Aku ingin pura-pura buta dan tuli
Agar tidak mendengarkan kabar menyakitkan ini-Alea
Alea keluar dari pintu kamar Vano setelah cukup lama menemani Vano sampai laki-laki itu terlelap. Ia mendapati Mama Vano di depan pintu yang menatapnya sedih.
"Tante?"
Shinta berhambur memeluk Alea dan mengucapkan terimakasih pada gadis itu.
"Alea, maafkan anak tante," ucap wanita itu dengan air mata yang membuat Alea ikut menangis.
"Tante, Alea udah maafin Vano kok tante nggak boleh sedih kita harus kuat untuk Vano."
"Mungkin ini karma buat tante, tante pernah ninggalin Vano dan sekarang saat tante punya kesempatan memperbaiki semuanya Vano sakit..."
Alea memotong ucapan Shinta. "Nggak Tante, nggak."
Vano mendengar semuanya dari dalam kamarnya, ia terpaku mendengar kedua perempuan yang pernah ia sakiti itu. Vano belum benar-benar tertidur, tapi karena ia tidak mau Alea lelah menemaninya padahal ia sangat ingin maka dari itu ia pura-pura tertidur.
Mamanya terisak bersahutan dengan suara isakan Alea yang terdengar tertahan. Sampai pada akhirnya suara Davin mengintrupsi keduanya dan menawarkan untuk mengantarkan Alea pulang.
Vano bangkit dengan sisa-sisa tenaganya ke arah jendela, memerhatikan punggung Alea lekat-lekat yang lagi-lagi membuat sesuatu di dalam sana terasa amat menyesakkan. Ia terus memerhatikan punggung itu sampai menghilang dari gerbang rumahnya bersamaan dengan itu darah segar mengalir dari hidungnya. Vano tersenyum kecut dan meraih tisu untuk menyumpal hidung mancungnya.
Suara knop pintu terbuka dan saat Vano menoleh ia mendapati mamanya membawa segelas susu dan roti lapis. Vano tersenyum lemah sambil memegangi tisu di hidungnya.
"Sayang," Shinta menyapa dengan lembut namun nada khawatir tak bisa disembunyikan saat melihat hidung Vano yang memerah. Shinta berjalan ke arah Vano lalu meletakkan nampan di atas nakas.
"Ma, maafin Vano atas semua yang Vano lakukan ke Mama belakangan ini."
"Nggak sayang, Vano nggak salah, Nak!"
Shinta menangkup pipi anaknya dan air mata yang ia bendung mengalir begitu saja melihat hidung Vano yang tidak berhenti berdarah. Kemudian ia membantu Vano menghentikan darah yang terus mengalir itu.
"Kalau nanti Tuhan menakdirkan Vano untuk pulang lebih dulu Mama harus janji sama Vano kalau Mama nggak boleh nangis kayak gini," Vano berucap sambil mengusap air mata mamanya.
"Vano, Mama mohon sama kamu jangan pernah ngomong gitu lagi kamu akan sembuh sayang Mama bakal ngelakuin apa aja asal kamu sembuh. Mama nggak mau kehilangan untuk kedua kalinya!"
Vano memeluk mamanya erat yang semakin terisak. Berulang kali ia mengusap punggung Mamanya.
--
Gadis itu berjalan lunglai memasuki pintu rumahnya, tanpa mengucapkan salam sama sekali.
"Alea, kamu darimana?" tegur Mamanya yang ternyata sedang menunggunya di ruang tamu karena ia tumben baru pulang jam lima sore tanpa izin.
Alea mendongak dan mengembuskan napasnya berat. Keinginanya saat ia baru sampai rumah adalah mengurung diri di dalam kamarnya, menenangkan pikirannya yang kembali kacau dalam beberapa jam saja. Tapi malah yang ia dapatkan seperti ini, ini juga salahnya kenapa ia tidak menghubungi Mamanya tadi dan melupakan ponselnya di sekolah bersama tasnya.
"Maaf, Ma."
"Mama dapat telpon dari teman kamu katanya kamu bolos pelajaran," Mamanya berucap tenang tapi sangat mengintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu