Bab 27

5K 540 7
                                        

Meja makan malam itu mendadak jadi mimpi buruk para peri rumah di Hellion Manor. Tak sekalipun terbesit di pikiran mereka kalau Tuan Muda dari klan Caera yang juga sahabat kecil dari tadi Tuan Muda mereka sendiri akan duduk kembali berhadapan untuk yang pertama kalinya setelah 6 tahun.

Peri-peri itu berseliweran dengan gugupnya menyajikan semua hidangan terbaik yang bisa mereka sajikan di rumah itu. Saking takutnya mencoreng nama baik Hellion Manor, bahkan ada peri yang sudah mengangkat sup Thea tiga kali hanya karena sudah mulai dingin. Padahal Thea tak keberatan dengan sup dingin itu. Lagipula, dinginnya sup itu bukan karena salah mereka tapi karena hawa canggung di meja itu yang membuat tak satupun dari mereka berani menyentuh makanan yang terhidang.

"Apa kabar Althalos?" Gusta menjadi yang pertama memecah keheningan itu.

"Sibuk. Selalu," jawab Carlo pendek sambil mulai menyendok saladnya.

Gusta ikut mulai mengambil makanan di atas meja. Thea dan Zeta yang awalnya ragu, setelah melihat Gusta juga mulai makan, akhirnya mereka berani menggerakkan tangan mereka. Thea menghela napas lega karena tangannya sudah kebas karena mematung terlalu lama.

"Ngomong-ngomong, ada urusan penting apa yang membuatmu jauh-jauh datang ke kota ini?"

Carlo berhenti menggerakkan garpu dan pisaunya, lalu melemparkan tatapan dingin dan jengkelnya pada mantan calon istrinya itu. Dilirik seperti itu, Thea cepat-cepat mengunyah apapun yang bisa ia masukkan ke dalam mulutnya. Paling tidak kalau ia kena marah, perutnya sudah kenyang duluan.

"Bukan urusan penting kok. Nanti saja aku ceritakan—"

"Penting! Menghidupkan kucing itu sangat penting untuk kelangsungan hidup kita berdua!" protes Thea. Ia sudah tak tahu lagi bagaimana membuat Carlo percaya kalau perkara yang diciptakan adiknya itu adalah masalah yang serius untuk hidup mereka.

"Dia hanya kucing! Kucing gendut, malas, dan rakus! Biarkan saja kucing itu mati dan ancam majikannya agar tetap mau bekerja untukmu!"

"Aku bukan preman—aduh!"

"Diam!" tegur Zeta sambil menginjak keras kaki Thea di bawah kursi. Kalau begini terus, lama-lama mereka bisa diusir juga dari Hellion Manor.

Gusta yang dari tadi mengamati keadaan di meja itu masih tak paham apa yang sebenarnya terjadi. Maka ia pun mencoba memilah pembicaraan itu satu per satu. Dimulai dari manusia yang bekerja untuk Thea.

"Kalian mempekerjakan seorang manusia untuk membantu kalian?"

Thea dan Zeta mengangguk.

"Manusia indigo?"

Mereka mengangguk lagi.

Gusta mengangkat kedua alisnya dan matanya melebar. "Itu adalah ide paling brilian yang pernah ada!"

Mendengar pujian itu, Thea dan Zeta langsung nyengir lebar. Tapi senyuman itu langsung runtuh saat Carlo menyambar dengan ketus, seperti keahliannya—mengacaukan suasana. "Brilian? Itu melanggar aturan."

"Kau ini—" Thea sebenarnya sudah bersiap melempar satu bola api ntuk menyambar jambul Carlo, tapi Zeta bersikeras menarik tangannya.

"Thea, lihat! Thea!" Zeta mengguncang tubuh Thea, kali ini benar-benar ada yang mau ia tunjukkan. "Isla sudah menulis 49 cerita cinta untuk kita! Dia menepati janjinya!"

Mendengar hal itu, amarah Thea langsung meredam seketika. Ia mencoba melihatnya sendiri dengan mata malaikatnya dan ternyata yang dikatakan Zeta benar. Gadis itu sudah memenuhi perkamen mereka dengan 49 cerita cinta. "Itu berarti kita tinggal memasukkan nama-nama manusia yang harus kita jodohkan? ASYIIIIK!"

Tak peduli kalau di meja itu masih ada Gusta dan Carlo, mereka berdua menjerit dan melonjak kegirangan. Thea mengambil semua makanan di atas meja masing-masing sesendok lalu melahapnya dengan cepat. Sangat cepat sampai-sampai membuat kedua laki-laki itu takjub.

Domba panggang, roti bawang putih, pasta, puding... Gusta mencoba menghitung apa saja yang sudah ditelan Thea dan masih tak percaya bagaimana gadis itu bisa menelan semuanya secepat itu. "Pelan-pelan, Thea," Gusta memperingatkan, khawatir gadis itu tersedak.

Thea meneguk jus di depannya untuk melancarkan makanan-makanan itu turun ke lambungnya, lalu berkata, "Aku mau cepat-cepat tidur. Tak sabar menunggu hari besok dan besoknya lagi, untuk kembali ke Casthea—" Thea tiba-tiba beralih ke arah Carlo. Ia menunjuk ke batang hidung Carlo, lalu berseru, "Masa bodoh dengan adikmu! HAH!"

Thea menutup makan malamnya dengan melempar serbetnya hingga mendarat tepat di kepala Carlo, lalu berlari meninggalkan meja makan itu menuju kamarnya di lantai atas. Zeta membungkuk gugup undur diri ke hadapan dua Tuan Muda itu, lalu ikut lari di belakang Thea.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang