37

1.2K 45 3
                                    

Materi demi materipun berlalu.
Today lesson is completed akhirnya mbak-mbak yang wajahnya masih belum dikenali itu berbunyi lagi. Aku mengemasi buku yang berceceran di mejaku, dan sumpah serapah tas gede yang biasa aku bawa sampai bungkuk kosong karena semua buku ku ada di meja. Dan lagi, aku heran mengapa si Octa makhluk yang nyebelin tapi ngangenin itu belum datang juga. Kemudian aku berjalan di koridor sekolah.

Aku menoleh ke belakang berharap Elios datang dan ternyata...
"Baaa- aaaa" makhluk yang tidak kuharapkan ini baru datang.
"Kamu ngapain" aku berkata dengan ekspresi yang datar pasalnya aku sudah sadar bahwa sedari keluar kelas ada seseorang yang mengikutiku.
"E-emm, tadinya gua mau ngagetin lu" Octa menundukkan kepalanya dengan ketakutan seperti baru ditanya guru killer.
"Hahahahaha, ekspresi lu geli banget Ta sumpah" aku tertawa terbahak-bahak melihat wajah Octa yang super duper aneh. Octa hanya terdiam dan menunduk.
"Btw, tas mu mana Ta?" Tanyaku yang baru sadar bahwa Octa tidak menggendong tas yang isinya buku-buku Korea di punggungnya.
"Gua ada urusan ekstra pramuka, lu balik sama Elios aja ya?"
"Kok kamu nggak bilang sih Ta?"
"Ya sorii, gua baru disuruh tadi sih"
"Yaudah deh, aku pulang dulu yak"
"Iya iyaa, Elios dah nunggu di depan sekolah tuh"

Aku berjalan dengan lesu, si Octa nyeselin itu ternyata hanya datang buat ngagetin
Kemudian aku berjalan ke luar sekolah. Senyuman Elios membuat ekspresiku berubah 360°. Ya gimana lagi? Mukanya ganteng banget sih kalo di abaikan kan malah mubazir. Aku melamun lama sampai Elios yang membawa tas terbuka datang menepuk pundakku.

"Kay?, kamu udah nggak papa?"
"Nggak pa---"
Dan demi apa, baru mau bilang 2 kata ada cecunguk yang manggil Elios dari belakang.
"Ell, dipanggil pak Jo" cecunguk itu berteriak keras banget sampai-sampai gendang telingaku rasanya mau terbelah.
"Eh, sori Kay, aku masuk dulu ya.. sebentar aja.."
Elios berkata dengan mengernyitkan dahinya. Aku mengangguk-angguk saja.
"Oh iya, tolong bawain tas ku, trus sekalian tutupin ya" ujar Elios menyodorkan tas hitam yang masih terbuka lebar. Aku mengangguk-angguk 2 kali lebih cepat dari sebelumnya. Aku duduk di sebuah bangku sambil menenteng-nenteng tas Elios yang masih terbuka.

Sreettt, aku menutup tas Elios dengan sangat hati-hati, takut jika robek atau jahitannya lepas. Namun aku kembali membukanya dengan wajah kepo ala-ala. Aku melihat selembar kertas yang mirip sangat-sangat mirip dengan kertas surat yang aku temukan beberapa minggu lalu di tasku. Tanganku yang lebih kepo dari kepalaku ini mulai merambat menuju kertas itu.
"Kaay!! Yuk pulang" teriak Elios yang membuatku terkejut dan segera menutup tas Elios rapat-rapat.
Dub dub dub, Elios mendekatiku dan jantungku seperti sedang mengadakan pesta. Aku terus berpikir tentang kertas yang aku lihat di tas Elios.

"Masa Elios sih? Nggak mungkin- nggak mungkin. Emang kertas itu cuma ada satu di dunia? Tapi.. hari itu Elios kok juga ke lantai dua ya? Wahh, perasaan macam apa ini??" Aku berpikir sangat keras hingga hampir tertabrak sebuah motor. Elios dengan sigap menarik tanganku. Dan sekarang, aku tepat berada di hadapan Elios. Kira-kira hanya berjarak 3 cm antara wajahku dan wajah Elios. Kami bertatapan cukup lama....

"Tolet, tolet, permisi mbak, mas saya mau lewat" kata seorang pedagang cilok sambil terus membunyikan klakson lejennya. Dengan segera aku berpaling dari Elios. Wajahku memerah dan jantungku lebih dari sekedar berdisko. Aku memukul-mukul kepala dengan tanganku.
"Kay sadar Kay, sadarr" aku mengernyitkan dahi dan berusaha menyadarkan diri sendiri.
"Kamu nggak papa Kay?" Tanya Elios dengan wajah yang agak memerah.
"Ah emm, nggak pa-papa kok" aku dan Elios kembali berjalan ke halte. Kini kami merasa canggung satu sama lain. Dan disepanjang jalan aku hanya memikirkan satu hal.

"Masa Elios sih yang ngirim surat itu?"

WHY ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang