Melupakan seseorang yang pernah membuat kenangan di hidupmu itu tidak mudah. Sesingkat apapun kenangan itu tetap saja namanya kenangan.
-ALEA-
Sudah tiga hari masuk sekolah Alea tidak juga melihat keberadaan Vano. Kemana dia? Apa dia pindah sekolah? Atau mungkin ada masalah? Alea bingung dan menyimpan tanda tanya besar di kepalanya sendiri. Apa ini ada hubungannya dengan pesan-pesan Davin yang terus masuk ke ponselnya. Davin terus memintanya untuk menemui Vano hingga cowok itu menyerah pada hari dimana ia mendatangi Alea, tapi Alea lagi-lagi bersikeras menolak permintaannya.
Tiga hari ini memang kegiatan belajar-mengajar belum aktif sepenuhnya karena libur semester. Maka dari itu seperti biasa Alea akan pergi ke perpustakaan. Alea melangkah gontai dengan pikiran melayang. Tidak ada yang tahu kemana Vano tiga hari ini begitupun dengan teman-temannya yang lain. Satu-satunya orang yang tahu adalah Davin.
Alea membelokkan langkahnya ke arah tangga kelas dua belas. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, ia khawatir terjadi apa-apa. Sebelum sampai ke kelas Davin, langkah Alea terhenti karena ada Leo yang tersenyum manis di depannya.
“Nyari siapa?” tanya Leo padanya.
Alea gelagapan. “Mau cari kak Davin.”
Leo mengangguk, “kebetulan Davinnya lagi nggak masuk. Ada yang mau diomongin?”
Alea mengangguk. “Tentang Vano?” tembak Leo yang sialnya tepat mengenai sasaran.
Alea menggeleng cepat salahkan ia sudah berbohong pada Leo yang selalu baik padanya. “Bukan,” jawab Alea cepat, ia berbohong juga karena ingin menjaga perasaan Leo.
Leo mengangguk sebenarnya jawaban Alea agak ganjal dibenaknya, tapi ia tidak ingin menyinggung perasaan gadis itu dengan memperpanjang pembahasan. Leo menatap lekat mata besar Alea, mata yang selalu menunjukkan binar kala ia bersama Vano. Rasanya ingin sekali Leo melihat binar mata itu untuknya. Sekuat apapun Leo berusaha ia rasa perasaan gadis itu tak kunjung berubah. Mungkin Alea bukan jalannya.
“Yaudah kalo gitu Kak, Alea permisi dulu mau ke perpus.”
“Gue ikut ya, tapi, sebelum ke perpus boleh kita ngomong di tempat biasa? Soalnya kan nggak mungkin ngomong di perpustakaan.” Leo mengangkat satu alisnya menunggu jawaban Alea hingga beberapa detik kemudian Alea mengangguk setuju.
“Makasih ya Alea buat semuanya,” Leo berujar ketika mereka sudah ada di rooftop gedung tempat biasa.
Alea mengernyit bingung, untuk apa Leo mengucapkan terimakasih. Alea bangun dari bangku tempat ia duduk dan menghampiri Leo yang ada di depannya. “Buat apa ya Kak?”
Leo berbalik menghadap Alea dengan senyuman terbaiknya. “Lo itu banyak mengajarkan gue tentang kehidupan. Tentang bagaimana bahagia sederhana itu ada, tentang bagaimana ikhlas menyayangi, tentang ketulusan dan semuanya. Terutama buat kemarin, lo udah bisa buat si pecundang ini bangkit dari keterpurukannya.”
Pipi Alea merona karena tersipu dengan perkataan Leo yang menurutnya agak berlebihan. Bahkan Alea tidak percaya dan tidak sadar ia melakukan itu semua.
“Itu kan karena kak Leo yang mau berusaha buat minta maaf, Alea cuma ngebantu dikit doang kok.”
Leo menatapnya hangat, tatapan Leo yang selalu ia berikan pada orang-orang terdekatnya dan gadis ini, gadis yang ia temui di perpustakaan setengah tahun yang lalu. Dari pertama kali melihatnya Leo tahu gadis ini sedikit berbeda dari kebanyakan gadis lainnya. Dan benar saja itu terbukti.
Leo bukanlah orang yang gampang bergaul dengan orang di sekitarnya, di kelasnya saja ia hanya akrab dengan teman sebangkunya. Itupun temannya dari smp dulu. Tapi Alea dengan mudahnya gadis itu mencuri perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Dla nastolatkówKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu