Bagaimana pun juga kita bisa sama-sama dewasa karena pertemuan salah itu. Tuhan selalu punya cara untuk mempertemukan dan memisahkan.~Alea~
Keesokan harinya Alea datang ke rumah sakit untuk menjenguk Vano dengan membawa bekal sandwich coklat yang dibuat Mamanya.
Suasana di luar rumah sakit agak rame karena sore hari banyak yang keluar untuk sekadar menghirup udara segar.
Alea tersenyum melihat anak kecil yang masih tersenyum ceria walaupun tangannya di infus. Begitu pun dengan pasangan muda yang duduk di kursi taman rumah sakit. Sang lelaki menyuapi wanita yang sepertinya adalah istrinya makan dengan sabar dan telaten. Ah tidak kenapa ia bisa mengkhayal akan seperti itu bersama Vano, ia terkekeh geli dan melanjutkan langkahnya.
Sampai di depan pintu ruangan Vano ia menarik napas dan mengembuskannya pelan. Ia membuka pintu dengan pelan. Alea terkejut dengan kehadiran Calista disana. Berdua saja. Dengan Vano yang masih terbaring. Cowok itu menoleh pada Alea dan tersenyum simpul.
Gadis itu merasa tidak enak karena mengganggu. “Sorry kalo ganggu. Gue mau nganterin makanan yang dibuat Mama.” Alea tersenyum kaku dan berniat untuk pergi dari tempat ini.
Sebelum ia sempat berbalik, Calista menghentikan langkahnya. “Tunggu Kak Alea, ada yang Vano mau omongin.”
Alea mengerutkan dahinya samar dan menunjuk dirinya sendiri membuat Vano sedikit terkekeh. Astaga ia merasa seperti orang bodoh di depan dua sejoli ini.
“Gue keluar dulu ya.” Calista mengambil tasnya yang berada di nakas dan beranjak.
“Kenapa harus pergi? Disini aja.” Alea merasa semakin tidak enak, ia datang di waktu yang tidak tepat. Tapi, sumpah ia juga penasaran apa yang mau Vano jelaskan dari kemarin sore.
“Nggak, kalian harus bicara berdua.” Calista keluar dan menyisakan ia dan Vano di ruangan putih campur cream itu. Ia juga heran kenapa Vano tidak sedikitpun menahan Calista.
Alea berdehem untuk mengisi keheningan yang tiba-tiba tercipta. “Gimana keadaan lo?” tanya Alea sembari meletakkan kotak makanan.
Vano bangun dan refleks Alea membantunya karena ia masih belum kuat. “Lebih membaik setelah liat lo.”
Pipi Alea merona mendengarnya dan dengan jaraknya yang sedekat ini. Apa-apaan Vano ini membuat Alea besar kepala saja!
“Kapan lo siuman?”
“Tadi pagi.” Alea mengangguk menanggapi.
“Lo mau ngomong apa?”
“Alea sebenarnya... Calista bukan pacar gue,” Vano berucap dengan tatapan lurus ke mata Alea.
“Apa?” Alea bertanya sekali lagi. Sebenarnya apa lagi ini?
“Sini deh duduk.” Vano menepuk ranjang rumah sakit dan bergeser, tanpa sadar Alea menuruti perkataan Vano dan duduk disana.
“Van, gue nggak ngerti,” ucapnya polos membuat Vano lagi-lagi terkekeh geli.
Sebelum bercerita Vano menarik napasnya pelan, “Calista bukan pacar gue, dia pacar temen gue. Bukan temen sekolah sih, tapi teman balap dulu. Calista emang adik kelas gue waktu SMP, tapi gue nggak kenal dia. Sampe waktu SMA ada teman gue yang naksir sama dia dan singkatnya gue bantuin dia buat perjuangin Calista sampai Calista luluh dan pacaran sama dia. Akhirnya karena waktu itu gue mau nyakitin lo, gue minta bantuan sama Calista dan teman gue itu. Calista nggak setuju gitu aja, dia nggak mau bantu gue. Gue terus mendesak pacarnya, karena mungkin dia mau balas budi dan nggak enak akhirnya dia bujuk Calista biar bantu gue. Nggak ada yang tahu gue lakuin ini, Bang Davin pun baru tau kemarin-kemarin karena dia nggak kenal Calista dan temen gue. Kevin yang satu geng sama gue pun nggak tau, karena Kevin masuk club motor itu setelah temen gue itu cabut ke luar negeri ikut bokap nyokapnya. Ya, walaupun Kevin temen gue dari SMP tapi gue nggak bisa dong ceritain privasi orang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu