Bab 11

5.8K 532 4
                                    

"Di mana ini?" Thea mengernyit mendapati mereka ada di sebuah tanah lapang di dekat Gerbang Krea. LAPANGAN BADRA—Thea membaca penunjuk jalan. Thea mendengus jengkel saat tahu kenapa mereka ada di sana.

Bagian tengah lapangan dipenuhi puluhan tentara Penjaga Gerbang. Tidak hanya Gerbang Krea, tapi juga dari Gerbang Helewys dan Cheviot. Tentara-tentara itu berbaris rapi dan melakukan berbagai gerakan latihan fisik secara bersamaan. Benar-benar sinkron. Tak ada satupun yang salah melakukan gerakan.

"Ini tidak menarik sama sekali," gerutu Thea. Ini hanya menyenangkan mata Zeta karena ini adalah pemandangan favorit sahabatnya itu.

"Paling tidak kau tidak mungkin menendang mereka kan? Coba saja kalau berani," Zeta terkikik lalu mengambil duduk dengan santai merentangkan kakinya di dekat pohon trembesi.

Zeta benar dan dia cukup pintar. Ini adalah satu-satunya yang tak berani Thea rusak dengan moodnya yang kacau sore itu. Kalau ia sampai berani mengganggu mereka, sudah dipastikan Thea tak akan ada lagi di Casthea detik itu.

"Lihat, Thea! Lihat!" pekik Zeta girang sambil menarik-narik jubah Thea saat seisi pasukan mulai melakukan push up. Tubuh kekar mereka membentang dan mengencang, menonjolkan otot-otot yang—Thea jujur tak tahu apa yang sahabatnya sukai dari pemandangan ini. Ini adalah eksplotasi fisik, menurut Thea.

Setelah selesai melakukan push up, salah satu komandan pasukan memberi aba-aba. Langsung saja seisi pasukan mematung seperti manekin, membuat Zeta sedikit kecewa. Thea, sebaliknya, bertanya-tanya siapa yang bisa membuat mereka semua terdiam seperti itu.

Kemudian hati Thea mencelos saat menyadari sosok yang menjawab pertanyaannya itu. Gusta berjalan masuk dan berdiri menghadap mereka semua. Berbeda dengan pasukan-pasukan itu, Gusta tampak santai dan tenang—tapi sangat disegani.

Thea melihat bibir Gusta bergerak, tapi tak bisa mendengar apa yang dikatakannya. Walaupun Thea menggunakan pendengaran malaikatnya, tapi tak ada yang berhasil ditangkap telinganya. Sepertinya Gusta memberi proteksi agar apa yang diucapkannya tidak terdengar oleh siapapun. Thea tahu klan Hellion mengepalai semua malaikat perang di Casthea dan Gusta adalah pemimpin muda mereka. Tapi tak biasanya para petinggi Hellion muncul di kegiatan remeh seperti ini.

Ada apa? Apakah ada sesuatu yang gawat? Apa yang Rufus katakan itu benar? Bahwa iblis-iblis di Thanaterra semakin kuat? Apa yang terjadi dengan semua dunia kalau hal itu sampai benar-benar terjadi? Apa mereka semua akan berubah menjadi iblis karena mereka tidak bisa mati? Lalu bagaimana dengan Agnada dan Vodara? Apa kedua senjata itu benar-benar ada? Semua pertanyaan itu menyerang pikiran Thea seperti senapan mesin.

Sampai akhirnya Thea berhenti berpikir bersamaan dengan Gusta yang berhenti bicara. Selama beberapa detik Thea mengira laki-laki itu sudah selesai urusannya dan akan pergi. Tapi tiba-tiba saja, wajah Gusta bergerak, menoleh ke arah Thea dan Zeta—langsung menyadari keberadaan mereka.

Panik dipergoki seperti itu, Thea menarik tangan Zeta berniat membawanya terbang pergi dari sana secepat mungkin. Namun, Zeta yang belum siap justru menahan tubuh Thea seperti jangkar. Kepanikan Thea untuk tetap memaksa menarik tubuh sahabatnya itu membuat mereka berdua terpental seperti dilontarkan ketapel. Mereka melayang melintasi lapangan, jatuh menghantam tanah berbatu dan berakhir terseret sejauh beberapa ratus meter.


Jangan lupa voment yaa!

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang