Seminggu kemudian..
Ibu Ayu menempelkan telapak tangannya di dahi Ilham. Lalu ia menatap Ayah Ilham.
"Panasnya belum juga reda"ucap Ibu. Ayahnya hanya menghembuskan nafas pelan. Sudah 5 hari Ilham sakit dan tidak mau ke dokter.
"Ham, kondisi kamu ini ga memungkinkan untuk di rumah terus. Ayah antar ke dokter ya?"ucap Ayah
Ilham menggeleng "Yang aku butuhkan bukan dokter, Yah. Tapi, Zahra"
"Ilham, jangan keras kepala. Ayo, kita ke dokter, setelah kamu sembuh kita langsung mencari Zahra. Bagaimana caranya mau ketemu kalo kamu sendiri ga sehat begini?"ucap Ibu.
Ilham terdiam. Sejenak kemudian dia mengangguk akan diantar kan ke dokter.
***
Ilham berbaring di atas kasur empuknya setelah pulang dari dokter.
"Jangan lupa minum obatnya ya"ucap Ayah. Ilham mengangguk."Assalamualaikum"ucap Ayah Zahra dan Ibu Zahra datang.
"Waalaikumsalam"
Ayah Zahra dan Ibu Zahra beririrangan memasuki kamar Ilham.
"Gimana keadaan kamu, Ham?"tanya Ayah mertuanya."Ya seperti ini lah Pah"jawab Ilham dengan lemas.
"Ibu tidak menyangka Zahra akan pergi dari kamu, nak. Maafkan Zahra"ucap Ibu Zahra.
Ilham tersenyum kecil. "Saat Zahra kembali, aku akan memeluknya dan tidak akan melepaskannya lagi Bu"
Ibu Zahra mengangguk. "Kalo Zahra kembali, ibu akan jewer telinganya karena berani ninggalin kamu"
Ilham tersenyum.
"Bu, saya pengen cari Zahra"
"Tapi, kamu sehat dulu ya, Ham"
"Iya, Bu. Ilham akan minum obatnya sampai sembuh, lalu saya akan mencari Zahra sampai ketemu"
***
Farel menemani wanita yang sudah menjadi istrinya semenjak enam hari yang lalu. Siska. Wanita itu. Mereka sedang berada di pasar.
Tadinya Farel menawarkan untuk mereka berbelanja di Minimarket saja, tapi Siska lebih suka berbelanja di pasar.
"Mas, kamu mau aku masakin apa?"tanya Siska. Ia agak malu saat memanggil Farel dengan sebutan Mas.
"Mas, ga pilih-pilih Dek. Terserah kamu mau masak apa"jawab Farel. Farel menahan tawanya saat melihat pipi Siska bersemu merah.Pandangan Siska tertarik pada sayur sup yang dijual oleh pedagang di sampingnya. Ia langsung menanyakan harga dan langsung membelinya.
"Kalau daging? Mas makan daging apa?"
"Mas, ga pilih-pilih Dek, masak apa aja"
"Kalau daging buaya mau berarti?"
"Daging adek juga boleh"
Siska langsung mencubit pelan pinggang suaminya itu. Farel langsung mengaduh kesakitan. Siska langsung mengelus pinggang yang baru dicubitnya itu.
Farel tersenyum puas.
"Permisi, bisa saya lewat?"
Farel menggeser sedikit posisinya. Ia memberikan jalan untuk orang di belakangnya.
Farel menatap seorang perempuan yang berjalan mulai menjauh darinya. Perempuan yang barusan meminta sedikit jalan untuk dilewati.
Perempuan itu... Zahra?
"Mas, kenapa?"
"Sis, tadi aku lihat Zahra"
"Zahra?"
"Istrinya Ilham yang pergi dari rumah"
"Kalo begitu ayo kejar Mas"
Farel hanya terdiam. "Dia udah pergi jauh, Sis"
Siska terdiam berpikir sejenak. "Tunggu Mas! Kalo Mbak Zahra baru saja lewat, berarti dia masih ada di sekitar sini"
"Maksudnya? Kan dia udah pergi, Siska"
"Mas, maksudku, kemungkinan Mbak Zahra tinggal di dekat sini"
Farel mengangguk. "Ayo kita cari"
"Trus belanjaannya gimana?"
Farel mendengus. "Kalau begitu, setelah kamu masak kita mulai mencari di mana dia tinggal"
"Aku setuju,Mas"
***
Ibu Zahra memandang Rista dengan iba, mengapa nasib anak-anaknya seperti ini?Yang satu lari dari rumah karena tidak mempunyai anak.
Sedangkan yang satunya? Akan bersiap melamar wanita lain lagi.
Rista sedari tadi menangis, ia tidak menyadari ibu mertuanya sedang melihatnya kesakitan.
"Ris"ucap Ibu sambil menarik Rista ke dalam pelukannya.
"Ibu tahu bagaimana perasaan kamu. Tidak ada istri selain Aisyah yang siap dipoligami, kalau pun ada itu karena urusan anak"
"Ibu, Rista bisa apa?"
"Apakah saat Ardan menanyaimu tentang ini kamu menjawab "Iya"?"
Ibu menatap Rista lekat. Rista menggeleng. "Mas Ardan ga nanya ke Rista"
Ibu terbelalak. "Mengapa Ardan tidak menanyaimu?"
Rista hanya terdiam. "Ini masalah hati, Bu. Rista hanya bisa mengalah dan menuruti saja"
***Farel bersama Siska mengelilingi kompleks di belakang pasar sambil sesekali bertanya pada orang yang mereka temui.
Hasilnya nihil, tidak ada yang pernah melihat Zahra.
Siska menghembuskan nafasnya pelan. "Bukan takdir, Mas"
Farel melirik kearah Siska.
"Kasian Ilham, Sis. Ya, mungkin bukan takdir kita"
"Tapi, yakinlah Mas. Rencana Allah lebih indah dari ini" Siska menyentuh pundak Farel sambil tersenyum. Farel mengangguk sambil tersenyum.
"Yaudah yuk kita pulang, Mas masih lapar. Pengen makan masakan kamu lagi"goda Farel.
Siska tersenyum menampakkan deretan giginya.
"Yaudah Yuk! Apa pun yang Mas bilang dengan senang hati akan Siska laksanakan"ucap Siska sambil menggandeng lengan Farel.
"Apapun itu?"tanya Farel.
"Apa pun itu, Mas"
Subhanallah. Terima kasih Ya Allah. Engkau memberikan istri yang sangat baik dan penyayang padaku. Engkau memang Sang Pemilik Rencana yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior My Husband (✔)
SpiritualMenceritakan kisah cinta islami Sebagian part diprivate