Nggak ada yang perlu dijelaskan saat semuanya udah jelas.
-Alea
Gadis cantik yang sedang menopang dagu itu menengadah ketika ada yang datang ke mejanya. Ia tersenyum lebar menyadari kedatangan cowok itu.
“Hai.” Alea menyapa sembari bangun dan mempersilakan Vano duduk di kursinya.
“Lo yakin mau duduk disini lagi?” tanya Vano lalu meletakkan tasnya.
“Emangnya lo nggak mau gue duduk disini? Gue bisa pindah kok Van.” Gadis berambut hitam itu tersenyum yakin.
Vano menahan pergelangan tangan Alea yang hendak pergi dan mengisyaratkan agar ia tetap duduk di tempatnya semula.
Suasana kembali hening, tidak ada yang memulai pembicaraan lagi. Vano memasang earphone di telinganya dan Alea masih duduk kaku berharap agar Farah dan Dilla datang untuk mencairkan suasana ini.
Alea berdehem mencairkan suasana ia baru ingat ada sesuatu untuk Vano. “Lo udah sarapan?”
“Kenapa?” tanya Vano dengan satu alis yang terangkat. “Lo mau ngasih gue sarapan?” sambungnya.
Tangan Alea merogoh ke dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk kotak warna biru. “Mama titip ini buat lo, kemarin gue bilang ke Mama kalo hari ini lo masuk.”
Vano menundukkan kepalanya dan mendengus geli. Bahkan untuk mendapat bekal seperti ini pun rasanya tidak pantas. Ia pernah dengan teramat sangat menyakiti gadis disampingnya ini, tanpa mau mengerti apa yang dirasakannya. Tanpa mau tahu bagaimana perasaan orang tuanya yang ikut terluka karena anaknya yang terluka.
“Bilangin ke Tante terimakasih bekalnya, ini pasti enak.” Dengan bangga Vano mengangkat kotak makanan itu dan menyimpannya. Sedangkan Alea tersenyum puas karena setidaknya Vano mau menerima pemberian Mamanya.
Beberapa menit kemudian tampak Kevin, Dikta serta Tama memasuki kelas dengan gaya cool mereka. Ya terkecuali Dikta yang sudah sibuk tebar pesona dari gerbang utama.
Wajah Dikta terlihat sumringah melihat Alea dan Vano duduk bersama. “Wah-wah kayaknya CLBK nih!” celetuknya yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari Vano, karena meskipun ia mengenakan earphone suara Dikta masih bisa terdengar.
“Aamiinin kali guys!” ucap Dikta lagi.
“Aamiin.” Tama mengamini sembari mengangkat tangan seperti orang berdoa.
Alea menunduk malu karena perkataan teman Vano yang blak-blakan ya sebenarnya sih temannya juga karena mereka sekelas.
Karena menyadari perubahan sikap Alea, Vano merasa tidak enak. “Nggak usah dipikirin kata mereka Al,” ucapnya meyakinkan Alea yang membuat teman-temannya saling melempar senyuman.
“Bubar lu pada! Dasar jomblo sirik aja kerjaannya.” Tama berlalu ke mejanya dengan raut iri yang dibuat-buat.
“Yang iri siapa yang dikira siapa,” balas Kevin dengan tampang datar.
Setelah bel masuk semua kembali ke tempat duduk masing-masing begitu juga dengan Dilla dan Farah yang sempat bergabung sebentar tadi.
“Eh lu bedua udah pada balikan belom sih?” tanya Dikta yang mejanya ada di depan meja Vano dan Alea.
Vano mengangkat satu alisnya melihat kelakuan temannya yang absurd ini, ”Lo apaan sih?” sinis Vano.
”Yaelah Van, kan kalo balikan gue bisa minta PB ye kagak Vin?” tanyanya pada Kevin yang sibuk dengan hpnya.
“Apaan PB?”
“Alea lo hidup dimana sih masa PB aja nggak tau!”
“Soalnya yang gue tahu itu PBT yang ada di PMR.” Alea nyeletuk dengan polosnya yang membuat Vano tersenyum geli tanpa Alea tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu