Bab 41

24.5K 1.1K 15
                                    


Readers yang budiman votenya jangan lupa ya sebelum baca:)


Minggu kedua ini, Alea sudah berada di Jakarta. Selama di Bandung Alea sudah menyusun rencana untuk mendamaikan Leo dan Farah. Alea ingin mereka seperti dulu lagi.

Rencana :
1. Bertemu dengan Leo
2. Bertemu dengan Farah
3. Mempertemukan keduanya

Setidaknya itulah yang Alea tulis dalam notesnya. Jadi, sesuai rencananya pertama-tama ia akan ketemuan dengan Leo. Ia sudah menghubungi Leo dan tentu saja tanpa penolakan dari cowok itu. Mereka akan bertemu di taman dekat komplek Alea.

Sudah setengah jam Alea menunggu baru batang hidung Leo tampak di depannya. Tak apa, ia cukup mengerti jarak rumah mereka cukup jauh, ditambah lagi mereka hidup di Jakarta yang jelas tidak pernah jauh dari kata macet. Apalagi sore begini.

“Maaf ya lama.” Leo merasa bersalah pada Alea.

“Nggak apa-apa kok.”

Alea meminta Leo menceritakan sejak awal persahabatan mereka, bagaimana mereka dulu dan Alea benar-benar bisa menjadi pendengar yang baik. Seringkali saat Leo bercerita ia menunduk, tanda bahwa ia sangat menyesal membiarkan Farah pergi. Namun egonya lebih ia dengarkan daripada kata hatinya.

“Jadi, kenapa Kak Leo marah banget karena tahu perasaan Farah?”

Leo bungkam. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa ia bisa semarah itu pada sahabatnya sendiri. Alea menyentuh pundak Leo karena laki-laki di hadapannya ini terus saja membisu. Alea kemudian bertanya sekali lagi, “Kenapa kak Leo marah? Padahal dia sebisa mungkin menutupi semuanya biar nggak jauh dari kak Leo karena rasa sayangnya yang begitu besar.”

Napas Leo tersengal menahan emosinya sendiri. “Sebenarnya gue nggak marah sama dia Alea, gue marah sama diri gue sendiri yang buat dia jatuh cinta tapi gue nggak bisa balas perasaan dia! Gue nggak mau dia makin terluka karena terus memendam perasaannya. Dia berhak mendapatkan yang lebih baik dari gue, gue takut kalau dia terus di dekat gue dia makin sakit dan persahabatan kami akan hancur begitu aja.

Gue salah Alea, gue tahu itu. Harusnya gue pura-pura aja nggak tahu sampai gue bisa balas perasaan dia dan menyatakan semuanya ke dia. Gue terlalu terbawa emosi sampai gue buat semuanya hancur. Dia pergi dan begonya gue nggak nahan dia.”

Alea cukup mengerti bagaimana posisi Farah, tapi ia juga tidak bisa marah pada Leo karena ia memiliki alasannya sendiri melakukan itu. “Kalau ada kesempatan kak Leo buat memperbaiki semuanya apa kak Leo siap?”

“Gue siap Alea, gue tahu keadaan nggak akan sama lagi tapi, udah cukup tiga tahun ini gue dihantui rasa bersalah. Tiap kali gue ingat air matanya yang jatuh waktu itu, tiap itu juga rasa sesak hadir.”

“Lo tenang aja Kak, semuanya  akan baik-bak aja,” Alea tersenyum lebar meyakinkan Leo yang membuat cowok itu mengangguk dengan tatapan permohonan.

Alea selalu bisa meyakinkan orang disekitarnya, tapi meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja ia tidak bisa.

Leo tidak pernah meminta pertolongan pada siapapun termasuk Alea, tapi berhubung Alea adalah teman dekat Farah dan ia sendiri yang menawarkan diri untuk membantunya, jadi apa boleh buat. Sebenarnya Leo ingin menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan siapapun. Bagaimanapun ini masalah dirinya dan Farah.

Jujur Leo sesekali melihat Farah di sekolah mereka. Tapi Leo terlalu pengecut untuk memastikan apa itu Farah, berhubung dua tahun belakangan Farah seolah hilang tanpa jejak. Kehilangan sahabat kecil yang selalu disampingmu setiap hari terasa menyiksa. Dia yang biasa kau lihat senyumnya, dia yang biasa selalu menyapamu dengan riang pergi dari hidupmu karena ulahmu sendiri. Leo marah pada dirinya sendiri dan takut untuk menemui Farah.

Keadaan seolah sengaja mempermainkan Leo, disaat ia menyukai Alea, Farah kembali hadir di hidupnya. Jangan beranggapan bahwa Leo tidak senang karena Farah kembali hanya saja keadaannya yang tidak tepat. Farah mempunyai perasaan terhadap Leo, tapi Leo menyukai Alea yang kebetulan sahabat Farah. Bukankah ini drama yang amat dramatis.

Semalam suntuk ini Leo gunakan untuk memikirkan Farah, tanpa disengaja gadis itu terus saja merasuki pikirannya. Apa sebesar itu kesalahan yang dilakukan pada Farah. Leo menyesalinya dan apakah Farah tidak mengerti alasan ia melakukannya.

--

Farah menunggu Alea disuatu cafe karena mereka sudah janjian pagi ini. Katanya Alea ingin menyampaikan sesuatu. Tadinya ia mengusulkan agar Dilla ikut dengan mereka tapi, Alea meminta untuk berbicara empat mata saja dengannya. Dilla akan tahu semuanya namun biarlah masalah itu selesai dulu pikir Alea.

“Hai, Farah.” Alea menyapa Farah dengan riang dibalas senyuman manis gadis itu.

“Kemarin sore gue ketemuan sama kak Leo!”

Farah hendak berdiri, ia tidak ingin lagi mengetahui apa-apa tentang Leo, dengan cepat Alea mencegahnya, “Please Farah, kali ini aja!” ucap Alea dengan penuh permohonan.

“Alea, udah cukup! Gue dan dia itu nggak lebih dari orang asing sekarang ataupun nanti!”

“Dan apa lo nggak ngerti orang yang lo sebut asing itu pernah memberikan lo kenangan yang teramat berarti!” Alea mulai kesal dengan tingkah sahabatnya ini. Apa ia benar-benar tidak mengerti bahwa Leo merasa bersalah padanya?

“Oke, gue nggak mau banyak bicara disini, takutnya lo pikir gue terlalu pro sama kak Leo. Jadi, biar rekaman ini aja yang bicara!” Alea menyerahkan sebuah kotak rekaman kecil pada Farah. Alea sengaja merekam semuanya agar semuanya jelas tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkan. Tentu saja tanpa sepengetahuan Leo karena ia menyembunyikan rekaman itu dibalik tasnya yang mengundang tatapan curiga Leo karena satu tangan Alea terus berada di dalam tas.

Tangan Farah bergetar mendengar penjelasan Leo yang teramat merasa bersalah. Ia pikir Leo tidak pernah memikirkannya setelah perasaannya terungkap. Ternyata ia salah, Leo terus dihantui rasa bersalah dan Farah sangat mengerti rasa bersalah itu akan sangat memengaruhi hidup seseorang.

Air mata Farah jatuh tanpa bisa ia bendung lagi. Sebenarnya nama Leo masih terpatri kuat di dalam hatinya, nama itu seolah mengakar disana. Tiga tahun lebih mereka berpisah tidak membuat nama itu pergi dari hatinya. Farah sangat tahu kondisi hatinya, nuraninya masih menginginkan Leo berada di sampingnya. Tapi egonya tidak membiarkan itu semua karena mengingat perlakuan Leo padanya.

Alea memeluk Farah berharap Farah bisa membuang segala keluh kesahnya pada dirinya."Nangis aja sesuka lo gue disini."

Setelah beberapa menit kemudian Farah kembali tenang. “Al, apa yang harus gue lakuin?”

“Lo mau kan Kak Leo nggak dirundung rasa bersalah terus?”
Farah mengangguk mantap, ia juga perang batin setelah beberapa waktu sejak dirinya bertemu dengan Leo. Farah tidak tahu mengapa dirinya sedendam itu pada laki-laki yang sudah mengisi hari-harinya dulu.

Leo yang selalu bisa membuatnya tersenyum kala nilainya lebih rendah daripada laki-laki itu. Leo pintar, Farah biasa saja. Leo layaknya pangeran, ia malah seperti upik abu. Itu kenapa Farah tidak ingin Leo tahu akan perasaannya. Tapi karena kecerobohannya sore itu yang membuat semuanya hancur seketika, buku diarynya yang penuh dengan nama Leo ditemukan oleh sang empunya nama.

Ia merasa dunianya runtuh menimpa kepalanya ketika tatapan Leo yang selalu hangat berubah dingin. Matanya dikilati rasa marah yang ternyata itu bukan rasa marah pada Farah melainkan pada dirinya sendiri. Lalu kemudian kata-kata tajam itu menghujam hati Farah, Leo sahabat sekaligus cinta pertamanya menginginkan dia pergi. Pergi dari kehidupan laki-laki itu.

“Farah, kalau kak Leo minta maaf lo mau kan maafin dia?” Alea menatap Farah dengan tatapan memohon.

“Iya, Alea dan makasih ya lo udah buat gue sadar kalo gue juga salah selama ini.” Farah tersenyum lalu memeluk Alea singkat.

--

Pesan dari Davin beberapa hari ini menganggu Alea, bukannya ia ingin mengabaikan pesan Davin tapi jika itu menyangkut tentang adiknya sudahlah. Alea sudah lelah.


💕💕💕

Ada yang kangen Davin gak? Gada ya wkwk.
Vano hilang kabar nih kemana aja si es batu itu :v

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang