Bab 23

5.4K 495 4
                                    

Kota Edinburgh tak pernah seindah ini.

Pemain musik jalanan di sudut George Street, memainkan satu lagu balad hasil daur ulangnya sendiri. Jemarinya memetik gitar, menyombongkan kemampuan musiknya yang di atas rata-rata pemusik jalanan lainnya. Sesekali ia berhenti memetik gitar untuk meniup harmonikanya. Di antara orang-orang yang menyaksikannya, ada seorang gadis. Dari jaket yang digunakannya, terlihat bahwa gadis itu mahasiswi Edinburgh University. Bukan musiknya yang membuat gadis itu berhenti dan terkikik kecil, melainkan ekspresi si pemusik jalanan yang matanya kadang setengah terpejam tiap kali memainkan bagian yang disukanya.

Banyak orang yang lalu-lalang, tapi gadis itu tetap di sana. Hampir satu jam dia berdiri menyaksikan pertunjukan musik teatrikal itu, masih saja ia terkikik. Sampai akhirnya gadis itu menjadi satu-satunya penonton. Si pemusik menanyakan nama gadis itu. Gadis itu tampak kebingungan, tapi tetap memberitahu namanya. Kemudian si pemusik memainkan satu lagu cinta dan mengganti nama perempuan di lagu itu dengan nama gadis itu.

Beberapa kilometer dari sana, di kedai kopi, ada seorang perempuan duduk dengan telinga tersumpal earphone. Jemarinya yang kurus mengetik cepat di keyboard laptopnya. Sesekali matanya membesar atau mendekap mulutnya tertawa tanpa suara. Ia benar-benar seperti ada di dalam kubah transparan, asyik dengan dunia virtualnya. Di layar komputernya, ada laki-laki yang menjadi penyebab semua tingkah laku itu.

Spiro182: Tadi pagi aku lari keliling taman. Semua orang melihatku dengan kening mengerut.

LadyQ: oh ya?

Spiro182: Aku kira orang-orang sudah mulai tidak sopan di bumi ini. Tapi aku baru sadar...

LadyQ: sadar kenapa?

Hening. Tidak ada balasan.

LadyQ: halo?

LadyQ: halohalohalo

Gadis itu mulai kelimpungan. Untung saja beberapa detik kemudian, ada notifikasi laki-laki itu mulai mengetik lagi.

Spiro182: Maaf. Aku baru saja mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan cerita ini.

LadyQ: Memangnya separah apa?

Spiro182: Janji kau tidak akan tertawa?

Lady Q: Janji.

Spiro182: Baiklah. Tadi pagi aku tidak sadar...kalau aku berlari masih memakai piyama dan sandal tidurku.

Tawa meledak dari meja itu. Tak perlu sedetik untuk perempuan itu langsung melanggar janjinya.

Spiro182: Apa kau tertawa?

LadyQ: Tidak.

Spiro182: Aneh. Seperti kebetulan, ada perempuan di dekatku yang tertawa begitu aku membeberkan aibku tadi.

Gadis itu merasa seperti habis menelan timah panas. Jantungnya serasa kehilangan setengah ketukan. Apakah...

Spiro182: Aku ingin memastikan satu hal. Dalam hitungan ketiga, kita akan mengirim lokasi kita masing-masing.

Gadis itu menarik napas sebanyak tiga kali sebelum akhirnya mengetik lambat-lambat: oke.

Spiro182: 1... 2... 3!

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang