Berkutat di antara reruntuhan genteng, Isla punya sedetik untuk menciptakan bantalan raksasa dari udara agar tubuh mereka tidak remuk saat menghantam lantai. Tapi ternyata bantalan yang ia ciptakan terlalu lentur. Dengan kecepatan jatuh yang seperti itu, bantalan itu justru memantulkan mereka keluar menerobos jendela kaca seperti trampolin. Mereka berakhir mendarat di samping tumpukan kayu-kayu bekas, dekat kubangan yang baunya busuk bukan main.
"Aku sedang tidak ingin bermain-main."
Jantung Thea rasanya mau copot saat itu juga melihat Sang Raja Iblis sudah berdiri di sana sebelum mereka berhasil bangkit. Iblis itu mengangkat tubuh mereka berdua dan membuat leher mereka tercekik. Tiba-tiba Malphas melepas cekikannya, melempar tubuh Isla dan Thea hingga menghantam tanah untuk yang kedua kalinya.
"Aku ralat ucapanku tadi." Malphas menyeringai melalui bibir Zeta. "Aku punya permainan yang lebih menyenangkan."
Sial! Apa yang sedang direncanakan iblis ini di kepalanya?
"Bunuh dia."
Instruksi Malphas membuat wajah mereka berdua pucat pasi. Thea mencoba memastikan dengan kepalanya. Apa iblis itu baru saja menyuruhnya membunuh Isla?
"KUBILANG BUNUH DIA!"
Bersamaan dengan raungan Malphas, tubuh Thea terangkat kembali di udara. Dengan sendirinya Thea merasa tubuhnya melengkung ke belakang. "AAAAAA!!!" Thea menjerit saat tulang dan sendinya ditarik paksa. Ia merasa tak lama lagi satu per satu tulang-tulang punggungnya akan terlepas satu per satu.
"Tidak—mau—"
Walaupun dalam keadaan seperti itu, Thea tetap menyuarakan penolakannya. Lebih baik ia mati daripada harus membunuh Isla.
"Sudah kuduga."
Suara Malphas tiba-tiba berubah santai. Ia melepaskan lengkungan tubuh Thea tapi tetap membiarkan Thea melayang. Ia bisa melihat Isla di bawahnya, menangis ketakutan dengan tubuh menempel di dinding, tak berani berkutik. Thea tak pernah merasa perubahan sikap iblis ini sebagai suatu tanda yang aman. Thea tahu, Malphas pasti punya rencana yang lebih keji.
Benar saja.
Tak lama kemudian Thea bisa merasa ia mendengar derapan langkah dan kepakan sayap. Pasukan iblis Malphas datang—terbang melayang dengan sayap kelelawar mereka. Thea tak pernah melihat iblis sebelumnya. Ia tak tahu kalau perawakan mereka benar-benar semengerikan itu—tubuh kurus bungkuk, jari-jari dengan kuku lebih tajam dari kuku para hewan predator, wajah kisut, mata tanpa kelopak mata, dan gigi-gigi yang tajam seakan semuanya adalah taring. Mereka mirip dengan makhluk mengerikan yang Thea lihat di dalam Median. Hanya saja sayapnya berbentuk kelelawar dan tidak ada paruh burungnya.
Tapi bukan itu bagian yang paling menakutkan.
Para iblis itu terbang mengawal puluhan manusia di bawah mereka. Para manusia sudah termakan sihir hitam para iblis. Mata mereka hitam pekat seperti mata Zeta sekarang, juga ada urat-urat yang menghitam di sekujur tubuh dan wajah mereka. Mereka berjalan seperti robot menghampiri Sang Raja Iblis, lalu dengan serempak bersujud di bawahnya.
"Kalau kau tidak mau membunuh malaikat bodoh di hadapanmu itu, maka iblis-iblisku akan menghabisi manusia-manusia ini. Berita buruknya lagi adalah bukan hanya manusia yang ada di sini yang akan mati—tapi juga semua manusia di seluruh dunia yang hatinya sudah menghitam. Mereka akan mati dalam waktu yang bersamaan."
APA?!
Thea ingat betul bagaimana ia menyaksikan orang-orang di London yang hatinya sudah menghitam. Sekarang ia harus membayangkan keadaan itu di kota-kota lainnya—lalu membayangkan mereka mati secara bersamaan. Tidak! Jeritnya dalam hati. Ia tak bisa melakukan hal itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Immortal Apprentice
Fantasy[TAMAT] Thea adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium pacar Serena - pemimpin klannya sendiri. Serena pun murka. Ia melempar Thea ke Dimia (dunia manusia...