Bab 54

38.8K 1.3K 102
                                    

Ketika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu, yang jelas aku mencintaimu.

-Vano





Alea sudah menyiapkan mentalnya hari ini. Semalaman ia tidak bisa tidur dan terus menangis. Bukan hanya ia yang terluka. Akan banyak sekali yang sedih jika Vano benar-benar pergi.

Semua sahabat mereka berkumpul setelah kembali dari sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua sahabat mereka berkumpul setelah kembali dari sekolah. Di sekolah juga mereka mengadakan doa bersama untuk Vano. Hari ini Alea absen tidak mungkin ia pergi sekolah dengan keadaan seperti ini. Kedua orangtuanya juga selalu menemani anak semata wayangnya itu.

Beberapa jam lagi semuanya akan berubah. Berjalan dengan apa yang seharusnya. Karena takdir adalah takdir.

Mereka disini berdoa untuk Vano dengan harapan yang nyaris pupus. Air mata tidak bisa berhenti dari mata mereka.

Kevin mengingat dengan pasti bagaimana ia dan Vano bisa bersahabat. Ia mengenal Vano lebih dulu dari teman-teman mereka yang lain. Ia bahkan tau bagaimana Vano yang dulu. Dia mudah bergaul, murah senyum dan menolong teman-temannya adalah suatu kesenangan. Hingga sampai di suatu titik perlahan orang-orang yang disayanginya pergi. Ia berubah menjadi sosok yang dingin, arogan, muak dengan perempuan. Kevin salah satu saksi mengapa Vano berubah, namun dia tidak ingin meninggalkan Vano disaat di butuh seseorang. Memang kerap kali mereka bertengkar, tapi itu sudah biasa sejak Vano berubah.

Tama, cowok paling pintar diantara mereka. Ia mengenal Vano lewat Kevin. Awalnya dia tidak terlalu akrab dengan Vano karena sikapnya yang dingin dan arogan. Tapi, dibalik sosoknya yang dingin dia selalu bisa memotivasi Tama. Suatu waktu dia amat stres karena tuntutan Papanya agar ia bisa tetap mempertahankan peringkatnya sedangkan ia ingin hidup layaknya teman-temannya yang lain. Vano memotivasinya dengan nada dinginnya.

Waktu itu mereka sedang bermain basket berempat di rumah Kevin.

Sementara Kevin dan Dikta masih asik bermain. Mereka berdua duduk di tepi. Melihat wajah Tama yang kusut, membuat Vano sedikit penasaran. "Muka lo belum di setrika ya?"

Reflek Tama memegang wajahnya. "Maksud lo?"

"Muka lo kusut. Kenapa?"

"Susah Van punya orang tua diktator kayak Papa gue. Dia selalu nuntut gue buat ini itu. Masa depan gue dirancang penuh sama dia. Tanpa dia tau gua stres dengan semua itu."

"Heran gue sama manusia yang ngga bisa bersyukur. Itu artinya Papa lo peduli sama masa depan lo. Papa lo orang berada dia ngelakuin itu bukan karena mau manfaatin lo biar tetap kaya. Dia pasti punya alasan kenapa dia kayak gitu. Dan lagi lo masih bisa main bareng kita. Ya nggak kuper-kuper amat."

"Sialan lo, Van." Tama tertawa mendengar kalimat terakhir Vano. Ya, begitulah dia mulutnya memang selalu tajam. Tapi, Tama sudah biasa dengan semua itu. Karena memang sahabatnya itu bisa berubah menjadi orang yang lebih hangat ketika bersama mereka.

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang