Bertemu Sore

22 4 0
                                    

Pagi membuang nafas setelah mengingat kenangannya.

"Terima kasih, Ja. Kamu sudah ngusir rasa kesepianku dulu"

"Iya, sama-sama. Aku paham kamu itu orangnya jahil, ceroboh, kadang ngga peka, itu karena kamu mau nutupin rasa kesepianmu. Kadang juga kamu itu sikapnya humoris, periang, anti mainstream sama orang supaya mereka nggak bisa ngerasain kesepian kayak yang kamu alami dulu" suara Senja menjadi lunak.

Senja memang perhatian. Jarang banget dapet sahabat dan cowok kayak dia. Cowok perhatian tapi cuma topeng di hadapan kaum hawa, buanyak di pasaran!

"Tau aja lu. Tapi makasih Ja, udah mau ngertiin."

"Iya, gua salut sama elu!" balas Senja sambil merangkul Pagi.

"Sudah selesai, 'kan? Giliranku dong!" protes Sore tak sabar.

***

"Hei Senja. Sekarang giliranmu yang jaga!" seru Pagi sambil menunjuk bocah pirang yang saat ini di sebelah Kirasuma.

"Hitung sampai sepuluh, ya" imbuh Kirasuma mengingatkan.

Tanpa basa-basi Senja memutar tubuh lalu menelungkupkan kepalanya di pohon dan mulai berhitung.

Di tempat yang sama, namun beda posisi, seorang gadis cilik memperhatikan keseruan mereka bermain. Dia memanggil ayah yang duduk di sampingnya.

"Boleh ngga Rere main sama mereka?"

Pria yang ia panggil ayah mengizinkannya.

Gadis cilik bernama Sore itu melompat kegirangan lalu mengecup pipi ayahnya.

"Jangan jauh-jauh sayang!" pesan pria itu setelah putrinya beranjak dari posisi.

Anak itu berlari menghampiri mereka.

"Lalah ketemu!" seru Senja setelah menemukan Kirasuma di balik kursi taman.

Senja menemukan Pagi di balik pohon taman yang agak kecil.

"Aiih, selalu aja ketahuan!"

"Nah, sekarang cari Siang. Jangan sampai menang lagi!" cicit Kirasuma.

"Iya, adikku itu agak licik."

"Tenang. Aku sudah tau, kok"

Senja menyunggingkan senyum. "Dia kemarin menang. Jadi pasti dia pakai strategi yang kemarin!"

Seakan memiliki insting, Senja menoleh ke pohon jaga. Dugaannya tepat. Siang langsung mematung saat Senja menatap matanya.

"Siang, kau ketahuan" ucap Senja.

Tatapan Senja seakan mengintimidasi Siang supaya mengakui kekalahannya dan seringainya memperkuat tampang seramnya. Kirasuma dan Pagi terngaga menyaksikan aksi salah satu temannya ini.

"Dia hebat, ya?!" gumam Kirasuma masih terpana dan ucapannya di-iya-kan Pagi.

"Yeaaay! Aku menang!" sorak Senja gembira.

"H-hai teman-teman!" sapa Sore terbata.

Senja menghentikan selebrasi kemenangannya dan memperhatikan Sore disusul Pagi dan Kirasuma membalik tubuh mereka.

"Siapa?" gumam Kirasuma.

"Entahlah" Pagi membalas.

"B-boleh ngga a-aku ikut main?" ucapnya gugup.

Lengang menyergap mereka sejenak. Pagi menganalisa anak itu betul-betul. Matanya membulat setelah melihatnya dengan jeli. Imut, itu yang ada di pikiran Pagi. Wah, awas ada yang jatuh- bruk! Tuh kan ada yang jatuh.

"Ugh" rintih Siang ternyata terpeleset dari atas bukit.

Mereka bertiga menoleh ke arah Siang.

Raut wajah terkejut dan menahan tawa bercampur jadi satu. Anak itu mendongakkan kepala lalu cengengesan ngga jelas. Siang, Siang. Adik Pagi yang satu itu ada aja kelakuannya. Pagi geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Kembali ke cewek cantik yang menghampiri mereka barusan. Pagi melangkah menghampiri Sore.

Kirasuma kaget melihat Pagi yang tiba-tiba bergerak ke arah perempuan imut itu. Wajah Kirasuma berubah jadi gelisah. Kirasuma takut Pagi mengusir anak itu.

Sore gugup karena dia belum terbiasa bergaul dengan orang lain.

"Tentu saja boleh! Semakin banyak teman, semakin seru" ucapan Pagi terasa sangat menyambut kehadiran Sore di hidup mereka dan raut wajahnya semakin meyakinkan.

Semuanya tercengang. Susana lengang kembali menyelimuti.

"Terima kasih teman-teman!"
balasnya.

Raut wajah anak itu sangat gembira sampai-sampai wajah Pagi memerah karena saking imutnya. Untuk menyembunyikan rona merahnya, Pagi menanyakan nama anak yang seumuran dengannya.

"Namaku Sore"

"Oh Sore. Kenalin, aku Pagi"

"Kalau aku Kirasuma" Kirasuma maju mendekati Sore.

"Aku Senja" Senja diam di tempat sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Namaku Siang. Salam kenal!" Siang ikut maju dan memperkenalkan diri dengan senyum dan ekspresi yang ramah.

Sore mengikik melihat tingkah konyol mereka.

"Salam kenal juga! Kalian lucu sekali" Sore tersenyum manis.

Manis sekali. Rona merah kembali bersemu di pipi Pagi saat melihatnya. Demi apa? Dia manis banget! Saat teman-temannya berkumpul mendekati Sore, Pagi cepat-cepat menyembunyikan rona merahnya.

"Ngh, Sore kamu sendirian disini?" tanya Pagi berusaha serius.

"Tidak, aku sama ayah"

"Dimana ayahmu?" kejar Pagi.

"Dia ada di sana," jawab Sore sambil menunjuk ke asal dia berlari tadi.

"Oh. Um, apa kamu masih punya ibu?" tanya Pagi hati-hati.

Sore langsung bereaksi. Wajah cerianya berubah. Mata berwarna pink itu seolah mengatakan 'kenapa dia tanya itu?'

"Hn, ibuku pergi meninggalkan kami waktu umurku satu tahun. Kata ayah, aku belum mengerti semuanya. Tapi kalau aku besar nanti, kata ayah aku akan mengerti" jelasnya panjang lebar.

Pagi terkesiap mendengar penjelasan Sore.

"Tapi ibumu masih hidup, 'kan?" tanya Pagi memastikan dengan suara yang lebih hati-hati.

"Iya, dia masih hidup"
"B-bisakah kita tidak membicarakan ibuku?"

"Oh maaf! Aku ngga bermaksud buat kamu sedih. Mm, gimana kalau kita main? Kamu mau ikut?"

"Mau mau!" senyum merekah lagi di bibir mungil Sore.

Mereka bermain dan tertawa dengan sangat akrab dan menjadi sahabat yang baik untuk satu sama lain.

To be continued

Melukis Senja {Revisi} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang