Sekarang bukan hanya Tuan yang pergi
Tapi aku, aku juga telah memutuskan untuk benar-benar pergi
Selamat tinggal Tuan pencuri hati-Alea-
Pembagian raport kali ini terasa sangat berbeda bagi Vano, karena jika dulu Davin yang menyempatkan dirinya sebagai wali murid sekarang Mamanya kembali menjadi walinya. Tidak mungkin juga ia memberikan undangan pembagian raport kepada Davin, sedangkan mereka sedang perang dingin sekarang. Vano mencoba menerima kembali keberadaan Mamanya, perlahan meskipun sulit.
Kejadian dimana Mamanya meninggalkan mereka setelah kepergian Papanya benar-benar menyakiti Vano. Ia selalu mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih ketika tidak sengaja gurunya menanyakan perihal orang tuanya terutama Mamanya. Vano sangat benci ketika ada yang menyinggung tentang keluarganya. Ia sangat benci. Itu kenapa ia membenci Alea.
Diujung sana diapit dua temannya Alea terlihat duduk gelisah ditempatnya-selalu begitu jika akan pembagian raport. Ia tidak percaya diri di depan Papanya ketika nilainya turun. Meski Papanya tidak pernah memarahinya, tapi Mamanya akan menasihatinya habis-habisan. Alea merapal dalam hatinya semoga nilainya baik-baik saja.
Papa Alea tersenyum ketika baru saja keluar ruangan, Alea menatap Papanya dengan bimbang. "Gimana Pa?"
"Semua baik-baik aja," Darma meyakinkan Putri sematawayangnya. Bertanya pada Papanya bukan pilihan yang pas karena ia sudah menebak jawabannya.
Darma beralih, ia melihat Vano duduk jauh dari Alea, tanpa diduga-duga Darma menghampiri Vano yang membuat mata Alea melebar sempurna. Begitupun dengan kedua teman Alea yang langsung berdiri dan menatap gamang ke arah Vano dan Papa Alea.
"Nak Vano," sapa Darma pada Vano yang belum juga menyadari keberadaannya.
Vano terkesiap dan mendongakkan kepalanya. "Om?"
Sebenarnya Darma sudah tahu apa yang terjadi pada anaknya dan Vano. Tapi Alea tidak pernah mengatakan apa alasan mereka putus dan jujur Darma ingin mengetahuinya sekarang. Belakangan yang Darma lihat adalah sosok Alea yang murung dan lebih suka mengurung diri di kamar. Mungkin saja tebakan Darma benar bahwa ini berkaitan dengan sosok pria muda dihadapannya ini.
"Lea, bokap lo ngapain?" Dilla bertanya frustasi pada Alea yang masih membeku.
Pertanyaan Dilla hanya dianggapnya dengan gelengan kepala.
"Boleh saya bicara sama kamu?" Darma bertanya dengan tenang.
Vano berdiri dengan kepercayaan diri yang luar biasa dan mengangguk.
"Pa, ayo kita pulang!" Alea berseru setelah berhasil memulihkan keterkejutannya dan menghampiri Papanya sebelum sesuatu yang buruk terjadi.
"Papa mau ngomong sebentar sama Vano."
Alea mencoba menatap Vano dari ekor matanya agar cowok itu pergi dan tidak membuat masalah yang lebih rumit lagi. Namun Vano tetap bergeming seolah itu bukanlah masalah yang serius. Alea terus memaksa Papanya agar mengikuti keinginannya dengan berbagai cara. Mulai dari ingin membeli es krim, ingin jalan-jalan di taman dan masih banyak lagi alasan konyol agar Papanya tidak berbicara dengan Vano. Semuanya gagal, Papanya tidak bisa dibujuk sama sekali.
"Vano?" panggil seorang wanita yang seumuran dengan Mamanya.
"Ayo kita ke kelas Davin," kemudian wanita itu tersenyum ramah pada Alea dan Papanya.
"Maaf Om saya harus pergi."
"Mari," ucap wanita setengah baya itu dan berlalu.
Alea tidak bisa lebih lega dari sekarang. Wanita itu benar-benar menyelamatkannya. Tunggu? Apa wanita itu Ibunya Vano yang selama ini pergi? Dari wajahnya ia bisa melihat garis wajah Vano sangat mirip dengannya. Alea merasa senang melihat Vano dan Mamanya, yang Alea tahu Vano sangat kecewa dengan Mamanya. Semoga ini sebuah kemajuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA (COMPLETE)
Teen FictionKetika aku menemukanmu dunia ku berubah begitu saja entah magnet apa yang ada dalam dirimu yang jelas aku mencintaimu