Bab 37

5K 458 7
                                    

Gusta tak tahu apakah kakinya melangkah di atas tanah atau ia sedang melayang. Sudah lama dia tidak bisa merasakan kakinya menapak di tanah. Langkahya selalu gontai, seperti hari ini—saat ia berjalan di sebelah Serena menyusuri taman di sisi luar Kastil Caera.

Enam bulan.

Gusta menghitung, sudah enam bulan ia merasa keanehan ini. Tiap hari ia kehilangan tenaga dan keinginannya untuk bahkan sekedar membuka matanya di pagi hari. Pikirannya sering lenyap entah ke mana. Satu detik ia memikirkan sesuatu, detik kemudian ia mendapati tatapannya kosong—seakan pikirannya balik menantang bertanya apa yang harus ia pikirkan.

Orang-orang di sekitarnya bukannya tidak sadar soal keadaannya yang aneh itu. Serena dan ibunya begitu khawatir hingga mencoba menyembuhkan Gusta dengan berbagai mantra dan ramuan. Sayang sekali hasilnya selalu sama—Gusta dikatakan baik-baik saja. Gusta menolak mempercayai diagnosis itu. Ia tahu ada sesuatu yang salah pada dirinya.

Semuanya dimulai dari enam bulan yang lalu.

Pagi itu ia terbangun dengan tubuh kesakitan dan rasa lelah yang luar biasa. Rasanya tubuhnya hampir hancur dan tenaganya terkuras habis, tapi ia tak ingat apa-apa soal hari kemarinnya sama sekali. Bukankah itu saja sudah aneh? Gusta mencoba bertanya pada Serena sebagai seseorang yang paling sering bersamanya. Awalnya Serena bilang tidak tahu, tapi karena Gusta terus bertanya, Serena akhirnya menjawab kalau Gusta mabuk berat waktu itu. Entah memang benar atau jawaban itu hanya untuk membungkam Gusta.

"Kau yakin aku mabuk waktu itu?"

Hari inipun Gusta menanyakan hal itu. Seperti yang Gusta duga, Serena memutar bola matanya dengan jengkel. "Pertanyaan itu lagi? Harus kujawab apa hari ini?" Serena balik bertanya, nadanya ketus.

Rasa bersalah langsung muncul di diri Gusta. Wajar Serena jengkel. Gusta menanyakan pertanyaan itu dua hari sekali. Tak ingin merusak hari pacarnya, Gusta kemudian merangkul pundak Serena dan mengecup pipinya. Pemandangan itu membuat para apprentice yang kebetulan sedang ada kelas pengenalan di Kastil Caera memekik girang.

"Kau membuat mereka iri. Aku suka," Serena mencubit pipi Gusta.

Gusta hanya tersenyum kecil. Sekarang senyumnya cuma bisa sebatas itu. Entah karena otot bibirnya jadi kaku belakangan ini atau dia memang tidak suka Serena menggunakannya sebagai alat untuk menaikkan popularitasnya.

Kemudian matanya menangkap sesuatu yang lebih aneh dari pertanyaannya.

"Apa itu Carlo?" Gusta memicing, mencoba memastikan sosok yang duduk di paviliun sayap timur kastil itu. Carlo di Casthea? Untuk apa? Bukankah seharusnya dia di Althalos?

"Iya, itu dia. Baru tiba kemarin. Katanya ia mau berhenti sejenak dari pekerjaannya di Althalos," Serena membuat datar suaranya, sengaja menunjukkan kalau dia tidak suka kakak laki-lakinya menyeruak menjadi topik di kencan mereka siang itu.

"Oh ya?" Gusta menunjukkan reaksi sebaliknya. Ia tampak sangat tertarik dengan alasan Carlo ada di Casthea sekarang. "Bukankah katanya dia menyukai pekerjaannya di Althalos?"

"Dia hanya membual! Memang ada yang suka tinggal di Althalos?—Gusta!"

Serena menendang tanah dengan gusar karena kini Gusta meninggalkannya untuk menghampiri kakaknya. Setelah satu minggu yang sangat sibuk, akhirnya mereka dapat waktu untuk dihabiskan berdua saja. Tapi sekarang Carlo tiba-tiba muncul dan Gusta selalu meninggalkan Serena kalau ada Carlo. Apa seharusnya Carlo yang pacaran dengan Gusta saja?

"Carlo? Hey!" sapa Gusta. Tangannya menepuk keras bahu sahabat sekaligus calon kakak iparnya.

"Ah, kau," Carlo hanya mengatakan itu lalu ia mengacuhkan Gusta begitu saja—kembali termenung menatap dinding bata pembatas serambi itu, seakan dinding itu adalah pemandangan yang sangat indah untuknya.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang