Saat semuanya terlihat baik-baik saja belum tentu kenyataannya seperti itu. Juga tidak semua yang kamu inginkan baik-baik saja bisa terjadi sesuai keinginanmu. Semuanya sudah tersusun di skenario hidupmu, kamu hanya perlu menerima dan ikhlas menjalankannya.
Alea terus saja membolak-balik bukunya tanpa ada niat untuk membacanya. Pikirnnya sedang teralih pada peristiwa di cafe sore tadi. Lelah rasanya terus berharap sendirian pada orang yang bahkan tidak mengharapkanmu. Alea lupa bahwa Vano masih memiliki Calista, lalu apa haknya disini? Sama sekali tidak ada bukan?
Terkadang gadis itu bingung sendiri dengan kepribadiannya yang mudah sekali terpengaruh. Hanya karena Vano meminta maaf padanya dan berlaku baik ia malah terbawa perasaan. Dia pikir tembok kuat yang ia bangun tidak akan runtuh, nyatanya sekali hentakan saja tembok pertahanannya sudah luruh.
Hembusan napas lelah berkali-kali terdengar dari Alea, bahkan ia berulang kali mengetukkan kepalanya pada meja belajarnya. Ternyata jatuh cinta itu seberpengaruh itu pada seseorang. Tanpa mereka sadari mereka seolah berubah.
--
Di ruang makan kediaman keluarga Vano, Shinta terus memandang anak bungsunya itu. Tampaknya dia sedang tidak bernafsu makan.
“Vano?” panggilnya pelan.
“Kenapa, Ma?”
“Makanan Mama nggak enak ya?”
“Ha? Mama ngomong apa sih ini enak kok.” Vano menyuapkan makanannya dengan lahap untuk menghibur Mamanya. Walaupun Mamanya tahu ada yang sedang dipikirkan oleh anaknya.
Davin tersenyum simpul melihat keluarganya—yang walaupun tidak lengkap setidaknya ini lebih dari cukup baginya. Mamanya sudah kembali, Adiknya juga sudah bisa memaafkan Mama mereka.
Setelah selesai makan, Vano bangkit dari kursinya ia merasakan denyutan hebat di kepalanya. Ia mencengkram kuat ujung kursi agar ia tidak berteriak. Seiring dengan itu hidung Vano mulai mengalirkan darah segar sehingga membuat Mamanya yang baru kembali dari dapur khawatir.
Pandangan Vano mulai mengabur, pening di kepalanya semakin menjadi-jadi. Tidak lama tubuhnya ambruk ke lantai dan semuanya gelap.
“VANO!” jeritan Shinta yang melihat anaknya pingsan.
Lalu Davin muncul dari arah ruang keluarga karena mendengar Mamanya, ia kaget melihat Vano yang sudah tergeletak di lantai.
“Van, Vano bangun.” Davin menepuk-nepuk pipi adiknya.
“Siapkan mobil Davin, kita ke Rumah Sakit sekarang!” perintah Shinta yang mulai menangis dan panik akan keadaan Vano.
--
Alea terbangun dari posisi tidurnya di meja belajar karena deringan ponselnya yang terus saja berbunyi.
“Halo?” sapa Alea agak malas karena kantuk masih melanda.
“Lea, Vano masuk rumah sakit.” Perkataan Davin dengan nada panik membuat Alea tersadar penuh namun mematung mendengar pernyataan Davin.
“Alea lo masih disitu kan?”
“A--apa?”
Setelah mendapatkan alamatnya, Alea melesat keluar dengan mengenakan kaos sedanya dibalut jaket.
“Ma, Lea mau ke rumah sakit,” ucap Alea saat melihat Mamanya mencuci piring di wastafel.
“Loh, ada apa?”
“Vano masuk rumah sakit.” Saat mengatakan itu mata Alea mulai berkaca-kaca.
“Kok bisa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu