50 [hari perpisahan]

610 25 12
                                    

Ugh jantungku berdegup tidak karuan. Setelah selesai mengatur rencana bersama Octa tadi malam lewat chat, aku sekarang sedang berjalan memasuki bangunan tua ini. Mati. Aku melihat Elios disana. Astaga! Gakuat. Terlalu tampan aku gakuat. #alay.

~☆~

Pagi ini. Sebenarnya aku sudah lama menunggu pagi ini untuk datang, namun entah mengapa kali ini aku sangat tidak menginginkan hari ini untuk tiba. Rasanya berat. Hari ini hari terakhir ku. Hari ini juga harinya aku menyatakan cinta ke Elios. Bagaimana kalau Elios menolak, bagaimana kalau Elios menertawakanku, bagaimana kalau Elios merasa ilfeel setelah melihatku menyatakan cinta kepadanya, bagaimana kalau Elios blablabla. Pertanyaan ini terus saja berada di pikiranku. Entah. Tak peduli aku menghafalkan perkalian dari 1×1 sampai 1234×1234 pun, pertanyaan ini masih saja menghampiriku.

Seragam hari ini special. Aku mengenakan dress pendek merah seperti pengurus OSIS perempuan yang lainnya, termasuk Octa. Sementara pengurus OSIS laki-laki mengenakan setelan jas hitam, dan dasi merah. Rambut pendek ikal yang biasnya kukuncir satu dengan berantakan, kini terlihat lebih rapi karena bantuan mama.

Aku melangkah memasuki bangunan sekolahku. Mataku mengscan seluruh area sekolah, mencari batang hidung Octa.

"Kayra! Cantiknya, aku pangling lho," ucap kak Fifi yang entah dari mana datangnya yang sedikit mengejutkanku.

"Ah eng-enggak kak, cantikan kakak," jawabku terbata-bata.

"Bisa aja kamu Kay. Btw lagi nungguin Octa ya?" Tanya-nya. Kak Fifi yang sehari-harinya terlihat tomboy dan cuek akan penampilan, terlihat lebih anggun dan cantik memakai make-up natural dan long dress berwarna pink yang sangat cocok dengan warna kulitnya.

"Iya kak." jawabku singkat.

"Tuh udah di dalem, aku tadi liat, btw aku nyari Eli dulu ya!" Jelas kak Fifi sambil menunjuk-nunjuk kearah suatu ruangan.

"Ma-makasih kak," ugh mendadak mendengar kata Eli saja jantungku berdegup kencang, sampai rasanya mau keluar. Bagaimana ini, daku belum siap hayati Tuhan.

Aku kemudan berjalan memasuki ruang OSIS, tempat dimana Octa berada. Seketika pandanganku membeku. Octa. Cantik sekali anak itu. Seperti bukan Octa. Bahkan satpam sekolah yang sedang mengambil sesuatu di dalam ruang OSIS pun sesekali menoleh ke arah Octa dan tersenyum. Hebat! Haha.

Wah kalau begini caranya, cowok-cowok nih yang bakalan nge-stalk Instagram Octa. Bukan Octa lagi. pikirku dalam hati sambil tersenyum kecil.

"Tai ih mending-mending gua pake kain jarit daripada dress pendek kek gini," gumam Octa sambil mencoba menarik kebawah dress yang ia kenakan.

"Heleh-heleh Octa, kamu keliatan feminim plus cantik loh!" Ujarku seraya menoel lengan Octa.

"Feminim apaan, sesek napas iya!" balasnya sedikit kesal.

"Haha.." aku menertawakan Octa yang dengan polosnya menarik-narik dress yang ia kenakan.

.

Perpisahan pun dimulai. Barisan murid-murid kelas 9 pun mulai berjalan memasuki aula perpisahan dengan gagah dan anggunnya. Aku takjub, ternyata kakak-kakak kelas yang disekolah sehari-harinya berandal, tomboy, kucel dan cupu-pun bisa menjadi elegan, cantik dan tampan dengan mengenakan setelan jas dan berbagai jenis dress.

Wajah mereka nampak bahagia karena pembelajaran mereka sudah selesai yang berarti liburan panjang menanti, ya meskipun aku yakin mereka masih gugup dan kawatir akan hasil nilai UN tapi setidaknya kelas yang membosankan akan hilang sementara selama 1 bulan lebih.

Damn! That boy.

Aku melihat dia. Wajahnya bersinar, membuat retina dari kedua bola mataku hanya terfokus pada wajahnya. Sungguh terlihat tampan. God i think i can't stand his hondsomeness anymore. Aku tidak kuat, bunuh aku sebelum terbunuh gara gara wajahnya oh God.

Plak.

Aw shii!

Octa menamparku melihat wajahku yang sudah tersirat banyak sekali khayalan.

"Sadar woi sadar" bisiknya tepat di samping telingaku.

"Paan sih Ta, sakit bego" balasku sambil agak mendorong bahunya.

"Sakitan gua tampol apa gua tampar eaakk,"

"Apaan sih anjir, RETJEH sekali aku gakuat. Tolong"

"ALAY sekali gua gakuat. Tolong!" ucap Octa menirukan gaya bicaraku barusan.

"Tau ah," jawabku dengan sedikit kesal.

"Tau ah," tirunya lagi dengan wajah yang amat mengesalkan.

Aku menghiraukannya dan kembali melihat dia yang hampir tak terlihat dari pandanganku. Dasar Octa menganggu orang berhalu saja, batinku sambil mengerucutkan bibir. Aku kembali ke ruang OSIS. Aku tahu ini acara besar, dimana aku bisa menatap wajahnya sepuasku, namun huh. Aku menghela nafas berat sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku takut tentang apa yang akan Elios katakan nantinya jika aku menyatakan cinta padanya.
.
.
.
.
.
.
.

WHY ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang