Bab 31

25K 1K 12
                                    

Cukup gue aja yang bodoh karena dia jangan ada lagi

•Alea Syakira Darma•

Lo orang yang baik lo berhak dapetin yang terbaik.

•Davin Frans Fernando•

“Vano, kamu udah pulang partynya?” tanya seseorang yang membuat Vano menghentikan langkahnya saat sudah di anak tangga ketiga. Dia tidak menoleh sedikitpun dan hendak melanjutkan langkahnya.

“Sejak kapan lo nggak punya sopan santun?!” Davin menatap adiknya dengan tatapan tajam. Davin lebih dulu pulang dari pesta itu, bahkan ia hanya datang untuk mengucapkan selamat saja kepada yang berulang tahun.

“Davin,” lirih Mamanya. Ia menatap Davin agar tidak memperpanjang masalah lagi.

Vano berbalik menuruni anak tangga ke arah Mamanya dan Davin, “Kenapa emangnya kalo gue nggak punya sopan santun? Lo nggak perlu heran, kita kan nggak pernah diajarin sama orang tua kita!”

“Vano!” Davin kembali dibuat geram oleh adiknya. Sedangkan Mamanya sudah menunduk karena ucapan anak bungsunya itu.
“Gue bener-bener miris liat lo, harusnya lo bersyukur masih punya Mama!”

Vano menggelengkan kepalanya hendak berbalik lagi, namun “Mama nggak pernah mau jauh dari kalian, tapi keadaan memaksa Mama harus seperti ini. Mama nggak pulang bukan berarti Mama nggak sayang sama kalian, tapi tiap kali Mama pulang ke rumah ini tiap kali itu juga Mama sakit!” Davin merangkul Mamanya.

“Di rumah ini terlalu banyak kenangan kita, kenangan Mama dan Papa, kenangan keluarga kita. Tiap kali Mama disini bayang-bayang kenangan itu selalu membuat Mama merasa sedih. Mama takut depresi kalo Mama terus-terusan kayak gitu, Mama takut nggak bisa membahagiakan kalian.

Itu kenapa Mama menjadi workaholic lalu tinggal di apartmen. Kehilangan Papa membuat hati Mama terluka. Seiring dengan waktu Mama sadar harusnya Mama menemani kalian, menemani perkembangan kalian. Dan sekarang Mama akan tebus waktu kita yang terbuang sia-sia bagaimana pun caranya.”

Davin memeluk Mamanya yang sedang menangis, ia ikut larut dalam kesedihan Mamanya. Sedangkan Vano, ia hanya berdiri kaku disana. Saat ia sudah bisa mengontrol dirinya Vano meninggalkan Mamanya dan Davin.

Deru motor Vano mengisi keheningan halaman depan rumahnya. Baru saja ia pulang ia kembali pergi lagi. Saat ini ia memang tidak punya arah tujuan, sejenak terlintas pikirannya untuk pergi ke Cafe. Beberapa hari ini ia jarang sekali kesana.

---

Cafe itu tidak terlalu ramai, barangkali hanya orang-orang yang seperti dirinya yang akan mengunjungi cafe untuk meminum kopi pada jam segini. Jarum jam memang masih menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ia baru pulang jam sembilan dari pesta itu. Pesta yang entah kenapa membuatnya gusar.

Vano berjalan ke meja barista dan memesan secangkir espresso. “Kayak nggak biasa aja lo Van pake acara pesen segala!” ucap salah satu barista yang akrab dengannya.
Vano tersenyum simpul. “Gue lagi badmood buatin aja Bang.”

Vano berjalan lamban ke arah meja yang biasa ia duduki. Ia menatap ke arah luar jendela dengan tatapan jenuh. Vano menyangga dagunya dengan satu tangannya. Lampu-lampu kendaraan menyala indah di kelamnya jalan raya Jakarta.

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang