Kirasuma Sakit

36 5 0
                                    

Setiap pagi, Meta selalu bangun cepat untuk mempersiapkan keperluan belajar anak-anaknya. Ada saja hal yang membuatnya semangat menjalani hari-harinya. Mereka lah alasan Meta untuk terus tersenyum sampai akhir hayat. Sejak Alam --mantan suami Meta-- pergi, semua menjadi berantakan. Meta lupa caranya tersenyum.

Ia benar-benar hancur saat itu. Yang menyatukan kepingan dirinya adalah dua buah hatinya. Meta mengaku bahwa ia tak bisa hidup tanpa mereka.

Meta mengajak Senja bergabung untuk sarapan. Senangnya saat si bungsu menurutiku. Bahagia terus bawaannya, batinnya sambil mengembangkan senyum.

"Kakak kuliah pagi?" tanya Senja sambil menarik kursi dan duduk di hadapan putra pertama keluarga itu.

"Iya. Mau bareng?" Malam membalas sambil memotong sandwich lalu melahapnya.

"Ngga usah deh, Kak. Makasih tawarannya. Tapi adek mau bareng sama temen adek"

"Dih, tumben 'adek'. Biasanya 'Jaja'," cibir Malam tersenyum jahil.

"Bawel ah."

"Sudah. Sudah. Sarapan dulu!" Meta menengahi.

Si sulung memang suka usil dengan bungsu. Jadi kasian plus gemes lihat si bungsu diusilin.

"Iya, Ma," balas mereka bersamaan.

Fufu, enaknya jadi mama kalau anak-anaknya nurut kayak gini, pikir Meta.

Mereka berdua menghabiskan sarapan yang disiapkan Meta dengan penuh kasih sayang.
Setelah mereka menghabiskan sarapan, mereka pun pamit untuk pergi menuntut ilmu.

Satu-satu mereka mencium punggung tangan Meta. Senja dan Malam sangat menghormati Meta. Meta jadi makin sayang dengan mereka. Meta memberi restu sembari mengusap puncak kepala dua jagoannya bergantian. Mereka membuka pintu dan sang mama masih memperhatikan anak-anaknya dengan tatapan bangga.

Mama yakin, papa pasti nyesel karena ninggalin kita sayang. Papa ngga bisa ngerasain gimana rasanya melihat kalian tumbuh layaknya seorang ksatria yang melindungi mamanya. Semoga kalian ngga kayak papa kalian yang mengkhianati kita demi perempuan lain. Mama bangga punya anak-anak seperti kalian. Tetaplah bersama mama, nak. Jangan biarkan mama sendirian.

***

"Ja, kamu yakin mau bareng teman-temanmu? Ngga mau bareng sama kakak?" Malam bertanya setelah menghentikan langkah di depan gerbang rumah.

"Iya ini lagi nunggu mereka. Mana ya?" tangkas Senja sambil menyapu pandang dari rumah Kirasuma sampai rumah Pagi.

Tak lama kemudian Pagi dan Siang keluar dari rumahnya. Mereka datang menghampiri Senja.

"Nah itu mereka! Adek duluan ya, Kak. Assalamualaikum"

"Iya. Wa alaikum salam"

"Yo Ja. Berangkat yok!"

"Eh, kita jemput Kak Lalah dulu!" sembur Siang.

"Iya ini kita mau kesana dedeek," geram Pagi sambil mengusap rambut Siang. "Eh, Sore mana ya? Kok dia belum nongol?"

Siang dan Senja saling menatap dan menyengir.

"Mending kita nunggu di rumah Lalah aja, sekalian nungguin dia" saran Senja.

'Dia' yang Senja maksud adalah Kirasuma namun Pagi mengira adalah Sore. Wah wah, pasangan yang cocok memang.

"Kak Malam, kita duluan, ya" pamit Pagi mewakili.

Melukis Senja {Revisi} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang