Bab 37

25.3K 1.1K 38
                                    

Kau yang membangun semuanya
Kau juga yang telah meluluh lantakannya
Kau yang membuat hati ini menjadi kepingan tak berarti

-Alea Syakira Darma-

Alea bingung dengan keadaannya sendiri, disatu sisi ia sangat ingin melupakan Vano tapi disisi lain ia selalu merindukan Vano.

Kebingungannya bertambah saat Alea melihat Vano berpelukan dengan Caroline tadi pagi di taman belakang. Begitupun dengan lagu yang dibawakan Vano, ia merasa sedikit berada di atas awang-awang saat Vano menatapnya. Tapi otaknya bersikeras menolak semua itu. Ia tidak mau dicap sebagai orang yang bodoh lagi. Cukup sekali.

Alea bertanya dalam hati apakah ia harus menerima pernyataan cinta Leo padanya? Tapi ia tidak ingin egois karena sejujurnya ia masih belum bisa move on secepat itu.

*


Davin tersenyum menerima pesan singkat yang dikirimkan Vania yang berisi bahwa liburan ini ia akan kembali ke tanah air. Sudah lama Davin menantikan kekasihnya itu kembali. Entah kenapa Vania begitu berpengaruh dalam hidupnya. Saat orang-orang meremehkannya hanya Vania dan adiknyalah yang ada untuknya. Itu kenapa Davin sangat ingin Vano berubah lebih baik lagi. Setidaknya itu bisa membuat dirinya bangga karena berhasil mendidik adiknya.
Sekalipun saat ini mereka sedang perang dingin, namun Davin tidak pernah membenci adiknya. Apapun yang terjadi ia akan tetap disamping Vano walaupun ia tidak tahu.

Davin melangkahkan kakinya keluar kamarnya. Ia biasanya akan ke dapur jika ia tidak bisa tidur sama halnya dengan Vano dan yang mereka lakukan adalah membuat kopi. Sesuai perkiraan Davin, Vano memang ada disana, membelakanginya.

Davin berdehem membuat sosok itu menoleh dengan tampang angkuhnya. "Gue mau espresso satu," ucapnya santai.

"Gue bukan barista pribadi lo!"
Davin menghela napas pasrah dan menuju mesin press kopi. "Sampai kapan sih lo mau kayak gini terus, lo nggak capek?"

"Lo yang mulai!"

"Van-"

"Jangan bahas apa yang gue nggak suka!" Vano memandang tajam ke arah kakaknya kemudian berlalu dari kamarnya.

Lagi dan lagi ia harus ekstra sabar menghadapi adiknya. Ia tahu betul bagaimana keras kepala adiknya itu.
Davin selalu merindukan Vano-nya yang mati. Vano yang sangat supel dengan siapapun, Vano yang selalu tersenyum manis pada orang yang baru dikenalnya. Sekarang Vano yang dulu itu sudah pergi bersama kematian Papa mereka. Yang tersisa hanyalah Vano yang dingin dan angkuh.

--

Alea sudah siap akan berangkat diantar Papanya pagi ini, namun terhalang karena Leo menjemputnya. Alea pun ikut dengan Leo karena tidak kuasa menolak. Kasian Leo yang rela datang ke rumah Alea untuk menjemputnya tapi ia tolak mentah-mentah. Alea tidak akan sekejam itu.

Hari ini hari kedua classmeeting dan akan diadakan lomba membaca puisi. Alea ikut serta untuk mewakili kelasnya. Ia akan membaca puisi ciptaannya sendiri dan untungnya temanya bebas, jadi Alea juga bebas mengekspresikan dirinya di dalam puisi ciptaannya.

Alea tidak begitu yakin dengan tulisannya sendiri, tapi mau bagaimana lagi ini demi kelasnya. Bisa mati dia jika didiskualifikasi dari perlombaan ini. Ah itu terlalu berlebihan.

"kok gelisah, kenapa?" tanya Leo padanya.
"Hari ini gue ikut lomba puisi. Jadi agak gugup."
Leo hanya mengangguk menanggapi Alea dan pamit untuk pergi ke kelasnya.

Di kelas Leo dihampiri temannya-satu-satunya teman yang dipercaya Leo karena mereka bersahabat sejak kelas tiga smp.

"Muka lo kusut banget sih, kenapa?" tanya teman Leo yang bernama Daniel.

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang