51

3.8K 267 26
                                    

Tepat seminggu kemudian, Ibu Kost pulang dan langsung menelpon Zahra. Mereka janjian untuk memberikan buku nikah Zahra yang ketinggalan.

"Maaf ya Ra, saya ga sempet titipin ke Mbok, soalnya saya lupa" Wanita paruh baya itu tersenyum kecil.

"Ga apa-apa Bu. Yang namanya manusia kan ga bisa lari dari sifat yang namanya lupa"

Mereka pun melanjutkan obrolan mereka mengenai usaha Alin yang sudah meningkat dan tentang Ilham yang amnesia.

"Yang sabar ya Ra. Ingat, Allah selalu bersama orang-orang yang sabar"

Zahra mengangguk. "Alhamdulillah, sampai sejauh ini Zahra masih berusaha sabar"

Ibu Kost mengangguk. "Kalo begitu saya pamit duluan ya, Ra? Soalnya saya mau bantu pindahin barang-barang dari luar kota"

Zahra mengangguk sambil tersenyum "Iya Bu. Kalo begitu, Zahra juga mau pulang. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Zahra menyusuri jalan raya dengan berbunga-bunga. Lihat saja, Ilham akan memeluknya erat karena sudah melupakannya. Ia akan mencubit pipi suaminya itu karena tidak mau percaya padanya.

Ia mengambil ponselnya dari saku rok nya. Ia tersenyum di balik cadarnya sembari mencari nama My Husband di kontaknya.

"Halo,Mas?"

"Iya? Ada apa?"

"Mas, Zahra pengen ketemu sama Mas di kafe dekat kampus"

"Ngapain? Mending lo pulang deh. Kita bicara di rumah saja"

"Mas, ini penting. Zahra mohon"

Terdengar helaan napas dari seberang.

"Oke, gue ke situ"

"Zahra tunggu, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Tut!

Zahra mempercepat jalannya menuju kafe. Ia sedari tadi tersenyum. Kebahagiannya sangat nampak di wajahnya, namun tidak terlihat oleh khalayak.

Ia menduduki kursi paling pojok di kafe. Biasanya kafe ini ramai, entah mengapa sekarang sepi. Zahra menyimpan buku nikah nya di dalam tas selempang.

Ia menikmati secangkir coklat panas yang telah dia pesan. Matanya terus mengamati pintu masuk. Tidak sabar rasanya melihat suaminya itu.

Tepat saat Zahra masih melihat pintu, sosok itu berdiri di sana. Ia dengan cepat mendekati Zahra. Duduk di hadapannya.

"Ada apa?"

Zahra tersenyum. Ilham hanya diam, ia tidak mengerti apa alasan wanita itu tidak mau bicara di rumah.

Zahra segera mengeluarkan buku itu dan meletakkannya di meja. Ilham menatap Zahra tajam. Ia mengambil buku itu dan segera membukanya.

"Licik"

Zahra menatap Ilham. Mungkin telinganya salah dengar. Tidak mungkin suaminya mengatakan kata 'licik'.

"Apa Mas?"

"Lo licik"

Kening Zahra menyatu. Ia terheran.

"Lo bayar orang buat bikin buku nikah palsu ini berapa?"

Mata Zahra membulat. Nafasnya tercekat. Seakan-akan oksigen telah berhenti saat itu juga.

Palsu? Buku nikah palsu?

"Mas itu asli!"

Tangan Zahra mengepal. Sampai kapan suaminya tidak mempercayai bahwa dirinya lah istrinya dan mereka sudah menikah.

My Senior My Husband (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang