Bab 22

27.4K 1K 13
                                    

Terimakasih telah percaya padaku sebagai tempatmu berbagi segalanya.


Alea Syakira Darma

Alea panik, "Hidung lo kenapa?"
Vano mengernyit heran dan memegang hidungnya dia melihat tangannya memerah karena darah. Vano bingung kenapa tiba-tiba hidungnya berdarah.
"Gue nggak papa kok mungkin karena gue kepanasan," Vano tersenyum meyakinkan.
"Tapi itu berdarah---"
"I am fine Alea," Vano meyakinkan Alea sekali lagi.

Alea membawa Vano ke UKS karena darah di hidungnya tidak berhenti mengalir

Di UKS Vano membuka suara "Nanti malem jalan yuk?"
"Ke mana?"
"Suatu tempat."

-----

Malam ini Vano datang menjemput Alea untuk mengajaknya jalan. Alea tidak tahu Vano akan membawanya kemana. Ia sepenuhnya percaya pada Vano. Setelah pamit Alea menaiki motor Vano ia memegang bahunya.

"Alea?" Panggil Vano.
"Hm?" gumam Alea menjawab Vano.
"Menurut lo gue pacar lo bukan?"
Alea memiringkan kepalanya. "Pasti lo tau jawabannya 'kan Van?"

Vano mendengus geli niatnya mengode Alea tapi sayang dia tidak peka, "Kalo pacaran itu gini," ucap Vano melingkarkan tangan Alea ke pinggangnya untuk berpegangan.

Jujur ini sangat canggung untuk Alea, tapi tidak dengan Vano ia bersikap santai seperti biasanya. Perlahan Alea mulai terbawa suasana seiring dengan angin malam yang menerpa wajah cantiknya. Tanpa sadar pula Alea menyandarkan kepalanya di punggung Vano dan mengeratkan pelukannya. Vano yang menyadari itu hanya tersenyum miring.

"Kita udah sampai," Vano memarkirkan motornya di parkiran sebuah rumah sakit besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita udah sampai," Vano memarkirkan motornya di parkiran sebuah rumah sakit besar.
Alea menatapnya bingung. Untuk apa mereka pergi ke rumah sakit pikir Alea.
"Siapa yang sakit?"
"Udah lo ikut aja."

Alea mangikuti langkah Vano dengan tangannya yang berada di genggaman cowok itu. Mereka menaiki lift cukup lama sampai dentingan lift menandakan mereka sampai. Pintu lift terbuka Alea tidak tau ia berada di lantai keberapa karena ia tidak menghiraukan angka berapa yang ditekan Vano.

"Kita mau kemana sih?" oke kali ini Alea mulai resah.
Vano hanya tersenyum dan terus membawa Alea mereka menaiki tangga darurat hingga akhirnya mereka sampai di rooftop rumah sakit besar itu. Alea masih tidak mengerti apa alasan Vano mengajaknya kesini.

"Selamat datang di tempat favorit gue," Vano merentangkan tangannya.
"Tempat favorit?" Alea memegang tali tas selempangnya.
Vano menarik Alea ke tepi rooftop yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi menjulang di depan mereka.

Vano menarik Alea ke tepi rooftop yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi menjulang di depan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue suka tempat ini," ungkap Vano dengan tatapan kosong.
"Kenapa?"

Vano mengembuskan napasnya tatapannya masih ke arah depan, "Dulu Papa dirawat di rumah sakit ini gue nggak sengaja nemuin nih rooftop. Jarang juga ada orang kesini. Menurut gue ini pas banget sih buat gue. Disini gue ngerasa nyaman. Dan waktu Papa ninggalin kami gue langsung lari ke sini niatnya sih mau nyusul Papa.

Tapi gue cukup waras waktu itu. Disini gue duduk sendiri mencoba mengikhlaskan Papa walaupun sulit. Gue teriak disini berharap Tuhan ngembaliin Papa tapi itu udah takdirnya," Vano tersenyum miris.
"Lo yang sabar ya Van."

"Papa pergi karena takdir, Mama pergi karena lupa akan takdir. Dia lupa takdirnya sebagai seorang Ibu," tatapannya sendu baru kali ini Alea malihat mata tajam Vano sesendu itu.
"Gue yakin Mama lo pengen yang terbaik buat lo sama Kak Davin."
"Kalo dia pengen yang terbaik Alea, seenggaknya tanyain kabar gue, gimana sekolah gue, gimana masa remaja gue. Disaat gue butuh dia, dia nggak ada dia sibuk kerja. Gue pengen ngerasa punya seorang Ibu itu aja. Dan sekarang gue udah terbiasa bahkan gue ngerasa nggak ada dia—"
"Ssstt," Alea menempel jari telunjuknya ke bibir Vano. "Please jangan ngomong gitu. Dia Ibu lo Van orang yang udah berusaha mati-matian ngelahirin lo."

