadaluarsa. Bahkan tanggal kadaluarsanya masih lama.

"Thea bohong. Dia benci bepergian lewat portal." Thea bisa mendengar Zeta berbisik pada Isla.

"Jangan khawatir, semua makanan itu baru aku beli kok," Isla berkata saat Thea mulai menciumi pizza, pasta dan makanan berat lainnya, memastikan tidak ada yang basi. "Khusus untuk hari ini, aku rela mengeluarkan lebih banyak uang untuk membelikan semua makanan ini."

Isla mengangkat tubuh Nero yang dari tadi diam di dekat kaki Thea, menunggu Thea menjatuhkan beberapa makanan untuknya. "Jangan menempel di punggung Thea lagi ya," Isla memperingatkan kucing gendutnya sambil mengunci kucing itu di dalam kandangnya. Nero mendesis kesal sambil mencoba mencakar tangan majikannya, namun gagal.

"Itu kan uang dari kita juga," Zeta mengingatkan kalau mereka sempat memberikan Isla dua ratus poundsterling untuk mengganti semua makanan kadaluarsa di dalam lemari makanannya (dan itu berarti mengganti hampir semua isi lemari itu) agar tidak ada lagi yang mati di rumah itu.

Pesta dimulai dengan Thea membuka botol bir dan menuang penuh isi botol itu ke gelas mereka semua. Segelas bir tidak akan berdampak apa-apa, pikir Thea. Tapi ternyata ia salah. Ia tak tahu bir macam apa yang dibeli Isla untuk mereka karena walaupun baru segelas, kepalanya sudah mulai pusing dan pipinya memerah.

"Kau...yakin ini bukan whisky..." Thea yang mulai kehilangan kesadarannya setelah gelas keduanya mulai bereksperimen dengan makanannya. Ia meletakkan beberapa potong coklat di atas pizzanya, menuang saos tabasco di atasnya, lalu menggulungnya seperti kue dadar dan menggigitnya sendiri.

Bagaimana rasanya?

Tentu saja buruk sekali. Menurut Thea, rasanya lebih buruk dari perasaan bersalah sudah mencium Gusta di hadapan Serena. Maka, ia pun langsung memuntahkan isi mulutnya. Sayangnya, yang ia kira tong sampah ternyata adalah mangkuk sup. Jadi, mereka tidak bisa memakan sup ini sama sekali.

"Apa dia selalu sekacau ini kalau mabuk?" tanya Isla pada Zeta sambil melihat Thea yang sudah melepas Nero dari kandangnya dan mulai memantul-mantulkan kucing itu di udara seperti bola karet. Nero tampak sangat trauma dengan permainan itu dan bisa dipastikan ia tidak akan berani menempel di punggung Thea lagi.

"Biasanya lebih parah kok. Ini sih dia masih baik-baik saja," Zeta mengibaskan tangannya dan menuang kola ke gelas birnya yang sudah kosong. Isla dan Zeta, setelah melihat bagaimana jadinya tingkah laku Thea akibat bir tadi, langsung membuang bir di gelas mereka dan memilih minum kola yang merek minumannya lebih terpercaya.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang