Thea!
Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri sampai melupakanmu selama enam bulan ini! Di mana dirimu, Thea? Ke mana aku harus mencarimu?
Gusta membatin dalam hatinya selama perjalanannya terbang menuju Kastil Caera. Ia terbang secepat yang ia bisa, berlomba dengan Pegasus di atas kepalanya. Walaupun kastil itu sudah terlihat dari jarak pandang matanya, tapi Gusta tak punya keinginan untuk mengurangi kecepatannya. Ia tetap terbang dengan kecepatan yang sama, hanya menjulurkan kakinya bersiap menjebol pintu utama kastil itu. Ia tidak punya waktu lagi untuk mendarat dan masuk secara baik-baik sesuai norma kesopanan yang berlaku di Casthea.
Pintu kastil menjeblak dengan bunyi yang sangat keras. Para pengawal sudah bersiap mengacungkan pedang mereka pada si pendobrak, tapi saat melihat kalau itu Gusta yang meluncur masuk, mereka pun kebingungan.
"CARLOOO!" teriakan Gusta terdengar menggema di ruang utama Kastil Caera. Ia tak bermaksud membuat kesan sedang ingin buat perhitungan dengan Tuan Muda mereka, tapi ia perlu pria itu muncul di hadapannya sekarang.
"Gusta? Kenapa teriak-teriak?" Carlo muncul dengan wajah kebingungan. Sepertinya dia baru bangun tidur siang. Matanya bahkan belum membuka penuh.
Hal itu semakin membuat Gusta murka. Bagaimana bisa Carlo tidur siang dalam kondisi seperti ini? Gusta memerlukannya benar-benar sadar untuk mendengar apa yang akan ia katakan.
"Gusta, sayang. Ada apa sih?" Serena ikut muncul menyusul kakaknya.
Gusta tidak menjawab dan hanya menatap penuh kebencian pada wanita itu. Ia sekarang ingat kalau Serenalah yang melakukan ritual troca scarta untuk menukar jiwa Thea dan Isla waktu itu. Apapun alasannya, Gusta tidak mau tahu. Karena menurutnya, semua ini tidak akan terjadi kalau Serena menolak permintaan Thea.
"THEA! KAU INGAT THEA?!" Gusta mengguncang keras tubuh Carlo. Carlo masih menampakkan ekspresi bingung yang sama. "BAGAIMANA KAU BISA TIDAK MENGINGAT APAPUN SAAT KUSEBUT NAMA WANITA YANG HAMPIR MENJADI ISTRIMU?!" raung Gusta, kesabarannya sudah menipis.
Ternyata perlu teriakan seperti itu untuk membuat mata Carlo semakin membuka lebar. Walaupun Carlo masih mencoba untuk mengingat, paling tidak sekarang Gusta mendapatkan perhatiannya penuh.
"Menjadi istrinya?!" Serena mencoba menarik tangan Gusta dari kakaknya. "Gusta, apa kau sehat-sehat saja?—"
"Diam, Serena." Desisan Gusta membuat wajah Serena shock bukan main. Gusta tahu Serena lupa apa yang sudah dilakukannya pada Thea, tapi justru itulah yang membuatnya semakin murka. Bagaimana wanita ini bisa lupa begitu saja setelah merenggut Thea dari ingatan mereka semua?
"Gusta, coba jelaskan pelan-pelan—"
Tak perlu penjelasan panjang lebar. Gusta hanya perlu mencengkeram kepala Carlo lalu membuka semua ingatannya tentang Thea. Sekarang Carlo mengalami reaksi yang sama dengan yang Gusta alami di rumah Crystal tadi. Melihat hal itu, Gusta bisa sedikit lebih lega. Thea sudah perlahan kembali ke ingatan sahabatnya.
"THEAAA!"
Carlo seperti singa mengamuk di ruangan itu. Ada rembesan api di sekitarnya saat ia membungkuk mencengkeram rambutnya sendiri sambil mengulang meneriakkan nama itu. Para peri rumah dan penjaga di kastil itu sampai gemetar melihat apa yang sedang terjadi pada majikan mereka. Mungkin mereka takut Carlo akan meledakkan kastil itu.
"KAU!" Sekarang Carlo beralih menunjuk adik perempuannya. Matanya merah dan basah, suaranya masih lantang. "APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA THEA?!" Carlo mendorong tubuh Serena, meluncur hingga menghantam dinding kastil itu dengan sangat keras. Kedua tangannya sekarang sedang mencekik leher Serena, membuat para peri rumah yang menyaksikan itu menjerit ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Immortal Apprentice
Fantasy[TAMAT] Thea adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium pacar Serena - pemimpin klannya sendiri. Serena pun murka. Ia melempar Thea ke Dimia (dunia manusia...