Di satu sisi, keadaan terus memaksaku untuk mengikhlaskan mu
Di sisi lain, aku ingin kamu tetap disini
Bersamaku-Alea
“Alea, alat penopang hidup Vano akan dilepas.” Alea menegang ditempatnya berdiri dadanya seperti diserbu ribuan jarum. Mendengar ucapan Shinta ketika ia baru saja menginjakkan kaki di ruangan Vano.
Tunggu apa? Alat penopang hidup Vano? dilepas? Apa maksudnya semua itu? Alea sama sekali tidak bisa mencerna dengan cepat apa makud Shinta. Sedangkan Davin hanya menunduk tanpa mengakatan sepatah kata pun.
Melihat sorot terluka yang ditunjukkan Shinta membuat Alea akhirnya mengerti. Ia menggeleng keras bersamaan dengan bulir bening yang jatuh dari pelupuk matanya. “Tante....”
Shinta mengangguk dan berhambur memeluk Alea, mereka sama-sama terisak. “Tante, nggak akan ngelakuin itu kan?” tanya Alea sembari mendongak dengan sorot tak kalah terlukanya dari Shinta.
“Ini...yang terbaik, Alea.”
“Nggak Tante, nggak!”
“Dua bulan ini, Vano tidak merespon apapun. Kata dokter, sama sekali tidak ada perkembangan...”
Flashback on...
Kemarin setelah Alea pulang, dokter datang memeriksa keadaan Vano.
“Bisa kita bicara Ibu Shinta dan Tuan Davin?” tanya Dokter tersebut ketika sudah keluar dari ruangan Vano.
Setelah setuju mereka kemudian mengikuti dokter tersebut ke ruangannya.
“Begini Bu, Saya langsung saja. Selama dua bulan kondisi Tuan Vano sama sekali tidak ada perkembangan. Bahkan terjadi penurunan. Dia tidak merespon apa pun, sepertinya dia memang tidak ada harapan sama sekali. Ini keinginannya.”
“Jadi?” tanya Davin tidak sabar.
“Jadi...” Dokter tersebut terlihat menimang-nimang.
“Apa, Dok?” kali ini Shinta yang bertanya.
“Jadi, kami menyarankan agar alat penopang hidup tuan Vano dilepas.” Shinta histeris ditempatnya. Apa maksud dokter ini menyarankan hal gila tersebut.
“Saya mengerti, ini sangat berat untuk kalian. Tapi, semakin lama mempertahankan, Tuan Vano juga semakin sakit. Semoga kalian mempertimbangkan saran saya.”
“semakin lama mempertahankkan Tuan Vano juga semakin sakit.” Kalimat tersebut terus terngiang di pikiran Shinta membuat ia berpikir dua kali. Ia tidak ingin Vano lebih sakit lagi, ia ingin Vano benar-benar bahagia. Tapi tidak juga dengan melepas alat penopang hidupnya. Ia ingin melihat Vano sembuh. Kembali menjadi Vano yang dulu.
Shinta terus menangis di hadapan Vano ditemani Davin dibelakangnya. Ia benar-benar menyesal tidak pernah punya waktu untuk anak bungsunya ini. Dan sekarang saat ia ingin memperbaiki semuanya justru Tuhan ingin mengambil Vano darinya. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya.Flashback off...
“Itu kenapa Tante membuat keputusan itu Alea, berat buat Tante memutuskan ini semua.”
“Tapi, tante diluaran sana banyak yang koma bertahun-tahun dan akhirnya sadar.” Alea masih tetap tidak bisa menerima keputusan Shinta.
Shinta mengangguk dan menggenggam tangan Alea yang mendingin. “Tante tau Alea, tapi, tante nggak mau buat Vano semakin sakit. Tante, kamu, dan Davin nggak tau seberapa Vano menahan sakit di dalam tidurnya yang terlihat tenang itu.”
Shinta semakin menangis melihat anaknya yang masih terlihat tidur dengan tenang. “Mungkin dia sangat kesakitan terus bertahan dengan alat banyak seperti itu di tubuhnya demi kita disini. Tante cuma mau Vano nggak sakit lagi.”
Menahan sesak yang luar biasa Alea bangkit. “Saya permisi sebentar, Tante.”
Dan disini Alea berdiri memegang dadanya sebelah kiri. Ia terisak di rooftop rumah sakit. Ia terus menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu