Aku memalingkan wajahku dari Elios, sementara itu Elios terlihat malu dengan wajahnya yang agak memerah. Di lain sisi aku merasa bahagia jika benar Elios yang mengirim surat itu.
Jedug, kepalaku terbentur tiang di ambang pintu bus. Aku mengangkat tangan dengan tujuan untuk mengelus-elus kepalaku, namun sontak Elios memegang tanganku dan menyingkirkannya dari kepalaku. Ia menarikku ke tempat duduk bus lalu mengusap-usap kepalaku yang sedang otw benjol. Seperti tadi, wajahku kembali memerah dan jantungku sedang mengadakan konser rock dadakan. Aku kembali memalingkan wajahku. Tanganku berusaha menyadarkan diri dengan menepuk-nepuk pipiku. "Buseet, hari ini kaya drama drama Korea aja deh," aku menggeleng dan kembali menghadap Elios sambil menarik nafas panjang-panjang.
"Kamu nggak papa Kay?" Tanya Elios dengan raut wajah kasihan.
"Nggak papa kok kak"
"Kemarin itu, aku dateng ke rumah sakit, tapi kamunya masih belum sadar Kay"
"Iya kak, aku udah dikasih tau sama Octa"
"Tapi sekarang kamu udah ngga papa kan Kay?"
"Iya kak, aku udah sehat banget, btw makasih perhatiannya ya kak"Elios tersenyum lega mendengar perkataanku. Kami menikmati perjalanan pulang dengan berbincang-bincang. Rasa canggung atas kejadian tadi mulai hilang. Namun, aku teringat satu hal.
"Arka, aku lupa kalau waktu di lantai dua ada Arka" Hal itu membuat pupus harapanku. Senyuman lebarku semakin menghilang. Sesekali aku melirik ke arah Elios, aku berkata dalam hati."Seandainya kak Elios tau, kalo aku bener-bener suka sama dia" aku berharap Elios bisa membaca pikiranku dan segera berpaling menghadapku dan berkata " aku juga suka sama kamu Kay". Mungkin aku akan pingsan jika benar Elios berkata seperti itu. Aku menghela nafas mencoba untuk menikmati perjalan duduk disamping Elios tanpa memikirkan hal lain.
----
Aku turun dari bus dengan murung, keceriaanku lenyap begitu saja. Aku berjalan dengan malasnya, sampai-sampai orang yang melewatiku terlihat heran dan kebingungan. Aku melepas sepatu, kaki kecilku mulai melangkah memasuki bangunan yang selama ini aku tinggali. Tubuhku membeku, pandanganku hanya pada satu arah. Tasku jatuh dengan sendirinya dari tanganku. Aku berteriak dengan nafas yang terengah-engah.
"Papaa??!!" Papaku berdiri di tengah-tengah ruang tamu. Ia tersenyum lebar sambil membawa roti kecil dengan lilin diatasnya."Selamat ulang tahun Kayra" Mama, Octa, Tante Dona mama Octa, berjalan beriringan keluar dari sebuah pintu menghampiri aku dan papa.
Betapa bodohnya aku, aku lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Mataku dibaluti air mata yang tak kunjung menetes. Senyumanku yang lenyap kembali tumbuh karena perhatian mereka."Kayra, selamat ulang tahun ya, maaf papa nggak bisa nemenin kamu waktu di rumah sakit" ujar papa sambil memelukku erat-erat. Sebenarnya, papa baru saja pulang dari perantauannya di kota sebelah karena suatu urusan pekerjaan.
"Selamat ulang tahun anakku" mamaku berjalan menghampiri aku dan papa.
"Selamat ulang tahun ya Kay" ujar tante Dona dan Octa serentak.