Dengan memberanikan diri Alea memeluk Vano menyalurkan perasaan damai untuk Vano. Selama ini Alea mengangap remeh apa yang dialami cowok dingin itu. Sekarang Alea sadar dibalik sikapnya dia memendam luka yang teramat dalam. Meski Alea tidak mengalaminya, tapi siapapun yang akan mendengar kisah Vano pasti hatinya akan terasa diiris.

--

Pagi minggu
Di kamarnya Vano terus memukul samsak tinjunya, "Sial."
Napasnya tersengal. "Kenapa gue bisa selepas itu sih?" dia bertanya pada dirinya sendiri tentang kejadian ia menceritakan kisah hidupnya pada Alea. Bertahun-tahun ia hanya memendamnya sendiri karena tidak ingin orang akan mengasihaninya.

Vano marah pada dirinya sendiri karena dengan begitu mudahnya ia membuka ceritanya sendiri. Bahkan di teman-temannya saja ia tidak pernah menceritakan betapa terlukanya dia selama ini. Sifatnya yang selalu mengedepankan ego membuat ia gengsi hanya untuk berbagi cerita hidupnya pada orang lain.

Suara pintu kamar Vano terbuka. "Ada Alea tuh dibawah," ucap Davin tanpa masuk.
Vano memutar bola matanya, "Bilang kalo gue masih tidur."
"Lo kenapa lagi sih? Alea bawain lo makanan tuh."
"Mood gue lagi nggak bagus gue takut gue ngelampiasin amarah gue ke dia."

Davin mengembuskan napas pasrah atas kelakuan adiknya. Dia turun ke lantai bawah untuk menemui Alea yang masih setia dengan kotak makanannya.

Davin berdehem. Alea menoleh ke arah Davin dengan ekspresi yang ceria, "Kak Davin, Vano mana?"
"Mmm Vano masih tidur Lea kayaknya dia kecapean dia susah dibangunin," sebenarnya Davin merasa bersalah karena melihat raut wajah Alea yang berubah sendu.
Alea kembali tersenyum, "Yaudah deh Kak mungkin Vano kecapean. Titip ini ya ini gue buat khusus buat Vano."
Davin mengangguk seraya tersenyum manis pada Alea.

Begitu Alea pamit Davin menawarkan dirinya untuk mengantarkan Alea pulang, namun Alea menolaknya karena ia ada urusan.

"Nih," Davin menyerahkan kotak makanan ke Vano yang masih sibuk dengan samsaknya.
Vano menaikkan sebelah alisnya. "Apaan nih?"
“Ini dari Alea khusus buat pacarnya yang lagi badmood. Lo sebenernya kenapa sih kayak cewek PMS aja sensitifnya. Kasian Alea dia udah rela datengin lo kesini, tapi lo nggak mau nemuin dia."
"Gue kan udah bilang mood gue lagi nggak baik Bang."

---

Alea berjalan menyusuri trotoar. Niatnya hari ini ia ke rumah Vano untuk meminta Vano menemaninya ke toko buku untuk membeli novel baru. Sayangnya Vano masih tertidur terpaksa ia pergi sendiri.

"Mana sih taksinya," Alea terus melirik jam kecil yang melingkar di tangannya yang kecil. Jam sepuluh pagi.

Mobil yang tidak asing bagi Alea berhenti di hadapannya. Sepertinya Alea mengenal mobil tua nan antik itu. Dugaannya benar ketika orang itu membuka kaca mobilnya ternyata itu adalah Leo.

"Ngapain disini?" tanya Leo.
Alea mendekat sambil tersenyum. "Nunggu taksi."
"Mau kemana emangnya?"
"Toko buku.
"Ayo gue anterin."
Alea menolak tawarannya karena merasa merepotkan Leo, tetapi Leo meyakinkan Alea untuk ikut dengannya hitung-hitung balas budi karena Alea pernah memberikannya tumpangan

Teruntuk Vano : Moodnya jangan gampang berubah dong:'(
___________________________________

Don't forget to vote and comment yew♡

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang