Bab 61

6.8K 532 40
                                    

Tak jauh dari sana, muncul pusaran hijau yang semakin lama semakin besar. Dua sayap malaikat muncul mengintip lalu menampakkan seluruh tubuhnya. "Maribelle! Kembali!" Ibu Gusta terbang keluar dari portal itu mencoba mengejar anak balitanya, diikuti Neftar dan Cato yang tadi membantu memindahkan portal peri itu ke sana hanya untuk mereka.

Maribelle tak mengidahkan panggilan ibunya dan terbang melesat meninggalkan ibunya untuk menghampiri kakak laki-lakinya. "Gusta!"

Teriakan Maribelle membuat Gusta menoleh. Ia terkejut bukan main mendapati Maribelle tiba-tiba ada di sana. Tapi matanya yang masih basah dan tenggorokannya yang tercekat seperti mencegahnya berkata apapun.

"Gusta..." Maribelle mengerem terbangnya dan mendekat dengan takut-takut. "Gusta...menangis?"

Gusta mencoba sekuat tenaga untuk tersenyum demi membujuk Maribelle pergi dari sana, tapi terlambat. Maribelle sudah melihat tubuh siapa yang terbaring di sana lebih dulu. "THEAAA!" Maribelle menjerit lantang, persis kakaknya.

Teriakan Maribelle menyadarkan Cato, siapa yang sedang ditangisi semua malaikat di sana. "ANAK BODOH! BUKA MATAMU!" Cato menyusul Maribelle mengerubungi tubuh Thea langsung menampar-nampar wajah gadis itu. Tapi Thea tak balas mengutukinya seperti yang dulu selalu terjadi. "JANGAN KAU MELARIKAN DIRI DARIKU DENGAN CARA BEGINI!" Air mata mengalir deras dari kedua mata Cato. "Anak bodoh! Thea bodoh! Buka matamu!" racau peri itu.

"Maribelle, ayo pulang. Ini berbahaya—"

Ibu mereka mencoba menarik tubuh Maribelle dari sana, tak ingin anak bungsunya menyaksikan pemandangan menyedihkan ini. Tapi Maribelle tak berhenti meronta dan itu membuat wanita itu semakin susah menahan tubuhnya. Akhirnya wanita itu menyerah dan membiarkan Maribelle memeluk tubuh Thea di sebelah Qilda.

"THEAAAAAA!" Malaikat kecil itu menangis lantang. "THEAAA BANGUUUUN!"

Suka di hati sang malaikat kecil, memanggil semesta, ikut bernyanyi bersamanya.

Duka di hati sang malaikat kecil, mengusik semesta, ikut menangis bersamanya.

Isi sajak kuno itu menjadi kenyataan. Tanpa disadari, tangisan Maribelle membangunkan tangis seisi semesta. Langit berubah menjadi lembayung, menyiratkan dukanya. Terdengar suara pedih dari semua binatang yang mengangat kepalanya. Angin bertiup seakan membangunkan pohon dan tumbuhan untuk ikut bersenandung pilu.

Ada gerumulan sinar mirip kunang-kunang yang keluar dari tubuh mereka semua—dan dari penjuru arah lainnya. Sinar itu berkumpul di atas tubuh Thea, berputar-putar di sana.

Hanya berputar.

Tidak seperti saat Thea memberikan hidup abadinya pada Isla, kali ini sinar itu tidak meresap masuk ke dalam tubuh Thea. Ada apa? Semua malaikat yang ada di sana bertanya-tanya. Apakah kunang-kunang itu tak bisa menemukan tubuh yang harus diisinya? Apakah tubuh Thea benar-benar hanya sisa selongsong kosong?

Gusta merosot. Ia sudah kehabisan tenaga untuk menangis. Tapi dadanya sesak kembali saat menyaksikan Maribelle masih terisak kencang di atas tubuh Thea. Kali ini adik kecilnya memukul-mukul perut Thea, memaksanya bangun. "Maribelle..." Gusta mencoba menarik Maribelle menjauh dari tubuh Thea.

"THEAAA!!!" Di bawah kerumunan kunang-kunang, Maribelle meronta sekuat tenaga, tidak mau melepaskan pegangannya dari ujung baju Thea.

Gusta tak tahu bagaimana harus mengatakan pada adiknya kalau Thea tidak akan membuka matanya untuk selamanya. "Ayo, pergi. Kasihan nanti Thea kedinginan di sini." Terdengar payah, tapi hanya itu yang bisa ia katakan.

"THEAAA!!!"

Gusta menoleh kaget. Kali ini Carlo yang melolong memanggil nama Thea seperti adiknya. Pemandangan ini membuatnya semakin bingung. Bukankah tadi Carlo sudah berhenti menangis? Apa yang harus ia katakan pada sahabatnya agar mereka bisa beranjak dari sana? Sekarang ia punya dua orang untuk ia tenangkan. Tentu saja Carlo tidak akan menerima omong kosong seperti nanti tubuh Thea akan kedinginan.

The Immortal ApprenticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang