Dia saja (2)

5.2K 168 8
                                    

Hari itu, matahari tak segan-segan memancarkan sinarnya. Udara yang cukup panas dan kegiatan pembelajaran harian yang sangat membosankan membuatku ingin mengakhiri sekolahku saja.

Saat itu pertengahan semester, pengurus OSIS akan mengadakan lomba classmeeting, sarana siswa melepas penat dari pelajaran sekolah. Jarang sekali mereka mengumpulkan seluruh siswa di aula untuk pemilihan panitia. Biasanya hanya OSIS yang terlibat dalam acara seperti ini. Mungkin mereka tahu saja kalau siswa enggan aktif ikut-ikut kegiatan, termasuk aku.

"Aula yuk," ajak Octa sambil sedikit mendorong kepalaku yang masih tenggelam dalam kedua tangan di atas meja.

"Duduk dibelakang aja," ujarku sembari sedikit menoleh ke arahnya.

Aula sudah dipenuhi siswa. Sementara OSIS masih sibuk menata sound system, bersiap untuk membacakan pengumuman. Aku melihat Elios, di tangga samping panggung aula.

Biarlah meskipun membosankan setidaknya aku mendapatkan sedikit pencerahan dari wajah Elios yang jauh disana. Elios menaiki panggung dengan mikropon hitam di tangan kirinya.Ia mulai mengatakan sesuatu. Entahlah tak terlalu jelas. Aku terlalu sibuk, sibuk menatapnya. Oh tidak aku bucin.

Di sela-sela pengurus lain memberitahukan sesuatu, aku berusaha mengambil kesempatan untuk berkata kepada Octa mengenai Elios.

"Ta, aku mau curhat," kata ku dengan suara lirih, berharap orang lain tidak akan mendengar.

"Curhat? Yang bener aja, tumben lu curhat ke gua,"

"Ya masa aku curhat ke Kepsek, beneran ini, nggak percaya banget sih,"

"Iya iya, mau curhat apa?" tanya Octa dengan wajah tak tertarik sama sekali.

Melihat suasana sekitar yang terlalu ramai, dan jarak antara kami dan siswa lain yang terlalu berdempetan membuatku mengurungkan niat memberitahu Octa. Mungkin nanti saja.

"Nanti aja deng," ujarku.

"Ya elah," jawab Octa sedikit kecewa.

Aku kembali melihat kedepan dengan satu tangan kugunakan untuk menyangga kepalaku. Namun bukan lagi Elios yang berbicara, jadi aku tak terlalu peduli melihat kesana.

"Jadi, karena kami pengurus OSIS ingin kalian juga terlibat aktif dalam kegiatan sekolah, kami akan membuka kesempatan bagi kalian untuk menjadi panitia classmeeting mendatang," kira-kira begitu kata kak Fifi, salah satu pengurus OSIS lainnya ditengah ramainya siswa yang berbicara sendiri-sendiri.

Elios segera merebut mikropon dari kak Fifi dan mulai berbicara sesuatu. Entahlah tak terlalu peduli, yang penting bisa menatap wajahnya saja. Sudah cukup.

" Yang bersedia menjadi panitia, silahkan amgkat tangan kalian," ujarnya, yang hanya terdengar sekilas dari telingaku.

....


Semua siswa terdiam. Mungkin mereka juga terpana, sehingga kehabisan kata-kata. Namun lirih aku mendengar seorang siswa berbisik kepada seorang temannya.

"Males banget ih," ujar anak itu.

Yah, tidak langsung aku jadi mengerti mengapa mereka berdiam diri, ternyata tak ingin terlibat toh.

Aku masih terdiam, menatap Elios tanpa berkedip. Entah mengapa aku merasa ia juga menatapku. Dengan spontan aku melambaikan tangan kecil, bermaksud menyapanya.

"Eh Kay, lu seriusan mau jadi panitia? woi Kay!" tanya Octa terkejut melihat aku mengangkat tangan.

"Iya," jawabku dengan suara kecil sambil mengangguk-angguk menatap Elios.

"Baiklah Kayra, baru satu orang, ada yang lain lagi?" kata Elios.

"Eh apa? Emang aku angkat tangan?!" Tanyaku tersadar dari lamunan dan berubah kebingungan melihat hampir semua orang menatap ke arahku.

"Hah! Aku angkat tangan yah? kok bisa sih, ah kamu ya Ta ngangkat tangan aku, sengaja kan?" elakku.

"Apaan sih Kay, lu yang angkat tangan sendiri tau, cepetan maju udah dipanggil tuh," balas Octa dengan kesal dan sedikit mendorong badanku.

Dengan terpaksa aku maju. Apa boleh buat, kalau mengelak lagi pasti akan memalukan sangat. Lebih baik maju, toh buat jaga harga diri pula. Menyadari posisiku yang semakin dekat dengan Elios, wajahku tak sanggup menyembunyikan rasa gugupnya. Jantung ku pun juga.

Gapapa lah jadi panitia, yang penting bisa lebih deket sama Elios, kali aja jodoh, batinku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri.

Pada akhirnya, Octa juga ikut menjadi panitia karena ditunjuk oleh Fifi.

"Teman-teman, setelah pelajaran kumpul di ruang 103," ujar Elios kepada kumpulan panitia.

"Ya," jawab ku dan panitia lainnya.

***


Aku dan Octa berjalan ke kelas 103. Angin berhembus sejuk, dan daun-daun yang berterbangan karena tertiup angin. Keademan dan keteduhannya membuat aku lowkey teringat akan Elios. Tiba-tiba Octa bertanya kepadaku, memecah lamunanku.

"Kay, tadi lu mau curhat kan? Curhat tentang apa sih?"

"Oh iya Ta aku mau curhat,"

"Ayo sini-sini cerita, mumpung rapat panitianya belum mulai," bujuk Octa sambil menarikku ke suatu tempat.

"Jadi gini Ta.... aku.... akuu...."

"Aku apaan Kay?" Tanya Octa penasaran

"Aku... suka sama Elios"

"Apa?? Elios? Elios si ketos?"

"I-iya ta" jawabku malu malu.

"Pantesan dari tadi kumpul di aula lu nggak fokus, ternyata ngeliatin Elios toh?

"Hehehe, iya ta" ujarku sambil tersenyum kecil.

"Cerita dong, kok lu bisa suka sama Elios sih, tapi wajar juga sih, Elios kan orangnya ganteng, tinggi, pinter, ketua OSIS pula. Gadis mana yang nggak suka sama dia, ya kan?"

"Jadi kamu juga suka sama Elios Ta??"

"Nggak lah, didalam hatiku cuma ada satu orang yaitu Ji Chang Wook sang pujaan hatiku"

"Iya deehhh, pacar Ji Chang Wook yang sangat amat caunteeg. Eh jangan bilang siapa-siapa tentang Elios ya"

"Iya iya, Lu nggak coba deketin dia? Kali aja bisa jadi pacarnya? "

"Ah pengennya sih gitu, tapi dia ramah banget sama semua cewek, apalagi mukanya ganteng gitu. Pasti yang naksir bukan cuma aku. Terus apa Elios mau sama cewek kayak aku yang hari-harinya cuma diem dikelas nungguin sahabatnya datang terus baru keluar?"

"Ya mungkin aja si Elios sukanya cewek yang kek lu"

"Ya mungkin sih, tapi kemungkinannya itu cuma 1%, udah deh yuk ke 8F ntar telat rapat loh" jawabku putus asa.

WHY ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang