47

2.8K 206 6
                                    

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Ibu membuka pintu untuk Zahra. "Zahra?"

Zahra tersenyum dalam pelukan ibunya. Ibu melepaskan pelukannya lalu tersenyum ke arah Zahra. Ia pun menyuruh Zahra masuk.

"Bentar ya, ibu mau bikinin trh buat kamu"

"Jangan bu. Biar Zahra saja"

Zahra melirik ibunya yang sedang hamil. Ibu mengangguk lalu duduk menunggu Zahra. Tidak lama kemudian Zahra membawa dua gelas teh.

Ibu segera menyuruh Zahra duduk di sampingnya. "Kamu dari mana, Nak?"

"Zahra ga jauh kok Bu dari apartemennya Mas Ilham"

"Kenapa harus kabur? Kita semua pusing mikirin kamu"

Zahra menggenggam tangannya ibunya kuat. "Maafin Zahra, Bu"

"Ayah kamu marah besar, Ra"

"Ayah di mana, Bu?"

"Ayah lagi kerja"

Zahra terdiam. Ibu mengusap kepalanya pelan. "Kamu sudah ke apartemen Ilham atau belum?"

"Sudah Bu"

Ibu langsung mengangkat dagu Zahra. Membuat Zahra harus menatapnya. "Kamu bertemu dengan Ilham?"

Zahra mengangguk. Seketika ingatannya kembali pada perlakuan Ilham tadi. "Mas Ilham... Hiks.."

Ibu membelai kepala Zahra. Ia membiarkan anaknya menangis di pangkuannya.

"Dia kecelakaan, Ra"

Zahra langsung menghapus air matanya lalu menatap ibunya tajam. Ibu mengangguk.

"Dia amnesia"

Zahra seketika lemas. Ilham amnesia? Pantas saja dia tidak mengenali Zahra.

"Waktu itu dia pergi mengejar seseorang, tiba-tiba dia ditabrak dan katanya dokter dia amnesia permanen"

"Amnesia permanen?"

Zahra tau penyakit Amnesia permanen berarti Amnesia selamanya.

Ibu mengangguk sedih. "Yang dia ingat hanya ayahnya. Selain dari itu, dia melupakannya"

Ibu menyentuh punggung Zahra. "Malam ini kamu di sini dulu, besok kami akan mengantarmu bertemu Ilham"

Zahra mengangguk. Ia terdiam sebentar lalu memegang tangan ibunya kuat. "Apa Mas Ilham sudah menikah lagi, Bu?"

"Tidak, Ra. Dia setia menunggumu"

***

Terdengar suara mobil dari luar rumah. Zahra berjalan menuju pintu dan membuka kan pintu, itu pasti Ayahnya.

"Assalamualaikum" ucap Ayah.

Cklek!

"Waalaikumsalam"jawab Zahra hendak menyalami tangan Ayahnya.

Plakk!!!

Zahra memegang pipinya, tangannya gemetar. Perlahan ia merasakan air matanya akan keluar. Namun, ditahannya. Ia harus kuat.

"Ayah!" Ibu keluar ke ruang tamu sambil memegang tangan suaminya.

"Ayah, kenapa tampar Zahra??"tanya Ibu sambil memegang kedua tangan suaminya. Ia melirik Zahra yang masih shock di sisi Sofa.

Jantung Ayah Zahra berdetak kencang. Baru kali ini ia berani menampar Zahra. Ini semua karena kesalahan Zahra.

"Ayah ga pernah nyuruh kamu untuk ninggalin suami kamu, Ra! Siapa yang suruh??" Ayah menghampiri Zahra sambil menampar lengan Zahra.

Isakan Zahra mulai terdengar.

"Ayah sudah!!!!"

Ibu Zahra menarik-narik tangan Ayah Zahra. "Itu anakmu! Jangan dipukul!"

Ayah Zahra meremas pelipisnya sambil menatap Zahra.

"Besok kamu pulang ke rumah suamimu. Terima apapun konsekuensinya. Kalau tidak, jangan pernah datang kesini lagi. Ayah benci"

Ibu menatap punggung Ayah yang memasuki kamar. Ia tidak percaya suaminya seperti itu. Ibu berbalik lagi pada Zahra.

Segera dipeluknya anaknya itu. Zahra mencoba menahan kembali isakannya.

Zahra sadar. Semua murni kesalahannya. Jadi, dia harus menerima konsekuensinya. Apa pun itu.

***

Ilham berdecak kesal melihat acara-acara televisi yang sangat membosankan. Dibuangnya remot itu ke sofa. Ia membaringkan dirinya di atas sofa.

"Ayah kok belum pulang sih?"gumamnya sambil melirik jam dinding. Sudah pukul 9 malam. Ia bosan sendiri.

"Hoam!!!"

Ilham menutup mulutnya. Ia sudah mengantuk. Segera ia bangun lalu menuju kamarnya.

Dibaringkannya badannya telentang. Ia menatap langit-langit. Memorinya berputar pada bundanya. Biasanya jam begini pasti bundanya mengusap kepalanya. Tapi, di mana bundanya?

Ilham duduk. Ia keheranan sendiri. Sebenarnya dia sakit apa sampai-sampai ia merasa ada sebagian yang hilang dari kehidupannya.

Tapi, saat di Rumah Sakit, ayahnya bilang bahwa dia hanya jatuh dari sebuah pohon. Makanya saat ia sadar, bahunya diperban dan jidatnya diperban. Tapi, seperti ada yang aneh.
Aku harus tanya ke ayah.

Ilham segera meraih ponselnya di nakas.

Drrtt!!!

Baru saja ia akan menghubungi ayahnya, eh ayahnya duluan yang menelpon.

"Halo, Yah?"

"Ham, ayah malam ini ga pulang, lembur. Kamu kalau lapar jangan tungguin ayah"

"Iya, Yah.  Ayah, ada yang mau aku tanyain"

"Apa?"

"Sebenarnya Ilham sakit apa sih, Yah? Kok kayaknya Ilham ngerasa ada yang aneh"

"Hmm.. Itu hanya pikiran kamu, Ham. Udahlah, ayah mas—"

"Beneran,  Yah. Tadi juga ada cewek namanya.... Siapa ya? Hmm... Za.. Zahra.. Iya Zahra. Dia aneh gitu. Dia minta maaf lah. Sampai sujud gitu. Padahal aku ga kenal, Yah"

"Apa?! Zahra?!"

"Iya. Ada apa, Yah? Kok Ayah kaget gitu?"

"Ehm! Ga ada apa-apa kok. Yaudah kamu istirahat, ayah mau lanjut kerja"

Tut!

Ilham menatap ponselnya. Ada apa dengan semua orang? Sangat aneh. Terlebih ayahnya.

Aku jadi curiga. Memang ada yang sengaja disembunyiin. Tapi, kok Ayah kaget pas dengar nama cewek itu? Siapa dia?

Ilham mengacak kesal rambutnya. "Ah tau ah. Mau dia siapa kek, ga peduli. Mending tidur"

Ilham pun meraih selimutnya hingga sebatas dada. Tidak lama, ia pun terbawa dalam kedamaian.

My Senior My Husband (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang