40

12.3K 582 4
                                    

Pagi ini, Ilham kembali mampir ke toko bunga untuk membeli sebuket bunga lagi.

"Buat orang spesial ya?"tanya Mbak penjual bunga.

Ilham mengangguk "Sangat spesial"

Mbak itu memberikan bunga kepada Ilham. Lalu Ilham pun memasuki mobilnya dan bersiap ke Rumah Sakit. Namun....

Pandangannya terhenti saat melihat Farel berjalan bersama....

Siska??

***

Ilham berjalan cepat menuju ruangan Zahra. Ia mendapat telepon dari perawat yang berjaga bahwa Zahra telah sadar dari komanya dan ia berteriak histeris seperti orang gila.
Ilham memasuki ruangan itu dan pandangan di hadapannya itu membuatnya ingin menangis.

Zahra menangis tersedu-sedu sambil ditarik tangannya pada perawat karena tidak berhenti menyakiti dirinya.

Ilham dengan segera mengambil alih peran perawat, bukan memegang tangan Zahra. Tapi memeluknya erat. Zahra butuh kekuatan.

"Pak, kalo begitu saya akan keluar. Panggil saja kami jika bapak perlu sesuatu"ucap perawat lalu keluar.

Ilham masih memeluk Zahra. Ia mengelus punggung Zahra pelan. Berusaha agar Zahra bisa tenang.

Setelah dirasa Zahra sudah tenang, Ilham melepaskan pelukannya sambil menangkup wajah Zahra, ia menghapus jejak air mata Zahra lalu menangkupnya wajah Zahra lagi.

Mata Zahra terlihat merah dan ia bersiap akan menangis lagi.

"Ada apa, sayang? Kok bangun udah nangis?"

Zahra berusaha menahan tangisnya. Ia berpura-pura kuat. Karena Ilham berusaha membuatnya kuat berarti dia juga harus berusaha kuat.

"Udah ya, Ra? Jangan nangis. Mana senyumannya? Yang aku rindu itu bukan air mata tapi senyuman kamu"bisik Ilham sambil menatap lekat Zahra.

Zahra sudah terdiam. Hatinya merasa agak tenang.

"Oh iya, aku bawain kamu bunga"ucap Ilham sambil menyodorkan bunga yang dibelinya tadi. Ia meletakkannya di kedua telapak tangan Zahra.

Zahra masih terlihat pucat. Dan masih terlihat trauma.

Ilham kembali memeluknya. Keadaan seperti ini biasanya iblis akan membuat rencana busuk.

"Ra, istighfar. Ucap, Ra. Allah merindukan kamu mengucap kalimat itu"

Ilham tersenyum mendengar Zahra mengucapkan kalimat itu. Hatinya terasa lega.

"Ra, aku mohon, biarlah kejadian-kejadian yang telah berlalu hanya lewat tapi jangan dijadikan beban. Kamu ga simpan dendam kan sama Ayu?"

Zahra hanya terdiam. Di dadanya masih terasa sakit. Apalagi saat ia terbangun, ia menyadari bahwa anak di kandungannya telah tiada. Ia trauma.

Ilham menghembuskan nafasnya pelan.

"Aku akan bantu kamu supaya kamu tegar.  Dan aku akan bantu kamu agar tidak ada rasa yang dibisikkan setan padamu. Ingat, Ra. Orang yang bersabar akan dinaikkan derajatnya oleh Allah"

Lalu bagaimana denganmu, Mas?

***

Ibu Zahra tersenyum saat melihat anaknya sudah sadar. Ayah Zahra, Ardan dan juga Rista berada di sana.  Hanya kurang Ilham, karena ia sedang tugas.

"Zahra gimana kabar kamu, nak?"tanya Ibu.

Zahra hanya mengangguk pelan. Ibu merasa Zahra masih trauma pun hanya menatap Ayah.

"Kamu udah makan, Ra?"tanya Ayah.

Zahra hanya mengangguk pelan.

Ardan mengepalkan tangannya. "Ini semua gara-gara Ayu, cinta buta hanya jadi alasan konyol untuk menyakiti Zahra"

Rista mengelus pundak Ardan. "Mas, semua sudah berlalu. Sudahlah jangan diungkit"

"Benar kata istrimu, Ardan. Semua sudah berlalu"

Tiba-tiba Zahra menangis. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Semua yang berada disitu ikut tersentuh.

"Semua memang sudah berlalu.. Hiks... Begitu juga anakku...hiks"isak Zahra.

Ibu merasakan sakit pada dadanya.

"Nak, jangan menangis. Kuat sayang"ucap ibu.

"Zahra ga bisa, Bu. Zahra ga kuat"

"Allah pasti akan memberikan kamu yang terbaik Zahra"ucap Ayah.

"Ya, Zahra yakin. Tapi, Ayah, apakah wanita yang keguguran dan rahimnya rusak akan mempunyai anak lagi? Jangan membuat Zahra banyak berharap. Hiks.. Hiks.."

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, Zahra! Ingat nama Allah! Sepertinya kamu sedang digoda oleh setan"ucap Ayah.

Ibu langsung merengkuh tubuh Zahra sambil menyuruhnya mengingat Allah.

"Apakah kamu mulai lupa tentang istri Nabi Zakaria, Zahra? Bahkan ia hamil di saat umurnya tidak muda lagi. Itu semua atas kekuasaan Allah"ucap Ayah.

Ya Allah, kuat kan lah hamba. Hamba mohon. Hanya Engkau yang bisa menguatkan hati hamba.

***

Rista berjalan dengan cepat, ia mengekor di belakang Ardan menuju rumah mertuanya.

"Mas—"

Rista menghentikan langkahnya begitupun Ardan. Mereka bersama berbalik ke belakang.

"Kak Riska?"lirih Rista. Ia bingung melihat Riska dengan mata sembab. Seperti habis menangis.

Rista mulai mendekati kakaknya itu, ia menyentuh kedua lengan Riska yang masih terdiam. Tatapan mata Riska lurus memandangi Ardan.

Rista yang melihat itu menghembuskan nafasnya pelan, hatinya merasakan sakit saat ia melihat Ardan membalas tatapan Riska.

"Kak, kakak ngapain ke sini?"tanya Rista, mencoba mencairkan suasana.

Riska menatap Rista. "Kakak minta pertanggung jawaban sama Ardan"

Deg!!!

"Ma-maksud kakak?"

"Kakak minta dinikahi sama Ardan"

Riska menatap lekat Ardan kembali. Hati Rista bergemuruh.

"Jadikan aku istrimu Ardan, meskipun aku harus menjadi wanita kedua. Meskipun istri pertamamu adalah adikku sendiri. Karena aku sudah terlanjur mencintaimu! Dan aku tidak bisa melupakanmu Ardan"

Rista menelan salivanya pelan. Ia balik menatap Ardan. Tiba-tiba bahunya ditarik oleh Riska. "Kakak pernah berkorban untuk kamu, Ris. Kamu ingatkan, apapun yang kamu minta akan kakak korbankan? Sekarang balas lah pengorbanan kakak Rista"

Rista mencoba menetralkan pernafasannya. Tiba-tiba ia merasa oleng. Dan ia pun hilang kesadaran.

My Senior My Husband (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang