26

13.2K 645 3
                                    

Drrtt!!! Drrrt!!!

Ponsel Rista bergetar menimbulkan bunyi getaran di atas meja. Rista langsung melenggang mengambil ponselnya.

'Kak Riska 💕'

Rista menggigit bibirnya. Sedang ponselnya bergetar tanpa henti.

Ia bingung harus mengangkat telepon dari kakaknya atau tidak. Ia senang keluarganya masih ingin mendapat informasi tentang dirinya, tetapi setelah mereka pindah ke luar kota, Ardan menyuruh Rista berjanji untuk tidak mengangkat telepon keluarga Rista. Sebab dipastikan keluarga Rista ingin mengetahui tempat tinggal Rista sekarang.

Ya Allah, aku harus gimana?

Rista membetulkan hijabnya sebentar. Ia mondar mandir tidak jelas.

Bahkan suaminya yang baru pulang dari kantor sudah tidak dihiraukannya lagi.

"Ris, ada apa?"

Rista terbelalak. Ia terlihat bingung sambil menatap Ardan. "Kamu lagi ga apa-apa kan, Ris?"

Rista menggeleng "Ta-tapi—"

"Tapi apa?" Panji meminum air dari galon.

"Kak Riska nelpon"jawab Rista pelan namun didengar Ardan.

"Uhuk!! Uhuk!!!"

"Mas, hati-hati"ucap Rista sambil memijit tengkuk Ardan sedikit. Tiba-tiba kesunyian melanda. Tidak ada suara yang dikeluarkan dari mereka berdua. Ardan sibuk dengan pemikirannya begitupun Rista.

Ardan akui, ia masih mencintai Riska. Ia belum move on. Kenangan-kenangan yang begitu indah masih saja membayanginya setiap dia sendiri, makanya dia sering menyibukkan diri, sering pulang malam, dan kadang lembur agar terbebas dari pikiran-pikiran aneh itu.

Wajah Riska, senyum indahnya, tutur katanya yang lembut, dan tawanya yang Ardan sangat rindukan. Ia merindu dekat dengan wanita itu. Sudah dua minggu lebih tidak ada kabar dari Riska, namun sekarang adalah saatnya ia mengobrol dengan wanita yang singgah di hatinya.

Namun, keadaan kemarin tidak sama dengan keadaan sekarang. Kemarin adalah kisah bahagianya, sekarang adalah kisah yang belum ada judulnya. Yang Allah belum membuat ending untuk ceritanya sekarang, apakah sad ending ataukah happy ending?

Melihat beberapa hari kemarin ia sempat berjanji pada Rista bahwa ia akan belajar mencintai Rista. Namun sepertinya itu hanya janji semata, sebab ia tidak bisa membohongi bahwa hatinya memilih orang lain.

Rista menunduk sedih melihat Ardan yang terdiam, ia menggigit bibirnya kuat agar tidak terdengar isakannya. Mencintai orang yang sudah halal begitu indah, namun bagaimana jika hatinya milik orang lain?? Dan orang lain itu adalah kakakmu sendiri??? Sakit, bukan?

Rista sudah mulai mencintai suaminya. Setelah mereka pindah ke luar kota, Rista sudah terbiasa dengan kebiasaan Ardan yang sering mencium keningnya saat pulang kerja walaupun saat Rista tertidur. Saat ucapan Ardan yang tidak sadar membuat Rista tersanjung. Rista takut. Takut jika ia tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti beberapa hari yang lalu. Jujur, ia masih sangat iri pada kakaknya yang mengisi hati suaminya sendiri.

Astagfirullah - Ardan.

Ardan berbalik pada Rista. Ia bingung melihat Rista yang menunduk, seperti kebanyakan film horor di TV. Namun bila setan di TV tanpa hijab, di depannya kini berhijab dan itu bukan setan tetapi istrinya.

Ardan baru sadar saat ia tiba-tiba mendengar isakan Rista. "Ris, kamu nangis?"

Rista segera beranjak pergi dari situ.

Maaf, Mas. Maaf jika aku selalu menyakitimu dan membuatmu susah.  Seharusnya kau bukan denganku, tetapi dengan kakakku. Kenapa Allah menyatukan kita?  Apa tujuanMu Ya Rabb??

***

"Ris, kamu kenapa?"tanya Ardan saat melihat Rista yang melamun di balkon rumahnya. Namun, Rista tidak menjawab. Ia kalut.

Ardan menyentuh pundak Rista. Ia sadar dengan sikapnya bahwa Rista cemburu. Ia merasa bersalah pada Rista.

"Maaf, Ris. Aku ga bermaksud bikin kamu sakit hati"ucap Ardan.

"Seharusnya Mas ga usah minta maaf. Aku maklumi kok Mas. Aku emang ga pernah bisa ada di hati kamu"

Ardan merasakan ngilu di hatinya. "Ris, kok kamu ngomong gitu?"

"Mas, aku tau semuanya. Mas masih mencintai kak Riska kan?? Ga usah ditutup-tutupi"

"Oke, aku emang ga pernah lupain kakakmu. Tapi aku masih belajar mencintamu, Ris"

"Ga usah dipaksain jika hatimu bukan untukku, Mas. Karena yang namanya dipaksakan itu sakit"

Rista menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ia menangis sejadi-jadinya.  Ia tidak berpikir tentang Ardan yang sedang melihatnya menangis atau Ardan masih mencapnya air mata buaya. Yang sekarang dirasakannya hanya rasa sakit.

Ardan menarik Rista ke pelukannya. "Nangis, Ris. Aku ga akan nyuruh kamu berhenti, aku hanya ingin kamu menangis sampai hatimu merasa lega. Jika sudah, ayo tatap mataku dan lupakan semua yang sudah berlalu. Bukan kah kita sudah berjanji akan membuka lembaran baru?"

***

"Mas ih, lepasin dulu, aku mau mandi"ucap Zahra malu-malu kucing sambil menarik tangannya yang digenggam erat Ilham. Ilham hanya terkikik geli memandangi istrinya itu.
"Ga usah mandi, Ra. Berat. Biar aku saja"

Zahra tertawa mendengar penuturan Ilham. Ilham meng-copy paste ucapan Dilan, namun kata Rindu diganti dengan kata Mandi. Ada-ada saja.

"Apa sih, Mas. Pagi-pagi ngegombal"ucap Zahra.

"Biarin, dari pada aku ngegombalin cewek-cewek lain yang disebut selingkuhan gimana?"

"Jangan selingkuh. Berat. Biar aku saja"balas Zahra. Lalu ia pun tertawa melihat ekspresi Ilham.

"Ohh.. Jadi mau selingkuh gitu?"ucap Ilham yang sudah siap menggelitiki Zahra.

"Iya"jawab Zahra lantang. Dengan cepat Ilham menggelitiki Zahra tanpa ampun.

"Mas, hahahahahha ampun... Hhh hahahah ampun"

Dan begitulah mereka. Membuat kebahagiaan kecil seperti kebahagiaan terbesar di hidup mereka.

Drrrttt!!! Drrtt!!!

Ilham melepaskan gelitiknya lalu mengarah pada ponselnya yang berada di nakas. Keningnya bertaut saat melihat nama Ayu.

Zahra memandang Ilham aneh. Ia penasaran siapa yang menelpon suaminya. Zahra pun ikut melihat ponsel Ilham. Dan ekspresinya sama dengan Ilham saat melihat nama itu.

"Ayu belum tau kalau aku udah nikah, Ra"ucap Ilham. Zahra mengangguk. "Angkat aja, Mas"

Lalu Zahra melenggang pergi untuk membersihkan diri sekaligus untuk tidak mendengar percakapan Ilham dengan sahabatnya sendiri.

Apalagi saat Zahra tahu bahwa suaminya habis kecelakaan dan membutuhkan darah, dan sahabatnya itu lah yang mendonorkan darah untuk suaminya. Ia banyak-banyak bersyukur mempunyai sahabat yang baik seperti Ayu.

My Senior My Husband (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang