Flashback #3

61 7 0
                                    

"Senja kejar aku kalau bisa!" tantang Kirasuma sembari berlari.

Sebuah potongan memori tengah bermain di pikiran Kirasuma saat ini

"Kirasuma tunggu aku dong! Aku udah capek nih!" ucap Senja terengah-engah.

"Ha-ha, baru sebentar udah capek! Cemen Senja!" cibir Kirasuma.

Senja sudah tidak kuat berlari lagi sehingga dia memutuskan untuk beristirahat di tempat sejenak dengan kepala tertunduk dan nafas yang tidak beraturan.

Kirasuma masih asyik berlari sehingga dia tak memperhatikan batu yang ada di depannya. Refleks ia teriak dan teriakan tersebut membuat Senja terkejut mendengarnya dan langsung mendongakkan kepala.

"Kirasuma!"

Senja pun langsung berlari kearah Kirasuma, tanpa merasa kelelahan sedikit pun.

"Aduh..." rintih Kirasuma kesakitan.

"Tunggu Kirasuma! Aku akan kesana!" seru Senja sambil berusaha menghapus jarak yang telah dibuat Kirasuma.

Sayangnya Kirasuma tidak mendengarkan ucapan Senja. Rasa sakitnya membuat ia tak mendengar suara Senja.

Pikiran Kirasuma mulai kacau. Sedetik kemudian, butiran bening menetes dari matanya.

"Kirasuma! Kamu ngga papa? Jangan khawatir aku akan menolongmu!"
seru Senja semakin mendekat dengannya.

Kirasuma pun langsung cepat-cepat menghapus air matanya dan berpura-pura seolah ia tidak merasa sakit sama sekali. Senja sudah berada di hadapannya dan langsung bersedekah sembari berkata “Kirasuma kamu nggak papa?” Senja memasang raut khawatir.

“Aku ngga papa kok Senja, ini hanya luka kecil. Tenang aja, Kirasuma kan kuat!" ucap Kirasuma sambil tersenyum menahan perih.

“Jangan bohong Kirasuma! Aku tahu kamu bohong. Ayo mengakulah!” tegas Senja memaksa.

Kirasuma terdiam dan tertunduk lalu menangis.

“H-hey kenapa kamu menangis? Apa perkataanku ada yang menyakiti mu? bicaralah!” Senja bersimpuh di depan Kirasuma.

Nada suaranya mulai lembut.

“H-habisnya aku takut. K-kalau kamu mau ng-ngetawain aku. Te-terus, aku malu ... Jadi aku nangiis. Hiks hiks.”

“Pfft ha-ha Kirasuma kamu lucu banget!”

“Tuh kan Senja ngetawain aku! Tapi ngga papa, aku sudah biasa kok diketawain. Lagian juga aku lebih bahagia lihat orang lain tertawa bahagia karenaku.”

“Hey-hey, jangan begitu! Ya sudah, lebih baik kamu aku antar ke rumahmu, terus kita obati lukamu, ya?” saran Senja.

"Baiklah ... " balas Kirasuma bernada parau. Senja menghapuskan butiran bening di pipi Kirasuma bekas ia menangis tadi. Pria mungil itu menenangkan lawan bicaranya sambil berkata "Senja minta maaf ya. Udah jangan nangis lagi."

“Eh, tapi Kirasuma, aku ngga tahu jalan rumahmu.”

“Tenang aja nanti aku kasih tau.”

“Okey, sekarang kamu naiklah ke punggungku!”

“Memangnya kuat?” ujar Kirasuma meragukan Senja.

“Sudah naik aja!”

Kirasuma naik ke punggung Senja dan mereka mulai berjalan menuju rumah Kirasuma. Beberapa pasang mata melihat mereka berdua. Tapi mereka tidak memperdulikannya.

“Jadi Kirasuma, dimana rumahmu?” tanya Senja membuka pembicaraan.

“Aku tinggal di Jalan Bukit Barisan, tepat diperbatasan Jalan Langit” jelas Kirasuma.

Senja terkejut setelah mendengar penjelasan Kirasuma.

“Hey, apa tadi kau bilang Jalan Langit?”

“Yup. Kenapa?”

“Tepat di Jalan Langit dan tepat di perbatasan Jalan Bukit Barisan itu adalah rumahku. Memang sih ada rumah di sebelahnya, tapi aku nggak tau ada orangnya atau tidak, apakah itu rumahmu?” tanya Senja.

“Entahlah, mungkin?”

“Semoga kita jadi tetangga dan kita bisa main bareng!”

“Asyik! Setelah sekian lama akhirnya aku punya teman. Aku senang banget!” kata Kirasuma.

“Aku juga” balas Senja tersenyum hangat.

***

“Tuh bener, 'kan! Itu rumahku! Asyik kita bisa main bareng setiap hari! Yeaay!” sorak Senja.

“Nah, ini rumahku. Kamu mau masuk?” ujar Kirasuma mempersilahkan masuk.

“Boleh?”

“Tentu saja! Ayo masuk!” ujar Kirasuma mengajak Senja masuk sambil menarik pelan tangan Senja.

“Ibuu, Lalah pulang!” jerit Kirasuma.

“Masuk sayang! Ibu ada di ruang tengah bersama ayahmu!” balas Yuni.

“Nah, ayo kita ke ruang tengah! Aku mau kenalin kamu sama orang tuaku” ucap Kirasuma sembari meletakkan sepatunya  di rak sepatu dengan gerakan dibuat lincah agar Senja tak mengetahui kalau kakinya masih sakit.

"Oke. Tapi kamu sudah kuat jalan?" tanya Senja khawatir.

“Iya” jawab Kirasuma singkat dan jelas banget bohongnya.

Mereka pun berjalan ke ruang tengah, dengan Senja merangkul Kirasuma karena dia tak yakin dengan ucapan Kirasuma.

“Lalah sudah pulang, ya?” sambut sang ibu sambil tersenyum hangat.

"Siapa dia sayang?" tanya Yuni.

“Ibu, kenalin. Dia Senja. Senja ... ?”

“Hei, nama kepanjanganmu siapa?”
bisik Kirasuma pada Senja.

“Oh. Nama saya Senjawira Atmaja, Tante.”

“Wah~ kamu ramah sekali! Mari duduk!”

“Oh ya Tante- eh Ibu aja deh biar akrab. Ibu ada obat, nggak?”

“Untuk apa?” tanya Yuni menyatukan alisnya.

“Um, ehe. Kaki Lalah luka,” cengir Senja.

Yuni sempat memperlihatkan wajah terkejutnya.

“Oh, yasudah biar ibu saja yang obati”

“Iya. Lalah jangan nangis lagi ya.”

Wajah polos Senja membuat Yuni menjadi gemas.

"Kamu baik banget deh. Ibu jadi gemes," katanya sembari mencubit pipi kanan Senja.

Flashback end

Melukis Senja {Revisi} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang