33

11.2K 578 6
                                    

Ilham mengecup pelan tangan dingin Zahra. Ia merindukan Zahra. Sudah seminggu istrinya itu terlelap di kasur empuk Rumah Sakit.

Ia tidak tahu penyebab istrinya pingsan selama ini. Yang ia tahu, ia mendapati istrinya di dalam kamar mandi dengan keadaan pingsan.

Kemungkinan Zahra jatuh dari kamar mandi. Iya, mungkin begitu, batin Ilham.

Ia mengelus kening Zahra. Ia merindukan kemanjaan dari istrinya. Saat awal ia membawa Zahra ke Rumah Sakit. Dokter langsung memvonis bahwa Zahra dalam keadaan kritis dan harus mendapatkan pelayanan segera.

Ia mendapatkan kram luar biasa dan entah pengaruh lainnya yang Ilham tidak bisa mengingat  dengan jelas perkataan Dokter yang sangat susah untuk Ilham ingat.

Intinya, Ilham merindukan Zahra. Ia menyandarkan kepalanya di kepala Zahra.

Ilham terkejut saat melihat tangan Zahra bergerak kaku. Dengan cepat Ilham berlari ke luar ruangan untuk memanggil dokter.

***

Ilham mengelus punggung Zahra. Selepas bangun tadi, Zahra menangis tersedu-sedu. Saat ia memeluknya, Zahra tidak mau melepaskan pelukannya. Seakan-akan ia takut kehilangan suaminya itu.

"Ra, ada apa?"

Zahra belum siap menceritakan kejadian yang dialaminya. Rasanya ia ingin mati saja. Astagfirullah, batin Zahra.

"Apa ada yang gangguin kamu?" Ilham segera melepaskan tangan Zahra dan menangkupkan wajah Zahra pada telapak tangannya.

"Ada apa, Ra?"

"Mas, aku...hiks!!!"

"Tenang, Ra. Bicaranya pelan-pelan"

Zahra menghapus air matanya.  Lalu ia menghembuskan nafas pelan.

"Mas, aku diteror"

Ilham terkejut. Ia mengepalkan tangannya. Ternyata penyebabnya adalah teror.

Ca, lihat saja. Aku akan menyeretmu ke kantor polisi. - Ilham.


***

Ilham sedang sibuk berbicara dengan para polisi yang akan membantunya. Ia juga bersama Farel yang siap membantunya 24 jam. Mereka seperti sepasang saudara.

"Bapak tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan saat memasuki kamar ini sebelumnya?"

"Tidak. Kamar ini seperti biasanya. Tertata rapi dan tidak ada barang-barang yang berantakan"

"Jendela?"

"Terlihat baik-baik saja"

Polisi itu melirik ke arah pintu kamar yang terdapat goresan gunting.

"Hanya sebuah pintu itu yang membuktikan kejadian teror itu"ucap polisi itu.

"Apakah kalian sudah mendapatkan petunjuk selain ini?"tanya Ilham.

"Kami kesusahan, Pak. Seperti yang bapak bilang tidak ada yang mencurigakan dari rumah ini. Hanya sebuah goresan pintu"

"Bagaimana dengan jejak kaki dan tangan sang peneror?"

"Kami tidak menemukan bekas jejak kaki maupun jejak tangan sang peneror, Pak.  Itulah yang membuat kami kesusahan"

Ilham semakin frustasi.

"Kemungkinan si peneror memakai kaos kaki saat memasuki kamar ini"ucap Farel. Ilham dan polisi berbalik kearah Farel. Farel agak gugup jika ditatap seperti itu.

"Hmm.. Maksudnya, coba deh ditebak dari yang kalian lihat. Ada sedikit noda yang menggambarkan bekas sepatu pada lantai bawah, tuh buktinya di pak polisi yang itu" Farel menunjuk seorang polisi yang sedang mengamati sisi jendela.

Polisi itu menyadari yang ditunjuk Farel adalah dirinya. Ia pun memberikan foto pada layar ponselnya sebagai bukti.

Ilham dan polisi itu mengangguk bersamaan. Ucapan Farel tepat.

"Dan soal jejak tangan, seperti yang lo bilang, Ham. Zahra melihat ada boneka di sisi jendela. Pasti si peneror itu yang menyimpan sendiri boneka itu di jendela"lanjut Farel.

"Tapi di sini tidak ditemukan jejak tangan"sanggah pak polisi yang baru saja memberikan bukti pada Farel.

"Tepat! Kemungkinan si peneror menyiapkan sarung kecil untuk mengelap jejak tangannya, atau bisa saja si peneror memakai kaos tangan"lanjut Farel.

Ilham dan pak Polisi yang dari tadi mendengarkan mengangguk. Ys, kemungkinan-kemungkinan yang digambarkan Farel seakan benar.

Mereka hanya perlu petunjuk lainnya tentang si peneror.

***

Ayu mengelus pundak Zahra. "Tenang, Ra. Allah pasti akan memberikan petunjuk siapa peneror itu"

"Iya, Yu. Aku hanya masih shock aja"

Ayu mengangguk sambil menghembuskan nafasnya pelan.

"Kira-kira siapa ya, Ra?"

"Katanya Mas Ilham, dia adalah Eca, teman sekelas sekaligus fans nya dia"

Zahra tidak ragu lagi tentang hubungannya di depan Ayu. Ia sudah jujur pada Ayu. Awalnya Ayu kelihatan kaget. Bukan, bukan karena Ilham adalah orang yang disukainya. Tetapi, Zahra tidak mengingatnya sebagai sahabat. Seharusnya Zahra menceritakannya dari kemarin-kemarin.

Apalagi Farel sudah mengkhitbah Ayu dan Ayu menerimanya. Sekitar 1 minggu lagi acara akad mereka akan terlaksana.

"Ra, aku kan udah mau nikah nih sebentar lagi. Kita ga punya waktu buat berdua dong habis nikah"ucap Ayu, ia menunjukkan raut wajah sedih.

Zahra menatap Ayu lalu tersenyum. "Punya kok, Yu"

"Kapan? Di kampus kita jarang ketemu, kecuali mendadak. Kalo di luar kampus, kita kan udah punya pasangan masing-masing"

Zahra terlihat diam. Ia juga berpikir. Akhir-akhir ini ia tidak punya waktu berdua bersama Ayu.

"Gimana kalo sehari sebelum akad, kita jalan-jalan ke Museum?? Foto-foto gitu"usul Ayu.

Zahra mengangguk "Baiklah"

"Inget ya, traktir aku, Yu"ucap Zahra.

Ayu mendesah. "Iya-iya"

***

Cieeee.. Ayu udah mau nikah tuh sama Farel. Mau ngucapin apa sama calon pasutri???

Tinggal beberapa part lagi guys 😊

Terus voment ya

Dan jangan lupa like 👍

Ditunggu loh.

My Senior My Husband (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang