Bab 32

23.8K 1K 24
                                    

Terkadang perlu sedikit rasa manis untuk menyeimbangkan pahitnya hidup.

•Alea•

Nggak enak ya punya mantan satu kelas, apa-apa jadi canggung.

○ Alea ○



Kemudian langkah Alea terhenti, dari ambang pintu ia melihat Vano sedang berbaring di brankar rumah sakit ditemani pacarnya disana. Tidak terlihat Davin disana begitupun Mamanya.

Dilla memberkan tatapan seolah mengatakan ‘kenapa diam saja? Takut?’ kepada Alea.

Alea tersenyum tulus dan melangkahkan kakinya mantap untuk masuk ke ruangan berwarna cream itu. Bau obat-obatan langsung menyeruak ke hidungnya.

“Gimana kabar lo Van?” Tama bertanya mendahului.
“Seperti yang lo lihat gue baik-baik aja kok.”

“Gimana ceritanya sih Van kok bisa kayak gini?” Dikta menimpali.

Vano menceritakan kejadian dari awal Alva menantangnya untuk balapan, ia menerima tawaran itu dan tidak memberitahu teman-temannya yang lain. Itu karena duel antara Vano dan Alva. Hingga akhirnya Vano tabrakan, karena tidak fokus dan banyak pikiran.

“Harusnya lo ngasih tau salah satu dari kita! Kalo gini seolah-olah lo ngga percaya sama temen-temen lo!” kali ini Kevin yang sejak tadi diam angkat suara.

“Ini masalah gue! Kalian ngga harus ikut campur dalam urusan gue!”

Kevin mendengus. “Lo hidup berdampingan sama orang, kalo ngga mau orang ikut campur urusan lo hidup aja dihutan,”

Vano menatap nyalang pada sahabat terdekatnya itu. Dari dulu mereka memang tidak pernah perang dingin seperti ini. Karena kehadiran Alea semuanya jadi berantakan. Hidup Vano yang memang berantakan kini lebih berantakan lagi.

Vano tidak habis pikir untuk apa Alea menjenguknya. Apakah ia sudah sedalam itu jatuh cinta pada Vano yang sama sekali tidak ada perasaan untuknya? Kenapa wanita selalu menggunakan perasaan di setiap permasalahan.

Calista—pacar Vano berdehem mencairkan suasana. “Kalian duduk dulu ya Kak,” ucapnya tersenyum ramah. Entah kenapa di benak Alea sama sekali tidak terlintas perasaan benci melihat gadis ini. Dan tidak ada pula alasan untuk membencinya. Vano yang memilih Calista jadi apa lagi?

Ketika Vano makan ia begitu lahap saat Calista menyuapinya. Padahal Alea tahu makanan rumah sakit itu tidak pernah enak. Setidaknya bagi dirinya.

Namun ia tetap bahagia melihat Vano masih bisa tersenyum saat ia terbaring di ranjang rumah sakit. Itu membuktikan Vano baik-baik saja. Apalagi dengan kehadiran Calista disampingnya.

Ketika mereka semua pamit Vano berbicara. “Gue mau ngomong sama dia, tinggalin gue sebentar!” Vano menunjuk Alea dengan dagunya saat mengatakan ‘dia’.

Alea tertegun, mendengar kalimat Vano. Ia mengangguk ragu sekaligus penasaran apa yang ingin dibicarakan Vano sampai harus berdua saja.

Setelah semua meninggalkan ruang rawat inap Vano terjadi keheningan.

Vano menatap Alea lekat-lekat, sedangkan yang ditatap sangat gusar di posisinya. Alea memilin jarinya dan sedikit menunduk.

“Gue mau minta sesuatu sama lo, kali ini aja! Seterusnya nggak akan ada lagi,”

Alea mengangkat kepalanya. “Maksudnya?”

“Gue minta jangan masuk di kehidupan gue, jadilah orang asing seperti sebelumnya! Dan jangan pikir dengan lo jenguk gue, gue akan ngerasa iba sama lo dan mempertimbangkan perasaan lo-”

ALEA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang